Pura tanah Lot menjadi destinasi terakhir kami di Bali. Dari tempat ini, terbersit makna baru dari Pura yang mungkin belum pernah terpikirkan sebelumnya.
Bentuknya hampir menyerupai kapal. Ia berlabuh selamanya, tenang di hadapan hempasan ombak. Bersama Santo Augustinus dari Hippo kita berseru: Hatiku gelisah sampai beristirahat dalam dikau, Ya Allahku.
Bergerak sedikit ke anjungan yang lebih tinggi, sapuan angin sore membawaku pada kisah nabi Elia. Bukan badai, tetapi angin sepoi-sepoi basah yang menyejukkan jiwa.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!