Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Tiap Jam Tiga Orang Meninggal: Berkendara Bukan untuk Menyerahkan Nyawa

8 November 2021   07:02 Diperbarui: 8 November 2021   07:04 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi jalan tol yang cukup lengang sering menjadi godaan ngebut saat berkendara. | Foto: gridoto.com

Ajal seseorang memang tidak ada yang tahu kapan datangnya tapi sebagai manusia kita diwajibkan untuk menjaga kehidupan yang sudah diberikan. 

Selanjutnya manusia diberikan akal untuk berpikir. Fitrah berpikir ini yang menjadikan manusia makhluk sempurna yang diciptakan Tuhan. Tapi sayangnya (atau untungnya) proses berpikir manusia tidak tunggal, tiap orang punya caranya masing-masing. Belum lagi adanya berbagai variabel yang mempengaruhi cara berpikir orang dalam mengambil keputusan.

Baik itu dari pengalaman, pendidikan, agama, budaya yang dianut, referensi, dan atribut-atribut lain. Sehingga sebuah keputusan bagaimana pun dibuat telah melalui proses yang panjang di dalam diri masing-masing individu. 

Manusia melalui akalnya sering membuat celah sendiri terhadap apa-apa yang sudah disepakati bersama baik secara tertulis melalui peraturan dan undang-undang juga aturan tak tertulis seperti adat kebiasaan mau pun common sense kita sebagai manusia.

Salah satunya adalah saat berkendara di jalan. Menurut data kepolisian rata-rata setiap jam ada 3 orang meninggal akibat kecelakaan kendaraan. Berarti ada 72 nyawa melayang dalam sehari. Bararti ada 2.160 dalam sebulan, dan sekitar 26.000 dalam setahun.

Belum lagi yang mengalami luka berat maupun ringan akibat kecelakaan kendaraan yang membuat jumlah korban lebih besar lagi. 

Sedihnya faktor manusia adalah yang terbesar yaitu 61% terkait dengan kemampuan dan karakter pengemudi. Lalu 9% faktor kendaraan terkait pemenuhan teknik laik jalan kendaraan. Dan 30% faktor prasarana dan lingkungan terkait kondisi jalanan dan lingkungan jalan. 

Dari sini saya ingin mengaitkan dengan tulisan di awal bahwa manusia yang mempunyai akal saja tidak cukup dalam mematuhi peraturan yang ada. Manusia selalu mempunyai celah untuk melanggar sesuatu yang sudah disepakatinya sendiri. 

Mengemudi terlihat mudah, belajar sejam dua jam mungkin banyak yang bisa. Akan tetapi kemampuan berkendara yang baik tidak bisa dilakukan secara instan. Tidak hanya memerlukan kecerdasan akal, mana rem mana gas. Tapi juga memerlukan kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual.

Saat berkendara harus punya mental yang stabil. Saat berkendara harus menghormati sesama pengguna jalan. Saat berkendara ada nyawa yang sedang dijaga. Hal-hal ini yang perlu disadari sehingga kecelakaan akibat kelalaian manusia bisa ditekan. 

Oleh sebab itu prosedur mendapatkan SIM alias surat izin mengemudi jika dijalankan dengan benar tidaklah mudah. Faktor umur, kesehatan, psikologis, dan lainnya akan sangat menentukan. 

Lagi-lagi aturan ini yang sering dijadikan celah manusia untuk dilanggar. Proses mendapatkan SIM melalui calo tanpa tes seakan jamak dilakukan. Kendaraan tak laik jalan berkeliaran dibiarkan. 

Tak heran banyak pengemudi tak taat aturan bersliweran di jalan. Ngebut sembarangan dan ugal-ugalan. Padahal tindakannya tidak hanya merugikan dirinya sendiri tapi juga membahayakan orang lain. 

Saat melihat jalanan lengang seakan gatal ingin ngebut dengan kecepatan tinggi padahal aturan kecepatan maksimal ada aturannya. Belum lagi yang enteng melakukan hal lain seperti mainan ponsel lah, bercanda lah, atau hal lain yang mengganggu fokus mengemudi.

Sayangnya (sedihnya), menjadi manusia modern sepertinya tidak sesederhana manusia zaman dulu. Budaya, teknologi, dan pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan manusia modern sering kali  bermata dua. Salah satunya "pamer" di media sosial. Sedang ada di mana, melakukan apa, bersama siapa seakan menjadi kewajiban tanpa melihat kondisi.

Dalam setahun ada 26.000 nyawa melayang saat berkendara harusnya menjadi pelajaran bahwa berkendara bukan untuk menyerahkan nyawa. Ada berapa banyak orang-orang yang akan kehilangan, berduka, merana akibat lalai berkendara. 

Ada berapa banyak potensi yang hilang terbuang di keluarga, di masyarakat, di negara jika harus ada yang mati sia-sia karena lalai berkendara. 

Perlu kesadaran dari semua pihak agar jumlah korban kecelakaan di jalanan bisa ditekan. Pengemudi, aparat, pemerintah, harus bertanya lagi pada akal sehatnya, pada sumpah jabatannya, pada hati nuraninya. 

Berperilaku taat aturan main di segala lini kehidupan adalah tanda manusia yang bertanggung jawab, manusia yang cerdas, manusia yang berakal, manusia yang sesuai dengan fitrahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun