Kesadaran penyedia jasa wisata dan wisatawan, sebagai end-user produk wisata, menjadi poin krusial dalam memulai kembali turisme Tanah Air. Kampanye CHSE (cleanliness, health, safety, environment sustainability) oleh Pemerintah tidak hanya perlu dalam bentuk sertifikat.Â
Yang lebih penting adalah melembagakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip utamanya. Untuk itu, maka diperlukan upaya-upaya internalisasi perilaku sehat dalam konteks wisata.
Terakhir, adopsi cara berpikir resiliensi (resilience thinking) dapat diplikasikan sebagai alternatif perspektif pengembangan pariwisata Tanah Air pasca-pandemi.Â
Perspektif ini menekankan pada kapasitas suatu sistem, termasuk sistem pariwisata, dalam menyerap segala bentuk gangguan (disturbance), dalam bentuk bencana alam, krisis ekonomi, pageblug, terorisme, dan sejenisnya.Â
Dalam cara berpikir ini, kemampuan untuk adaptif (adaptif capacity) lebih ditekankan daripada mengelola atau mengendalikan dampak.Â
Pandemi, apa pun penyakitnya, adalah sebuah disturbance yang menggoncang sebuah sistem. Dalam konteks pandemi kali ini, dunia pariwisata dituntut untuk adaptif dalam bentuk penyesuaian format atau bentuk pariwisata, perilaku wisatawan, dan tata kelola destinasi. Â Â