Mohon tunggu...
Putri Yuni
Putri Yuni Mohon Tunggu... -

biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Memaknai Tawa

17 April 2015   15:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mengapa sebagian besar dari kita akan tertawa ketika melihat orang jatuh? Ketika melihat di acara televisi swasta, hiburan di sore hari acap kali diramaikan dengan reality show yang isinya crew TV tersebut menjahili pejalan kaki atau selebritis yang menjadi target. Apa yang membuat acara itu menjadi penghibur khalayak umum?

Humor adalah fenomena yang sulit dideskripsikan.  Alasan orang tertawa bisa ditilik lebih lanjut ke dalam psike mereka. Teori analisis psikologi dari Carl Jung bisa membantu menjelaskan dibalik tawa seseorang. Untuk menguraikan teori humor dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang berbeda, pertama digunakan teori filsafat yang dikemukakan oleh Aaron Smuts (2006) di dalam bukunya Internet Encyclopedia of Philosophy. Aaron menuliskan 4 teori yaitu:


  1. Teori Keganjilan (incongruity) yaitu teori yang memandang humor sebagai respons dari keganjilan ambiguitas, kemustahilan, ketidak keterkaitan, dan ketidak sopanan.
  2. Teori Superioritas (superiority) menurut Thomas Hobbes, humor muncul karena adanya perasaan "menang" ketika kita menyadari kita lebih tinggi dibanding orang lain.
  3. Teori Kelegaan (relief theory) yang dihubungkan dengan ide Sigmund Freud dan Herbert Spencer, mereka memandang humor sebagai cara melepaskan atau menghemat energi yang disebabkan oleh represi.
  4. Teori Bermain (Play theory) adalah teori yang mengklasifikasikan humor sebagai bentuk permainan. Para teoris hanya menyuruh kita untuk melihat humor sebagai ekstensi dari sebuah permainan.


Untuk mengerti definisi dari humor, beberapa bidang keilmuan harus disatukan; seperti ilmu filsafat, psikologi, sosiologi, antrhopologi, ilmu sosial, ilmu kognitif, fisiologi dan kedokteran, seni, sastra, periklanan dan lain-lain, karena humor berkaitan dengan segala aspek dari kepribadian manusia, struktur tubuh (somatis) dan mental serta segala kegiatan yang membuat kita manusia. Bahkan kenyataan bahwa anak-anak pun, menurut beberapa pakar, mengenal humor. Akan tetapi pada saat bersamaan sulit bagi kita untuk mengerti definisi dan arti humor itu sendiri.

Ketika kita mencoba mendeskripsikan humor, yang kita ketahui adalah tiga hal:


  • Ciri-ciri  yang menunjukan karakteristik dari humor
  • Fungsi atau tujuan dari humor tersebut
  • Subjek atau topik yang dijadikan humor.


Ciri penting dari humor adalah keberadaan keganjilan (incongruity) yang tercipta dan resolusi dari keganjilan itu (incongruity resolution). Ciri lain yang biasanya terdapat dari humor adalah ambiguitas, sesuatu yang dilebih-lebihkan (exaggeration), sesuatu yang dikurang-kurangkan (understatement), kezaliman (hostility), ironi, keadaan sekitar dan situasi yang tiba-tiba, superioritas, rasa terkejut, ketegangan and kelegaan (tension and relief), kejahilan (A trick or twist), permainan kata-kata, gambaran secara visual (visual imagery).

Thomas Hobbes berkata bahwa ciri-ciri dari humor adalah mentertawakan orang yang kita rasa lebih inferior daripada kita. Ini disebut teori superioritas tapi kemudian filosofer Frances Hutcheson berargumen bahwa yang sebenarnya kita tertawakan adalah keganjilan atau keanehan. Kita hanya menertawakan binatang yang memiliki unsur manusia, kita menertawakan orang yang jatuh terpeleset kulit pisang karena ada ketidakpasan antara ekspetasi kita dan situasi yang terjadi.


Fungsi dari humor secara psikologis adalah untuk membuat menghibur, membangun rasa superioritas, mendapatkan kendali, membujuk, menyelamatkan harga diri, dan untuk mengetes batas seseorang. Fungsi humor secara intelektual adalah untuk menghibur, untuk mendidik, untuk membangun kesangkutpautan, untuk membandingkan tulisan (secara metafora atau langsung).

Subjek dari humor melingkupi hal-hal yang kita sangsikan untuk dibicarakan di kehidupan sehari-hari; seperti identitas suku, politik, peran sexual dan skatologi, pekerjaan, agama dan sistem kepercayaan. Bahkan biasanya hal-hal yang dari dulu dianggap tabu seperti kata-kata vulgar, kata-kata kasar, bagian-bagian tubuh tertentu, seks, dan hal yang berbau cabul. Serta hal-hal yang baru belakangan ini menjadi topik tabu yang baru seperti; isu GLBTQ, orang penyandang cacat, orang berumur dan berbedaan suku. Sehingga ada jenis humor yang terselubung untuk menyebar kebencian Lalu bagaimana humor itu sendiri? Apa yang tercermin didalam sebuah humor? Semua teori humor menerangkan sifat yang berbeda-beda.

Konsep Jung tentang Struktur dari Psikis

Untuk meninjau teori humor dari sudut pandang psikologi, ada beberapa konsep yang harus didefinisikan. Jung membagi struktur psikis menjadi sadar (conscious) dan tak sadar (unconscious). Ada juga  ketidaksadaran personal  (personal unconscious) dan ketidaksadaran kolektif (collective unconscious)

Personal unconscious berisikan pengalaman pengalaman yang ditekan,dilupakan,dan yang gagal menimbulkan kesan sadar. Personal conscious juga berhubungan dengan bawaan lahir seperti masa kecil, keluarga, suku dan karakter bawaan dari budaya tempat dimana seseorang dilahirkan.

Collective unconscious adalah lapisan terdalam dalam struktur pribadi seseorang. Semua orang memiliki susunan pola yang sama. Maka dari itu collective unconscious bersifat universal, juga identik antara manusia satu dengan yang lain. Collective unconscious ini terdiri dari beberapa archetype. Bentuk-bentuk archetype ini menciptakan simbol-simbol yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan, yang dianut oleh generasi tertentu secara hampir menyeluruh dan kemudian ditampilkan berulang-ulang pada beberapa generasi berikutnya. Kita tidak bisa mengamati collective unconscious secara langsung, tapi hal ini mempunyai dampak besar terhadap kepribadian dan insting seseorang dengan asal bagaimana mereka dibesarkan.

Archetypes adalah suatu gambaran kuno yang diperoleh dari collective unconscious. Archetypes ini berbeda dengan insting yang didefinisikan Jung sebagai impuls fisik yang tidak sadar dan dinyatakan melalui sebuah tindakan.  Jung memandang archetypes ini sebagai pasangan antara fisik dari insting. Archetypes dan insting ini adalah dari ketidaksadaran (unconscious) dan keduanyalah dapat membentuk kepribadian. Archetypes ini memiliki basis biologis tetapi sebenarnya berasal dari pengalaman-pengalaman yang diulang oleh nenek moyang manusia. Ketika pengalaman manusia berkorespondensi dengan gambaran primodial yang laten, maka archetypes akan aktif. Archetypes ini sangat banyak dan berpotensi muncul.

Archetypes ini tidak bisa diwakili secara langsung, tetapi ketika aktif, ia akan mengekspresikan dirinya melalui beberapa bentuk, seperti mimpi, fantasi, dan delusi. Mimpi adalah sumber utama dari archetypal materi. Mimpi ini dapat menghasilkan motif-motif yang tidak diketahui oleh subjek yang adalah pengalaman pribadinya.

Beberapa konsep dari archetypes :

Persona yang merupakan topeng yang dipakai manusia sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat serta terhadap kebutuhan archetypal sendiri.

Anima & Animus merupakan elemen kepribadian yang secara psikologis berpengaruh terhadap sifat bisexual manusia. Anima adalah archetype sifat kewanitaan (feminine) pada laki-laki, sedangkan animus adalah archetype sifat kelelakian (maskulin) pada perempuan.

Shadow adalah archetype yang terdiri dari insting-insting binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah kebentuk yang lebih tinggi.

Self, yang secara bertahap menjadi titik pusat dari kepribadian yang secara psikologis didefinisikan sebagai totalitas psikis individual dimana semua elemen kepribadian terkonstelasi disekitarnya. Self membimbing manusia kearah self-actualization, merupakan tujuan hidup yang terus-menerus diperjuangkan manusia tetapi jarang tercapai.

Kebanyakan humor berasal dari shadow (bayangan). Shadow merupakan representasi dari semua hal yang berasal dari budaya bawaan atau dari lahir seseorang yang tidak dapat dikemukakan secara langsung. Maka dari itu setiap budaya memiliki shadow mereka sendiri dan setiap budaya mengembangkan shadow mereka. Seperti lelucon gay atau banci (transgender) cukup berkembang di masyarakat Indonesia, maka dari itu banci sudah menjadi cultural shadow.

Bila kita kaji salah satu tema Jung yaitu Shadow ini adalah pikiran bawah sadar pribadi yang ingin menunjukkan kepada dunia luas. Ketika berkonfrontasi dengan Shadow, kita cenderung merasa tidak nyaman karena itu menunjukkan kepada kita kelemahan kita sendiri atas tidakmampuan kita. Ketika dihadapkan dengan shadow kita merasa bersalah dan malu pada diri sendiri bahwa dan kita tetap menyembunyikan kelemahan itu. Shadow itu adalah bagian dari alam bawah sadar bahwa semua masalah kita dapat dilupakan.

Shadow  ini juga bisa muncul sebagai Trickster dapat  kita lihat sebagai dilihat persamaan kolektif dari shadow yang merupakan sifat amoral primitif sikap pada manusia dan menghambat kemajuan individuasi yang dapat dilihat dalam mitos sebagai tokoh badut atau setan.

Humor terbaik adalah humor yang ditunjukan kepada diri sendiri karena yang lainnya kemungkinan besar adalah proyeksi dari shadow. Kesimpulannya, tiap orang mempunyai selera humor yang berbeda-beda karena setiap individu mempunyai perkembangan psike yang tidak sama. Dan dari tawa seseorang bisa menjadi cermin kepribadiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun