Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Bogor-Jakarta yang Tak Lagi Sama

23 Februari 2020   09:45 Diperbarui: 23 Februari 2020   09:46 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tiap pagi kubawa cita, cinta, dan asa
pada gerbong yang mengular perkasa.
Meniti puluhan kilo di atas rel baja. Membentang jarak kota hujan menuju metropolitan. Setiap hari. Lima kali seminggu. Pulang pergi.

Sudah sepuluh tahun berlalu. Sejak aku berikrar denganmu menjadi kita. Membangun rumah dari keringat dan air mata. Meskipun berat tapi bersamamu bisa.

Lalu ada saat di mana aku tak tega. Tak rela melihatmu berlarian mengejar lalu terhimpit di dalam kereta. Bogor-Jakarta tak pernah sederhana buat perempuan berbadan dua.

Walau katamu sudah terbiasa. Lalu kita sepakat agar kamu di rumah saja. Demi buah hati tercinta. Agar tak kurang belai ibunda.

Bogor-Jakarta selalu ada cerita. Cerita suka maupun duka. Dari anak muda hingga kakek renta. Tentang petugas penjaga atau tentang oleh-oleh titipan buat teman kerja.

Seandainya pilihan itu ada. Aku ingin kita tetap di Banjarnegara. Hidup yang tak tergesa. Dekat buaian ibunda. Tak jauh dari sanak keluarga.

Tapi aku abdi negara. Yang harus siap di mana pun berada. Walaupun gaji pas seadanya. Kuturut Sang Punya Rencana.

Lalu anak kita jadi dua. Sebagai suami aku mungkin berdosa. Untuk pupurmu pun kadang tak ada. Kamu pun lalu buka usaha. Walau aku tak minta katamu biar tanggung jawab dibagi dua.

Tak perlu lama. Usahamu membumbung jaya. Hingga tak perlu lagi kamu minta. Dari gajiku yang tak seberapa. Aku bahagia saat kamu bahagia.

Ternyata lima tahun tak terasa. Kamu pun jadi jauh berbeda. Dengan uang yang kau punya. Aku seperti bukan siapa-siapa.

Aku masih naik kereta. Dari Bogor ke Jakarta. Masih dengan cita, cinta, dan asa yang sama. Tapi suasana sudah berbeda. Jalannya pun terasa beda. Apakah bertahan akan jadi sia-sia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun