Oleh sebab itu prosedur mendapatkan SIM alias surat izin mengemudi jika dijalankan dengan benar tidaklah mudah. Faktor umur, kesehatan, psikologis, dan lainnya akan sangat menentukan.Â
Lagi-lagi aturan ini yang sering dijadikan celah manusia untuk dilanggar. Proses mendapatkan SIM melalui calo tanpa tes seakan jamak dilakukan. Kendaraan tak laik jalan berkeliaran dibiarkan.Â
Tak heran banyak pengemudi tak taat aturan bersliweran di jalan. Ngebut sembarangan dan ugal-ugalan. Padahal tindakannya tidak hanya merugikan dirinya sendiri tapi juga membahayakan orang lain.Â
Saat melihat jalanan lengang seakan gatal ingin ngebut dengan kecepatan tinggi padahal aturan kecepatan maksimal ada aturannya. Belum lagi yang enteng melakukan hal lain seperti mainan ponsel lah, bercanda lah, atau hal lain yang mengganggu fokus mengemudi.
Sayangnya (sedihnya), menjadi manusia modern sepertinya tidak sesederhana manusia zaman dulu. Budaya, teknologi, dan pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan manusia modern sering kali  bermata dua. Salah satunya "pamer" di media sosial. Sedang ada di mana, melakukan apa, bersama siapa seakan menjadi kewajiban tanpa melihat kondisi.
Dalam setahun ada 26.000 nyawa melayang saat berkendara harusnya menjadi pelajaran bahwa berkendara bukan untuk menyerahkan nyawa. Ada berapa banyak orang-orang yang akan kehilangan, berduka, merana akibat lalai berkendara.Â
Ada berapa banyak potensi yang hilang terbuang di keluarga, di masyarakat, di negara jika harus ada yang mati sia-sia karena lalai berkendara.Â
Perlu kesadaran dari semua pihak agar jumlah korban kecelakaan di jalanan bisa ditekan. Pengemudi, aparat, pemerintah, harus bertanya lagi pada akal sehatnya, pada sumpah jabatannya, pada hati nuraninya.Â
Berperilaku taat aturan main di segala lini kehidupan adalah tanda manusia yang bertanggung jawab, manusia yang cerdas, manusia yang berakal, manusia yang sesuai dengan fitrahnya.