Prolog: Sebuah Percakapan di Kafe
Sore itu, di sebuah kafe yang ramai di Jakarta, dua sahabat duduk berbincang. Di usia akhir 20an, keduanya sedang membicarakan investasi. Satu dari mereka baru saja membeli reksa dana, sementara yang lain sibuk merencanakan liburan ke Eropa. Namun ketika percakapan beralih ke topik dana pensiun, keduanya terdiam sejenak. "Pensiun? Masih jauh kali," ujar salah satu sambil tertawa kecil. Reaksi seperti itu sangat umum, dan justru menjadi masalah besar.
Menyusun dana pensiun sejak muda sering kali tidak menjadi prioritas. Banyak yang berpikir itu urusan nanti, ketika rambut mulai memutih atau usia sudah memasuki kepala lima. Padahal, masa depan tidak menunggu kesiapan kita. Persiapan pensiun bukan soal usia tua semata, melainkan soal pilihan hidup yang penuh kendali dan martabat.
Saya jadi teringat pada diri saya sendiri saat di akhir usia 20an saya, lebih daripada 25 (dua puluh lima) tahun yang lalu. Saat itu beberapa teman saya sudah merencanakan pensiun mereka, sedangkan saya dan beberapa teman yang lain malah berpikir akan pergi sekolah lagi, karena berpikir bahwa nanti di usia pensiun, kami tidak mau berhenti beraktivitas, dan tetap ingin beraktivitas di bidang yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kami masing-masing.
Dengan berjalannya waktu, kami mulai berpikir bahwa mempersiapkan pensiun sejak dini bukan suatu yang salah, akan tetapi, justru sebaliknya, hal itu sangat perlu, sebab kami berpikir bahwa kami tidak akan selamanya bekerja sampai akhir hayat. Di antara teman-teman saya, saya yang paling terlambat mempersiapkan pensiun, karena saya baru memulainya di usia pertengahan 30an.
Kenapa Pensiun Perlu Direncanakan Sejak Muda?
Saat kita masih muda, waktu adalah aset terbesar. Setiap tahun yang kita miliki memberi peluang untuk memanfaatkan kekuatan bunga majemuk, konsep keuangan yang membuat uang bekerja untuk kita. Semakin awal kita mulai menabung atau berinvestasi untuk masa pensiun, semakin besar hasilnya di masa depan, bahkan dengan kontribusi bulanan yang kecil.
Sebagai contoh, seseorang yang mulai menabung Rp500.000 per bulan untuk dana pensiun sejak usia 25 tahun dan terus berinvestasi selama 30 tahun akan mengumpulkan hasil yang jauh lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang mulai menabung jumlah yang sama di usia 35 tahun selama 20 tahun, meskipun total nominal yang disetor hampir sama. Selisih 10 tahun itu bisa menjadi perbedaan antara pensiun nyaman atau pas-pasan.
Akan tetapi juga patut dipertimbangkan bahwa pengalaman kerja orang yang berusia 25 tahun dan baru lulus kuliah S1 akan memberikan penghasilan yang berbeda untuk disisihkan sebagian untuk ditabung, jika dibandingkan dengan penghasilan orang yang berusia 35 tahun dengan level pendidikan yang (mungkin) lebih tinggi dan pengalaman kerja yang lebih banyak, sehingga sebagian dana yang disisihkan untuk ditabung akan berbeda nilai nominalnya.
Lebih dari itu, merencanakan pensiun sejak muda berarti memberi diri kita lebih banyak fleksibilitas. Jika di usia muda itu kita sudah paham bagaimana berinvestasi yang menguntungkan dan memahami segala risiko dan keuntungannya, kita bisa memilih instrumen investasi dengan risiko lebih tinggi namun hasil lebih besar, karena waktu masih berpihak. Kita juga bisa menghindari tekanan finansial di usia tua karena telah melakukan perencanaan jauh hari.