Mohon tunggu...
Pitut Saputra
Pitut Saputra Mohon Tunggu... Freelance Adventure || Pelukis || Penulis || Seniman

Selalu ada cerita dalam setiap langkah perjalanan, karena hidup adalah sebuah petualangan.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Pagelaran Wayang Tradisi Dukuh Gebang Bersama Dukuh Cokro

7 Juni 2025   23:27 Diperbarui: 7 Juni 2025   23:32 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Kepala Desa Cokro Heru Budi Santosa menyerahkan simbolis wayang sebagai tanda pembuka || dok foto @pitutsaputra)

KLATEN-kompasiana.com

Di tengah gemerlap mentari senja yang perlahan meredup, Dukuh Gebang dan Dukuh Cokro, Desa Cokro, kecamatan Tulung, Klaten kembali menyuguhkan keajaiban tradisi melalui pagelaran wayang "Wisanggeni Rato". Suasana malam yang sarat magis seakan mengundang setiap insan untuk melupakan sejenak rutinitas harian dan larut dalam cerita yang sudah mengakar dalam perjalanan sejarah budaya Jawa. Malam itu, di pelataran SDN 1 Cokro, pertunjukan tidak sekadar menjadi tontonan visual, melainkan juga perjalanan spiritual yang menghubungkan kekayaan nilai leluhur dengan semangat inovasi zaman kini (07/06/2025).

Pada sesi kedua malam hari, para penikmat seni dihadapkan pada lakon legendaris yang disajikan dengan penuh dinamika. Cerita "Wisanggeni Rato" yang pernah diwariskan dari generasi ke generasi dikemas sedemikian rupa, sehingga kesan heroik, keadilan, dan kebijaksanaan tersaji dengan intensitas yang membakar semangat. Panggung yang disulap dengan pencahayaan sederhana, namun dipenuhi aura sakral, berhasil menciptakan ruang di mana setiap gerak, suara, dan bayangan bayang-bayang kulit menjadi medium penyampaian pesan moral yang mendalam.

(Pagelaran Wayang Kulit Wisanggeni Rato dilihat dari depan panggung || dok foto @pitutsaputra)
(Pagelaran Wayang Kulit Wisanggeni Rato dilihat dari depan panggung || dok foto @pitutsaputra)

Keajaiban pertunjukan ini tidak lepas dari peran dalang Kusni Kesdik Kesdo Lamon, sosok maestro yang dikenal dengan keahliannya dalam menghidupkan perjalanan cerita wayang. Dengan penguasaan intonasi yang merdu dan gerak tubuh yang presisi, beliau mampu menyajikan kisah klasik menjadi sebuah dialog yang mengajak penonton untuk merenung. Setiap babak disajikan dengan perpaduan emosi dan filosofi, membuat suasana seolah menjadi arena pertemuan antara mitos dan realita. Keberadaan dalang tersebut mengingatkan bahwa seni tradisional bukan hanya hiburan, melainkan jendela untuk memahami nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh nenek moyang.

Tak hanya itu, keikutsertaan bintang tamu dari Boyolali, Pentor dan Purwati, menambahkan dimensi istimewa pada pagelaran. Kehadiran mereka, dengan gaya khas yang bersahaja namun penuh karisma, memberikan warna baru pada penampilan tradisional. Setiap dialog yang terucap, setiap gerak tari yang dipertontonkan, semakin memperkaya narasi "Wisanggeni Rato" sehingga penonton terpikat dalam kisah yang penuh simbolisme dan harapan. Kolaborasi antara dalang, bintang tamu, dan seluruh pelaku seni menciptakan harmoni yang jarang terlihat, seakan mempertegas bahwa tradisi dapat berbicara dalam bahasa inovasi tanpa kehilangan esensinya.

(Kepala Desa Cokro Heru Budi Santosa menyerahkan simbolis wayang sebagai tanda pembuka || dok foto @pitutsaputra)
(Kepala Desa Cokro Heru Budi Santosa menyerahkan simbolis wayang sebagai tanda pembuka || dok foto @pitutsaputra)

Malam itu juga menyuguhkan momen tak terduga yang menggetarkan hati. Saat suasana dibuka oleh, Kepala Desa Cokro, Heru Budi Santosa, yang menyampaikan sambutan. Pidatonya tidak hanya menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang hadir, namun juga menekankan pentingnya sinergi antara masyarakat dan aparat pemerintahan dalam melestarikan budaya lokal. Kata-kata beliau yang menyentuh, seolah menyalakan lentera harapan bahwa tradisi merupakan fondasi kuat bagi identitas bangsa yang harus terus dijaga dan dikembangkan.

Menghampiri momen yang hampir seperti ritual tersebut, kehadiran tokoh penting dari ranah pemerintahan semakin memanaskan suasana. Di antara kerumunan, H. Didik Hariyadi, S.T., S.H., anggota DPR RI Komisi 11 dari Fraksi PDIP, dan Ginanjar Damar Pamenang, S.H., M.H. dari Kejaksaan Agung RI, turut menyemarakkan panggung budaya ini. Kedua figur tersebut, dengan sikap hangat dan keterlibatan langsungnya, menyuarakan dukungan mereka terhadap pelestarian seni tradisional. Kehadiran mereka bukan hanya simbol apresiasi, tetapi juga perwujudan bahwa lembaga pemerintahan pun memandang serius peranan budaya dalam pembentukan karakter dan pertumbuhan ekonomi lokal.

(Kepala Desa Cokro,H. Didik Hariyadi DPR RI dan  Ginanjar Damar Pamenang dari Kejagung RI || dok foto @pitutsaputra)
(Kepala Desa Cokro,H. Didik Hariyadi DPR RI dan  Ginanjar Damar Pamenang dari Kejagung RI || dok foto @pitutsaputra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun