Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Menilai Orang dari Penampilan!

30 Agustus 2021   23:43 Diperbarui: 30 Agustus 2021   23:47 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pelajaran hidup yamg saya peroleh selama di Ubud, Bali : agar JANGAN Menilai orang dari Penampilan fisiknya.... "Don't Judge a Book by it's Cover!"  Jangan hanya melihat dengan "mata fisik", tapi lihatlah dengan "mata batin" sehingga kita bisa lebih tepat dalam memperlakukan orang lain.

Owner hotel tempat saya menginap selama seminggu di sebelah Monkey Forest sungguh sangat sederhana.  Apalagi ia mau mengerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaan "kasar" termasuk memotong tanaman dan mengusir monyet  dari Monkey Forest yang masuk ke hotel karena kelaparan.

Jika tak diberitahu pegawai restoran bahwa ialah Owner hotel dan restoran, saya takkan menyangka itu (maaf karena ketika pertamakali melihatnya, ia sedang memangkas tanaman hotel, maka saya sempat menyangkanya sebagai "tukang kebun hotel") . Setelah berkenalan dan berdialog dengannya, makin nyata bahwa ia pribadi yang sederhana. 

Pertemuan terakhir saya dengan beliau adalah ketika saya akan checkout dari hotelnya. Saat itu ia sedang berkubang di lumpur karena membantu membajak Sawah yang ada di hotelnya. Di tengah urusannya itu, saya mengajaknya sejenak untuk berfoti "perpisahan" dan beliau bersedia.  Ini fakta pertama yang mengkoreksi asumsi saya tentang orang di Bali.

Dokpri
Dokpri

Owner hotel tempat saya menginap sekarang, tempat langganan para turis bule yang ingin berlatih yoga di Ubud, juga jauh dari kesan "orang kaya" yang dandy dan berpenampilan "wah". Malah penampilannya lebih mirip resi dan brahmana. Walau bersahaja sangat jelas kharisma dan kecerdasannya. Maklum ia Master Yoga, Healer dan pimpinan Ashram. Foto di bawah adalah foto terbaru sore ini setelah saya pulang dari Pasar Seni Sukawati. Beliau sedang membawa gunting besar untuk memotong tanaman di taman hotel. Saya meminjamnya untuk bergaya. Saya bilang "Saya pinjam ya Master, supaya kelihatan saya sedang Bekerja di Bali"...  Ini fakta kedua yang mengkoreksi "asumsi" saya tentang penampilan owner hotel bonafide di Bali.

Dokpri
Dokpri

Kejadian ketiga terjadi baru saja sore ini. Sepulang dari Pasar Seni Sukawati, ketika memperpanjang  nginap di hotel sekarang, bertemu 2 orang Jakarta yang sudah 6 bulan tinggal di Bali. Dengan "sok tahu", ketika ngobrol dengan mereka, saya keceplosan "Ini Anak Ibu?" sambil merujuk pria di samping yang tampaknya "lebih muda". Wanita itu tersipu, saling memandang dengan proa di sebelahnya dan mengkoreksi saya "Ini Suami saya".

Bagai "tertampar", saya langsung minta maaf karena telah menyinggung  perasaan wanita itu. Sang wanita tampaknya "tidak tersinggung", malah tertawa-tawa dan bilang "paling nanti dia Ge-er" sambil disambut tawa kecil suaminya yang "awet muda".

 Sungguh itu kesalahan fatal yang TIDAK boleh saya ulangi lagi... berasumsi bahwa pria itu anaknya hanya karena terlihat lebih muda. Saya seharusnya lebih peka pada perasaan orang lain. Sampai saat ini saya masih merasa bersalah, jika saya ada di posisi wanita itu pasti saya merasa "tua" karena dianggap "emak" suaminya. Sungguh keterlaluan ucapan saya yang nyeplos begitu saja itu, tidak dipikir panjang. Sungguh mohon maaf.

.Sesungguhnya ini bukan yang pertamakali, saya sudah beberapa kali di Ubud melihat orang yang berlatih YOGA berwajah lebih muda dari usia sebenarnya. Berlatih Yoga akan membuat awet muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun