Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Metafora Perang Versus Solidaritas Global Saat Pandemi

27 Mei 2020   21:15 Diperbarui: 27 Mei 2020   21:13 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ya, penggunaan metafora perang melahirkan kategorisasi-kategorisasi secara diam-diam, misalnya di dalam suatu perang kita tak lagi warga negara, kita sekarang adalah "tentara". Para politisi menuntut kepatuhan dan patriotisme ketimbang kesadaran dan solidaritas.


Secara tersamar kita telah melihat kategorisasi-kategorisasi ini, di hampir seantero dunia, banyak negara berubah cenderung menjadi otoriter yang berbahaya, seperti di Hongaria, dimana Perdana Menteri Viktor Orban meraih kekuasaan dalam keadaaan darurat dan peraturan-perundangan dengan keputusannya.


Hal yang sama terjadi di Filipina, Presiden Rodrigo Duterter, di dalam konteks UU Darurat Nasional, meraih hak untuk menghukum orang-orang yang menyebarkan "informasi palsu" mengenai pandemi, sebuah hak yang dapat dengan mudah digunakan untuk meredam perbedaan pendapat politik.
Di Kerajaan Inggris Raya, negara dengan instittusi-institusi demokratis yang kuat, RUU Virus Corona memberikan pemerintah kekuasaan untuk menahan dan mengisolasi orang, melarang pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat umum termasuk protes-protes dan menutup pelabuhan-pelabuhan dan bandara-bandara. Menteri Kesehatan Inggris Raya pun dengan keras mengatakan: "We will fight this virus eith everything we have. We are in a war against an invisible killer and we have to do everything we can to stop it."


Lagi pula, mendefinisikan pandemi sebagai perang tak terelakan melahirkan kebutuhan untuk mengidentifikasi musuh. Musuh disini adalah virus corona, namun banyak politisi telah menambahkan kualifiaksi-kualifikasi yang lain terhadap virus si musuh, misalnya pernyataan "China Virus" yang dilontarkan oleh Presiden Trump dan para pembuat kebijakan Amerika lainnya, telah mengobarkan semangat rasisme terhadap orang Asia di Amerika Utara.


Di Indonesia, pemerintah mengeluarkan perppu Nomor 1 Tahun 2000 yang memberikan pemerintah memiliki kekuasaan untuk menetapkan status PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar dimana pemerintah memiliki kekuasaan yang menahan dan mengisolasi orang, melarang pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat umum termasuk unjuk rasa.


Di dalam Perppu ini, selain memberikan kekuasaan yang besar kepada pemerintah juga memberikan imunitas bagi pejabat negara pelaksana Perppu dan juga memberikan kekebalan hukum kepada pejabat negara yang mengambil segala tindakan berdasarkan Perppu bukan lah obyek gugatan yang bisa diajuikan ke pengadilan. Dengan demikian pejabat negara  tidak bisa dituntut dan dipidana. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadiakn penguasa atau pejabat negara bisa menyalahgunakan kekuasaan selama masa darurat pandemi, cenderung menjadi otoriter, tidak demokratis.



PSBB atau keadaan darurat pandemi virus corona kemudian oleh negara dijadikan alat untuk meredam suara-suara kritis yang mencari keadilan, misalnya pelarangan kaum buruh atau pekerja yang akan unjuk rasa mencari keadilan menolak RUU Cipta Kerja (RUU Omnibus Law), jika tetap melakukan unjuk rasa akan dibubarkan dengan paksa oleh Kepolisian. Dengan alasan keadaan darurat pandemi virus corona, kepolisian menangkap tiga aktifis kamisan yang merupakan mahasisa di malang.  Mereka ditangkap dengan tuduhan penghasutan, padahal mereka hanya menyarakan ketidak adilan sosial di dalam masyarakat.


Kita juga masih melihat tindakan tutup paksa kios-kios, warung-warung kecil, penjaja makanan di pinggir-pinggir jalan, juga merupakan tindakan over reaksi atau semena-mena dengan alasan PSBB atau darurat pandemi virus corona. Karena kios-kios kecil, warung-warung kecil dan penjaja makanan di pinggir jalan sejak pandemi virus corona merebak, jumlah pembeli dan pengasilan mereka sudah menurun drastis, sepinya pembeli berarti yang datang ke toko atau warung mereka juga sehari juga kurang dari 10 orang, itupun tak datang sekaligus, tetapi paling tidak mereka masih bisa makan dari usaha mereka tersebut. Terus kalau mereka dipaksa tutup, habis sudah pendapatan mereka, lalu mereka makan apa. Sementara pemerintah tidak memberikan kompensasi apa-apa akibat hilangnya pendapatan mereka karena dipaksa tutup.


Kita juga melihat banyak orang yang memusuhi orang yang positif corona, memusuhi tenaga medis yang berhadapan langsung dengan pasien Covid 19. Ini juga dampak dari narasi-narasi perang yang melihat virus sebagai musuh, dan karena virus tak bisa mereka lihat, maka yang mereka 'musuhi' adalah orang yang terjangkit virus Covid 19. Lebih baik memberikan penerangan kepada masyarakat dalam ruang lingkup kesehatan mengenai virus Covid 19 ketimbang memberikan narasi-narasi perang yang kontra produktif.


Bukan juga kebetulan, metafora perang semakin mendapat tempatnya dengan ditunjuknya perwira tinggi militer oleh Presiden Joko Widodo sebagaii Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 dan menteri kesehatan (yang menentukan diterima dan ditolaknya pengajuan PSBB oleh kepala daerah) juga dijabat perwira militer


Di sisi lain, selain negara yang cenderung menjadi otoriter semasa darurat pandemi virus corona ini, ada fenomena menarik yang menonjol yaitu makan menyebar luasnya jaringan organik yang berbasis gotong royong (mutual aid). Dari level jalanan sampai ke atas, dan seringkali dengan bantual media sosial, sejumlah besar orang-orang mengorganisisr jaringan solidaritas untuk saling membantu, terutama membantu orang-orang yang paling rentan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun