Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Meninggalkan Diplomasi, Amerika Serikat Menyerang Iran

22 Juni 2025   17:57 Diperbarui: 23 Juni 2025   10:53 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Donald Trump mengumumkan penyerangan Amerika Serikat terhadap Iran | Sumber ALJAZEERA [Carlos Barria/Pool via AP]

Ketika para negosiator Eropa masih duduk di meja perundingan di Geneva untuk menghindari konfrontasi nuklir baru, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan menyerang tiga situs nuklir Iran. Tindakan ini dilakukan hanya dua hari setelah tenggat dua minggu yang ia tetapkan sendiri, dan mengejutkan banyak pihak termasuk para sekutu Amerika Serikat di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Serangan ini tak hanya membuka babak baru dalam konflik Iran-Israel, tapi juga mengguncang legitimasi diplomasi global yang tengah dijalankan.

Langkah AS: Dari Diplomasi ke Intervensi Militer

Presiden Trump menyatakan bahwa serangan terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran dilakukan demi "menghilangkan ancaman langsung terhadap keamanan Israel dan sekutu Amerika Serikat". Target serangan termasuk kompleks bawah tanah Fordow, fasilitas pengayaan uranium Natanz, dan pusat teknologi nuklir di Isfahan. Padahal, hingga malam sebelum serangan, para diplomat Jerman, Perancis, dan Inggris masih melangsungkan negosiasi teknis dengan utusan Iran, dan berharap dapat menurunkan suhu konflik yang meningkat akibat ketegangan Israel-Iran.

B2 Stealth Bomber yang dipergunakan untuk menyerang Iran | U.S. Air Force/Master Sgt. Russ Scalf
B2 Stealth Bomber yang dipergunakan untuk menyerang Iran | U.S. Air Force/Master Sgt. Russ Scalf

Amerika Serikat berdalih bahwa serangan tersebut merupakan bentuk dari hak bela diri kolektif sesuai Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), karena Iran dianggap secara tidak langsung menyerang Israel melalui kelompok proksi seperti Hezbollah dan milisi Houthi. Namun banyak analis hukum internasional menyangsikan legitimasi klaim ini, karena tidak ada mandat Dewan Keamanan PBB atau keputusan kolektif dari NATO yang menyertai serangan tersebut.

Peta serangan Amerika Serikat (Sumber/Kredit Foto: BBC)
Peta serangan Amerika Serikat (Sumber/Kredit Foto: BBC)

Respons Iran dan Israel

Iran mengecam keras tindakan Amerika Serikat, menyebutnya sebagai "agresi terang-terangan terhadap kedaulatan" dan menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan deklarasi perang. Dalam pernyataannya, Ayatollah Ali Khamenei menuduh Amerika Serikat dan Israel mencoba menghancurkan Iran secara sistematis. Iran merespons dengan meluncurkan drone dan rudal ke instalasi militer Amerika Serikat di Irak dan menutup akses Selat Hormuz.

Israel, di sisi lain, menyambut serangan tersebut sebagai keberhasilan diplomasi militer. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa "dunia telah menunjukkan bahwa Iran tidak akan diizinkan mengembangkan senjata nuklir." Para pengamat menyebut bahwa Israel mendorong Amerika Serikat agar segera bertindak karena kekuatan udara Israel sendiri dianggap tidak memadai untuk menghancurkan bunker Fordow yang terletak jauh di bawah permukaan tanah.

Cara kerja Bunker Buster Bomb menghancurkan fasilitas  nuklir Iran (Sumber/Kredit Foto: BBC)
Cara kerja Bunker Buster Bomb menghancurkan fasilitas  nuklir Iran (Sumber/Kredit Foto: BBC)

Sikap Eropa: Kekecewaan dan Ketegangan Internal NATO

Uni Eropa, khususnya Jerman dan Perancis, menyatakan kekecewaan mendalam atas tindakan sepihak Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Jerman menyatakan bahwa "serangan tersebut memperlemah posisi negosiator dan mencederai proses damai yang sedang dijalankan." Meski tidak mengeluarkan sanksi terhadap Amerika Serikat, para pemimpin Eropa menyerukan agar semua pihak menahan diri dan kembali ke meja perundingan.

Sumber: Al Jazeera
Sumber: Al Jazeera
Situasi ini mengungkap ketegangan internal dalam NATO. Sejumlah negara anggota menyayangkan tidak adanya koordinasi sebelumnya, bahkan menyebut bahwa tindakan Amerika Serikat bisa mengarah pada pelemahan legitimasi NATO sebagai organisasi kolektif pertahanan. Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO hanya menyatakan keprihatinan dan menyerukan pentingnya "resolusi damai yang menghormati hukum internasional".

Respons Global: Russia, China, dan Korea Utara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun