Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cerita-cerita Remeh tentang Perjalanan Menuju Toraja

23 April 2018   07:34 Diperbarui: 23 April 2018   09:08 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulang belulang menandakan jenazahnya sudah berumur lama sekali. (Dok. Pribadi)

Di Rantepao (Ibu Kota Kabupaten Toraja Utara) kami solat Jum'at di Masjid Agung di tengah kota dan pasar, Masjid Agung Rantepao namanya. Khutbah hari itu dibuka dengan kalimat yang sejuk. "Saudara-saudara kita yang beragama Kristen sedang berbahagia merayakan Hari Paskah. Jadi sudah seharusnya kita menghormati mereka." Ah sayang sekali kalimat sejuk itu ditambah sejuknya masjid dan rasa kantuk yang akut membuat saya tak bisa untuk tidak tidur. Bahkan baru bangun saat Iqomah sudah selesai dan jemaah sudah mulai berdiri. Hehehe.

Mulai Berwisata

Tiba juga waktunya berwisata. Energi sedikit pulih berkat tidur sejenak setelah sholat Jum'at. Wisata utama di Toraja tentu melihat Tongkonan dan Kuburan. Seperti tujuan pertama kami ini, Kete Kesu. Letaknya tak jauh dari masjid agung. Berada di jalan dengan nama yang sama, Kete Kesu bertetangga dengan Istana Saleko dan Buntu Pune' (yang akan saya ceritakan terpisah).

Rerumputan hijau menghampar luas dengan latar rumah tongkonan adalah pemandangan pertama saat memasuki areal parkir. Kete Kesu adalah sebuah desa adat dimana sebenarnya jika kita mau sedikit 'mengulik', kita bisa menemukan kehidupan tradisional orang Toraja. Namun, sebagai objek wisata, Kete Kesu menampilkan rumah Tongkonan, kuburan batu, dan tanah upacara dengan batu-batu menhir. Toko pernak-pernik dan oleh-oleh ala Toraja juga berderet, Termasuk Kopi Toraja. Tapi di satu kios saya melihat ada Top Kopi Toraja Blend yang dipajang sebagai salah satu oleh-oleh khas Toraja. Hehehe.

Kuburan batu. Tempat peristirahatan orang Toraja untuk kemudian bertemu para Dewa. (Dok. Pribadi)
Kuburan batu. Tempat peristirahatan orang Toraja untuk kemudian bertemu para Dewa. (Dok. Pribadi)
Tongkonan di Kete Kesu berjumlah 6 buah. Semuanya berhadapan dengan 12 alang atau lumbung padi. Tongkonan ini sudah berumur kira-kira 300 tahun. Tapi pasti sudah sering dipugar, dirawat dan ada pula yang nampak baru, karena komplek Tongkonan di Kete Kesu adalah salah satu top destination Toraja. Di area Tongkonan juga ada museum, tapi sayang sekali saat itu museumnya sedang tutup.

Berjalan mengikuti petunjuk arah yang sudah jelas, kita akan menuju kuburan batu. Perhatian saya teralihkan pada sebuah bangunan kecil dengan foto-foto di dinding bagian atas dan patung kayu nenek-nenek duduk di depannya. Patung kayu itu tidak sembarangan ternyata. Patung itu disebut Tau-tau. Hanya orang-orang yang sudah melalui upacara dengan persembahan minimal 24 ekor kerbau, bisa dibuatkan Tau-tau. Dan mayoritas yang bisa melakukan itu tentu saja orang yang berkedudukan.


Beranjak menaiki anak tangga di samping batuan karst yang keras, saya melihat banyaknya peti-peti mati tergeletak. Tengkorak dan tulang belulang juga bukan hal yang aneh. Itulah memang kuburan batu, di mana jenazah orang Toraja disemayamkan. Untuk yang sudah berupa tulang-belulang, tentu usia kematiannya sudah cukup lama. Dan dengan letaknya yang berada di tempat yang lebih rendah, mereka adalah orang-orang biasa, karena semakin tinggi letak kuburannya, semakin tinggi pula kedudukan sosialnya semasa hidup.

Sebenarnya di sisa sore itu masih ada tempat yang kami kunjungi yaitu Istana Saleko dan Buntu Pune, sebelum kami menuju tempat bermalam yang juga berkesan di daerah Batutumonga. Untuk Istana Saleko saya tidak masuk dan untuk Buntu Pune, ada sore yang bersahaja untuk diceritakan sambil menghirup kopi.

Tulang belulang menandakan jenazahnya sudah berumur lama sekali. (Dok. Pribadi)
Tulang belulang menandakan jenazahnya sudah berumur lama sekali. (Dok. Pribadi)
Menginap di Batutumonga menjadi pilihan tepat walau rute yang dipilih menuju kesana kurang tepat. Jalan sempit dan menanjanjak yang membuat bingung jika berpapasan dengan mobil masih ditambah dengan kondisi jalan yang rusak. Namun sampai di penginapan bernama Mentirotiku Guest House (sangat mudah dicari karena paling besar di sana) kami bisa menikmati suasana beristirahat yang nyaman. Menyewa satu Tongkonan yang sangat pas karena berkapasitas enam orang dengan dua ruangan masing-masing dua dan empat kasur. Komposisinya pas dengan kami, dua wanita empat lelaki.

Di sana, alih-alih menyantap makanan di restoran yang ada, kita memilih masak sendiri. Ya, rencana awal kita adalah camping di Lolai, Negeri Diatas Awan Toraja yang sedang hits itu. Namun sayangnya kami tidak mendapatkan tenda dan infonya Lolai sangat ramai. Kompor dan gas sudah siap membawa sendiri. Selagi bapak-bapak sholat Jum'at tadi, ibu-ibu berbelanja lauk mentah, sayuran, hingga pisang.

Alat masak untung saja boleh meminjam wajan dari sana. Alhasil, menu masakan ala-ala lengkap dengan gorengan dan kopi melengkapi obrolan kita menjelang tidur. Tentu tak hanya melengkapi, tapi memuaskan perut. Ah, malam yang begitu tenang di hari yang berakhir menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun