Menurut seorang sosiolog dari Universitas Wageningen, Dik Roth, salah satu tekanan terbesar pada budaya pertanian irigasi di Bali adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi infrastruktur dan fasilitas wisata. Selain itu, pembangunan infrastruktur wisata besar-besaran juga mengakibatkan pengalihan fungsi air dari irigasi menjadi penyuplai kebutuhan wisatawan. Inilah sumber dari degradasi sumber daya air di Bali. Â
Sesungguhnya, pariwisata dapat dipahami sebagai sebuah bentuk dari sistem sosio-ekologis, yang mengasumsikan adanya interaksi kompleks yang saling memengaruhi antara unsur manusia, aktivitas sosial dan ekonomi, aktor dan institusi, dengan lingkungan hidup. Pariwisata memanfaatkan unsur-unsur lingkungan hidup sebagai sumberdaya dalam menggaet wisatawan. Ini bisa berbentuk daya tarik alam atau daya tarik budaya.Â
Namun, pariwisata juga memerlukan infrastruktur fisik untuk menunjang lancarnya kegiatan pelancongan. Di sinilah letak masalahnya karena seringkali industri pariwisata mengabaikan lingkungan alam demi terbangunnya fasilitas wisata. Kebudayaan Bali memiliki keunikan tersendiri dalam memahami interaksi antara manusia, Tuhan, dan alam, yang mewujud dalam falsafah Tri Hita Karana. Pola-pola pembangunan sarana pariwisata yang berbasis pada nilai-nilai luhur Bali sudah selayaknya dijalankan, sehingga pariwisata, lingkungan alam, dan dinamika sosio-ekonomi masyarakat Bali dapat berjalan beriringan.###
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI