Mohon tunggu...
Pocut Ghina Shabira
Pocut Ghina Shabira Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswi

Traveler. Blogger. Bollywood Lover.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aceh, Setangkai Payung yang Patah

27 Maret 2019   16:08 Diperbarui: 27 Maret 2019   16:22 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hotel Atjeh, Kutaradja (Banda Aceh) - https://hiveminer.com 

Bangsa Indonesia seperti halnya kita ketahui dari berbagai sumber sejarah, pernah dijajah oleh beberapa bangsa Eropa maupun Asia selama berabad-abad. Adalah Belanda diantaranya, yang berdiam di negeri ini selama kurang lebih 3,5 abad lamanya, dan Jepang selama 3,5 tahun. Hampir seluruh penjuru nusantara telah dijajakinya, terkecuali 2 daerah, Aceh dan Yogyakarta.

Bukannya para penjajah tak berminat untuk datang ke daerah tersebut, terkhusus Aceh. Rangkaian usaha untuk dapat menduduki Aceh sudah dilakukan segala cara oleh para kompeni, namun hasilnya nihil. Semangat rakyatnya yang menggelora membuat penjajah kewalahan dalam menghadapi perlawanan rakyat Aceh. 

Kekuatan rakyat Aceh bukan hanya semata-mata melawan penjajah saja, tetapi juga dalam hal lainnya. Muhammad Daud Beureuh, seorang ulama (teungku) yang sangat disegani kala itu oleh masyarakat Aceh. Ia merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia yang tak pernah gentar menghadapi para musuh yang menjajah tanah air. 

Dari panjangnya perjalanan sejarah pasca kemerdekaan, pada suatu waktu tepatnya di Lapangan Terbang Lhoknga, Aceh Besar, tanggal 15 Juni 1948. Ribuan rakyat berkumpul mengelu-elukan pendaratan satu pesawat bersejarah milik Indonesia, yakni Dakota. Dari dalam burung besi tersebut muncullah sang proklamator, Presiden Soekarno, yang menebarkan pandangannya ke sekitar massa yang hadir. Setapak demi setapak beliau menuruni tangga pesawat. Hari itu menjadi salah satu catatan sejarah kunjungan pertama Bung Karno ke Tanah Rencong.

Di lapangan itu pula rakyat Aceh menyambut Bung Karno dengan seruan, "Merdeka!" Para petinggi Aceh pun menyapa dengan senyum terkembang. Di ujung tangga pesawat, ada Residen Aceh, Teuku Muhammad Daudsyah. Ia juga ditemani "orang kuat" Serambi Mekah; Daud Beureueh, yang kala itu berpakaian lengkap layaknya perwira militer dan menyalami Soekarno dengan akrab. Mereka saling membungkuk hormat.

Perlu diketahui saat itu kondisi Indonesia masih belum sepenuhnya terlepas dari jeratan penjajah Belanda. Pertempuran bisa pecah kapan saja. Namun, lain halnya dengan suasana di Aceh. Sebagai gubernur militer, Daud Beureueh ternyata mampu mengatasi situasi tersebut. Aceh terasa aman dan tertib, bahkan pemerintah lokal mampu membuka kontak dagang dengan luar negeri. Tak salah jika Bung Karno melabel Aceh sebagai "modal republik".

Soekarno tampaknya sangat bergairah saat berkunjung ke Aceh kala itu. Beliau bertemu pemuda dan pelajar Aceh di Gedung Bioskop Garuda, Kutaraja. Ia sempat berseru demikian, "Insyaallah, sekalipun Republik kita tinggal setangkai payung, tangkainya di Aceh, payungnya di Yogyakarta. Aceh dapat dijadikan daerah modal untuk merebut kembali wilayah Republik yang kini diduduki Belanda!"

Puncak lawatan politik itu tentu saja pertemuan antara Bung Karno dan Beureueh. Sehari sebelum bertolak kembali ke Yogyakarta, Bung Karno menerima para ulama di pendopo keresidenan. Beureueh didampingi dua tokoh penting Aceh lainnya; Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri dan Teungku Hasan Krueng Kalee.

Pada 15 Oktober 1945, hanya dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tiga ulama tersebut turut menandatangani "Makloemat Oelama Seluruh Atjeh". Isinya, mengajak seluruh rakyat Aceh berdiri di belakang "mahapemimpin Soekarno, untuk menunggu perintah dan kewajiban yang akan dijalankan". Pernyataan itu disebar ke seluruh Aceh dengan menegaskannya sebagai perjuangan suci: "perang sabil". 

Sekarang, sang proklamator pemimpin Republik itu ada di depan mata. Di pendopo itu kembali Soekarno meminta kepada Beureueh agar Aceh mempertahankan Republik Indonesia sampai tetes darah terakhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun