Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menikmati Goresan Kuas di Kampung Jelekong

28 Agustus 2016   18:13 Diperbarui: 28 Agustus 2016   21:14 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Dipajang di Galeri

Berjalan-jalan di Jalan Braga (Braga) memberikan sentimen tersendiri. Terutama bagi pelancong yang memang tidak setiap hari merasakan suasana jalan bersejarah di Bandung itu. Bangunan tua yang berderet, jalan paving blok, café, bar, live music di mana-mana, dan bangku trotoarnya seolah memberi kesan yang menurut saya romantis. Selain hal-hal di atas, romantika Braga juga secara tak sengaja dihiasi oleh penjual-penjual lukisan. Warna-warni lukisan dengan beragam ukuran turut memberi warna di beberapa sudut Braga.

Memang bukan lukisan dengan nilai artistik tinggi yang bernilai sangat mahal. Bukan pula lukisan yang banyak dilirik kritikus maupun kurator pameran. Apalagi lukisan untuk dipajang di museum dan galeri seni yang prestisius. Museum Seni Rupa dan Keramik misalnya. Lukisan yang dijual di Braga adalah lukisan yang diproduksi banyak dan dijajakan sekadar penghias rumah atau kantor. Bagi beberapa orang, lukisannya memang tampak familiar. Gambar ikan, kuda, pasar, bunga, buah-buahan, pemandangan alam dan sedikit geometri memang banyak dipajang terutama di perkantoran.

Dari goresan-goresan kuas warga salah satu desa di Bandung itulah sebagian besar lukisan Braga berasal. Desa Jelekong, dikenal juga dengan Kampung Seni dan Budaya Jelekong, adalah desa yang terletak di Kelurahan Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Dari sanalah lukisan-lukisan tersebut berasal.

Galeri di Rumah
Terbentuknya sentra lukisan di Kampung Jelekong tentu saja tak lepas dari seorang pioneer yang mengawali usaha ini. Dialah Bapak Odin Rohidin yang merupakan tokoh pelukis Kampung Jelekong. Dia membentuk kampung lukis di Kampung Jelekong. Dia menurunkan ilmu dan kecakapannya pada warga sekitar hingga kini hampir setiap rumah tampak memiliki ruang melukis sekaligus galeri kecil yang memajang lukisan-lukisan siap jual.

Pak Dadang dan Obrolan Soal Kampung Jelekong
Pak Dadang dan Obrolan Soal Kampung Jelekong
Saya mendatangi salah satu galeri milik Pak Dadang. Letaknya tak jauh dari pintu masuk berupa gapura bertuliskan “SELAMAT DATANG DI KAMPUNG SENI & BUDAYA JELEKONG”. Galerinya cukup besar dibandingkan galeri-galeri rumah lain yang letaknya lebih ke dalam kampung. Lukisan-lukisan tergantung bertumpuk-tumpuk di dinding.

Ada juga lukisan yang digeletakkan saja di lantai. Lukisan setengah jadi yang belum terbingkai ditumpuk saja di sudut ruangan. Ukuran lukisannya pun beragam. Ada yang besar hingga sekitar 200 cm x 100 cm.

Cat yang digunakan mayoritas cat akrilik dan cat air. Harga yang disebutkan Pak Dadang untuk beberapa lukisan terdengar relatif murah. Berkisar antara ratusan ribu hingga satu jutaan. Tergantung ukuran, jenis cat, dan keunikan gambar. Tidak semua lukisan di sana dikerjakan Pak Dadang. Bahkan mayoritas Pak Dadang membayar 'buruh lukis' untuk mengerjakan lukisan di galerinya. Pak Dadang sendiri merupakan pelukis yang fokus pada lukisan pemandangan. Dia kini lebih mengurusi pemasaran, penjualan dan modal.

Lukisan yang Paling Berbeda di Galeri Pak Dadang
Lukisan yang Paling Berbeda di Galeri Pak Dadang
Di antara puluhan lukisan di galeri Pak Dadang yang rata-rata polanya mirip, ada juga ternyata lukisan yang menurut Pak Dadang unik, tidak ada kembarannya. Lukisan bergambar potret diri seorang kakek berikat kepala khas Sunda tengah menghisap pipa rokok itu memang berbeda dari yang lain. Baik dari segi warna maupun tema.

Warnanya gabungan dominasi jingga, warna kulit dan putih di beberapa rambut di wajah sang kakek. Kesan senja dan sendu disesuaikan dengan usia sang kakek yang merupakan imajinasi salah satu buruh lukis yang bekerja untuk galeri Pak Dadang. Berbeda dengan kebanyakan lukisan yang penuh warna dan berkesan riang. Untuk harga, dibandingkan lukisan berukuran sama lainnya, memang lebih mahal hingga dua kali lipat.

Regenerasi
Dari tempat Pak Dadang, saya melanjutkan masuk lebih dalam ke kampung. Saya ingin mencari rumah yang dijadikan galeri sekaligus ruang lukis. Sepanjang jalan tampak galeri-galeri kecil di depan rumah. Berlembar-lembar kain mori berukuran besar dijemur sebagai bahan kanvas. Beberapa lukisan pun tampak dijemur untuk mengeringkan catnya.

Saya pun singgah untuk sekedar mengobrol di Sanggar Seni Lukis Anisa. Di sana seorang bapak tampak sedang melukis. Lebih tepatnya menyelesaikan lukisan karena dia hanya sedikit memoles-moles warna di beberapa bagian. Pak Asep Subarnas atau akrab dipanggil Pak Barnas, pemilik sanggar lukis tersebut. Ruang pamernya lebih sempit dibanding milik Pak Dadang dan di ruang yang sama pula dia mengerjakan lukisan-lukisannya. Jadi, galerinya lebih terlihat berantakan.

Cara kerja pelukis di Kampung Jelekong menurut Pak Barnas ada yang rutin memproduksi ulang pola yang sama, ada pula yang menerima pesanan sesuai keinginan pemesan. Bermodal foto sebagai contoh, Pak Barnas menggoreskan kuasnya di kanvas berukuran kira-kira 60 cm x 50 cm. Suasana pasar adalah tema lukisan yang sedang diselesaikan Pak Barnas.

Pak Asep Subarnas sedang Menyelesaikan Lukisan di Sanggar Lukis Miliknya
Pak Asep Subarnas sedang Menyelesaikan Lukisan di Sanggar Lukis Miliknya
Ada yang menarik. Di antara lukisan yang dipajang ada sebuah lukisan bergambar seperti ikan kembar yang lucu. Ternyata itu adalah lukisan anak Pak Barnas yang baru berumur 5 tahun. Di usia sedini itu anak Pak Barnas sudah dikenalkan dengan dunia seni rupa. Lukisan di atas kanvas kecil itu sekarang memang terlihat sederhana, namun bisa jadi setelah dewasa nanti hasil lukisan anak Pak Barnas bisa bernilai mahal.

Regenerasi, bagi Pak Barnas sangat penting. Selain sebagai bekal profesi di masa depan bagi keluarga nanti, regenerasi yang berjalan terus akan menjadikan Kampung Jelekong tetap menjadi sentra lukisan terbesar di Bandung. Sekarang pasarnya tidak hanya di dalam negeri, Pak Barnas sendiri sudah pernah menjual hingga Malaysia dan Arab Saudi. Pelanggan tetapnya pun ada di Kalimantan, Bali dan Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun