"Siapakah pemenang debat kemarin?" Itu pertanyaan paling lugu yang masih dapat didengar pada hari ini setelah mendengarkan perdebatan para calon pemimpin daerah atau pemimpin negara.
Apa patokannya menang? Kemampuan menjawab dengan terperinci dan data-data yang lengkap lalu lawannya terbata-bata dengan data kurang atau malah salah dan diteriaki penonton? Mungkin boleh jadi itu jawabannya tetapi kalau kita menonton langsung saat itu, "onsite".
Tetapi kalau menonton rekamannya, maka akan banyak editan dan beberapa versi. Pendukung kubu A akan mengambil bagian-bagian yang dirasakan dimenangkan oleh pihaknya dan kesalahan ucap kubu lawan B pun diperjelas, diulang-ulang, sementara kesalahan ucap atau data pihaknya akan dihapus.
Kalau anda pendukung Pakde misalnya, maka andapun akan mencari "cannel" di media sosial yang judulnya memenangkan, menyanjung beliau paska debat atau menjatuhkan Paklik dan demikian juga sebaliknya.Â
Untuk yang masih ragu memilih diantara keduanya, mungkin dicarinyalah berita dengan judul terheboh, walaupun isinya nihil.
Jadi, menurut saya, apapun yang tersaji pada debat presiden, hanya berarti jika tim sukses masing-masing dapat meracik, membumbui, menghidangkan bahan baku yang "real" tadi menjadi sebuah menu makanan yang menggugah selera melalui tim "medsos" yang brilian, sambil berhati-hati jangan terlalu bersemangat memelintir sana-sini dan membumbui sana-sini sehingga seperti kasus "penganiayaan operasi plastik" dan kasus "7 kontainer surat suara tercoblos".
Karena yang mau direbut sekarang tinggal 30% golput dan "swing voter", tetapi 70 % warga sudah tahu pilihannya masing-masing.