Dalam seuatu dunia yang masih bergelut dengan bayang-bayang Hiroshima dan Nagasaki, isu kepemilikan senjata nuklir kembali memanas. Belakangan, sorotan tertuju pada Iran, yang telah memperkaya uranium hingga 60 persen, ditambah dengan serangan Israel dan AS ke fasilitas nuklirnya.
Ada artikel di Kompas yang baru-baru ini mengulas mengapa "tidak semua negara boleh memiliki senjata nuklir", menyingkap struktur hukum global yang mengatur hal ini. Namun selain lima negara pemilik "sah dan resmi" senjata nuklir, ada empat negara yang tidak terikat NPT (Nuclear Non-Proliferation Treaty) yang juga secara aktif memiliki senjata nuklir, tetapi ada juga yang memilikinya secara sembunyi-sembuyi.
Artikel ini menganalisis perlunya kerangka hukum dan konsekuensi dari kepemilikan dan penggunaan nuklir, serta apa artinya bagi keamanan internasional dan kedaulatan negara di era modern.
Mengapa Tidak Semua Negara Boleh Militansi Nuklir
Aturan baku ini lahir dari kesepakatan internasional utama Perjanjian Non Proliferasi Nuklir/Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) tahun 1968, yang mulai berlaku sejak tahun 1970. NPT membagi dunia menjadi dua kelompok: Nuclear Weapon States (NWS), kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa yang telah melakukan uji coba nuklir sebelum tanggal 1 Januari 1967 (Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis dan China), yang oleh karenanya secara sah memiliki senjata nuklir, dan negara lainnya yang dilarang memilikinya.
Iran, karena masih terikat NPT, dilarang mengembangkan senjata nuklir dan diawasi ketat oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Aturan ini bertujuan mencegah proliferasi (produksi dan reproduksi bom nuklir) dan mendorong pelucutan nuklir, tetapi juga menimbulkan kesan ketidakadilan global.
Baca juga: Meninggalkan Diplomasi, Amerika Serikat Menyerang Iran dan Film Kandahar: Fiksi Atau Peringatan Nuklir
Iran menjadi sorotan utama. Sebagai negara penandatangan NPT, mereka punya hak untuk teknologi nuklir damai, tapi tidak untuk membuat bom nuklir. Setelah pengayaannya mencapai 60%, negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Israel, khawatir kalau Iran menuju produksi senjata nuklir, dan oleh karenanya Amerika Serikat dan Israel menyerang fasilitas nuklir Iran. Iran membalas, sehingga memperbesar ketegangan regional di Timur Tengah.
Pengalaman Mengerikan: Hiroshima, Nagasaki, Chernobyl, Fukushima
Peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada tahun 1945 oleh Amerika Serikat untuk menghentikan Perang Dunia II yang juga berkecamuk di Kawasan Asia Pacific, merupakan bukti yang tak terbantahkan dari kehancuran nuklir: ratusan ribu jiwa melayang seketika, radiasi mematikan, penderitaan jangka panjang. Kompas menyebut sekitar 80.000 korban di Hiroshima, dan lebih dari 70.000 di Nagasaki, luka akibat radiasi yang tersebar keluar Hiroshima dan Nagasaki berlangsung selama bulan-bulan berikutnya.
Landasan Hukum Internasional
Saat ini terdapat beberapa instrumen penting yang menjadi fondasi pelarangan nuklir:
- NPT melarang negara non NWS untuk memiliki nuklir dan mewajibkan NWS melucuti senjata mereka.
- TPNW (Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons, 2017) bahkan melarang sepenuhnya pengembangan, kepemilikan, penggunaan, atau ancaman menggunakan nuklir. Namun sementara lebih dari 100 negara mendukung, NWS besar menolak karena dianggap mengabaikan realitas keamanan.
- PTBT (Partial Test Ban Treaty), ditandatangani oleh Amerika Serikat, Uni Soviet dan Inggris, melarang uji coba nuklir atmosferik, laut, dan luar angkasa sejak 1963.
- CTBT (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty) melarang uji coba nuklir apapun sejak 1996, meski belum berlaku karena beberapa negara penandatangan utama belum meratifikasi.