Di era modern, Privilege du Blanc masih dipertahankan, tetapi lebih sebagai simbol kehormatan dan tradisi daripada sebagai penegasan status kekuasaan. Dalam masyarakat yang semakin egaliter dan plural, hak istimewa ini menimbulkan diskusi menarik tentang peran simbol dan tradisi dalam institusi religius.
Pemegang hak istimewa ini di abad XXI ini adalah:
- Ratu atau Permaisuri Spanyol
- Ratu atau Permaisuri Belgia
- Grand Duchess atau Permaisuri Luxembourg
- Putri Napoli (istri kepala keluarga Dinasti Savoy dari Italia)
- Permaisuri Monaco (diberikan baru-baru saja sejak tahun 2013 oleh Paus Franciscus)
Dan dalam praktek, pemegang hak istimiewa ini adalah:
- Ratu Sofia dari Spanyol
- Ratu Letizia dari Spanyol
- Ratu Paola dari Belgia
- Ratu Mathilde dari Belgia
- Grand Duchess Maria Teresa dari Luxmbourg
- Putri Marina Doria, Putri Napoli
- Putri Charlene dari Monaco
Ratu Belanda, Ratu Lesotho dan Permaisuri Liechtenstein
Ratu Maxima dari Belanda, sekalipun beragama Katolik, tetapi dia adalah Permaisuri dari Raja Willem-Alexander yang Protestant dari Negara Belanda yang secara tradisi juga Protestant.
Permaisuri Liechtenstein, almarhumah Putri Marie Kinsky dan para pendahulunya, tidak diberikan hak istimewa ini karena, sekalipun (i) bergama Katolik, (ii) istri dari kepala negara bermahkota (Pangeran) yang beragama Katolik, (iii) suaminya memimpin negara yang dominan Katolik, dan (iv) negaranya terletak di benua Eropa, akan tetapi Liechtenstein bukan negara yang berpredikat sebagai pelindung Gereja Katolik.
Apakah Masih Relevan?
Apakah privilege ini masih relevan? Pertanyaan ini membuka refleksi lebih luas tentang bagaimana institusi kuno seperti Vatican terus berdialog dengan dunia modern. Privilege du Blanc, dengan segala simbolismenya, mengingatkan kita bahwa tradisi tidak harus dihapuskan untuk menjadi kontemporer, tetapi cukup dimaknai ulang.
Privilege du blanc bukan hanya soal gaun putih. Ia adalah kisah tentang kepercayaan, sejarah, diplomasi, dan makna simbolik dalam hubungan antara spiritualitas dan kekuasaan. Ia adalah warisan tradisi yang membuka ruang dialog antara masa lalu dan masa kini, antara protokol dan pilihan pribadi, antara iman dan identitas kultural.