KLATEN-kompasiana.com
Di tengah gemerlap mentari senja yang perlahan meredup, Dukuh Gebang dan Dukuh Cokro, Desa Cokro, kecamatan Tulung, Klaten kembali menyuguhkan keajaiban tradisi melalui pagelaran wayang "Wisanggeni Rato". Suasana malam yang sarat magis seakan mengundang setiap insan untuk melupakan sejenak rutinitas harian dan larut dalam cerita yang sudah mengakar dalam perjalanan sejarah budaya Jawa. Malam itu, di pelataran SDN 1 Cokro, pertunjukan tidak sekadar menjadi tontonan visual, melainkan juga perjalanan spiritual yang menghubungkan kekayaan nilai leluhur dengan semangat inovasi zaman kini (07/06/2025).
Pada sesi kedua malam hari, para penikmat seni dihadapkan pada lakon legendaris yang disajikan dengan penuh dinamika. Cerita "Wisanggeni Rato" yang pernah diwariskan dari generasi ke generasi dikemas sedemikian rupa, sehingga kesan heroik, keadilan, dan kebijaksanaan tersaji dengan intensitas yang membakar semangat. Panggung yang disulap dengan pencahayaan sederhana, namun dipenuhi aura sakral, berhasil menciptakan ruang di mana setiap gerak, suara, dan bayangan bayang-bayang kulit menjadi medium penyampaian pesan moral yang mendalam.
Keajaiban pertunjukan ini tidak lepas dari peran dalang Kusni Kesdik Kesdo Lamon, sosok maestro yang dikenal dengan keahliannya dalam menghidupkan perjalanan cerita wayang. Dengan penguasaan intonasi yang merdu dan gerak tubuh yang presisi, beliau mampu menyajikan kisah klasik menjadi sebuah dialog yang mengajak penonton untuk merenung. Setiap babak disajikan dengan perpaduan emosi dan filosofi, membuat suasana seolah menjadi arena pertemuan antara mitos dan realita. Keberadaan dalang tersebut mengingatkan bahwa seni tradisional bukan hanya hiburan, melainkan jendela untuk memahami nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh nenek moyang.
Tak hanya itu, keikutsertaan bintang tamu dari Boyolali, Pentor dan Purwati, menambahkan dimensi istimewa pada pagelaran. Kehadiran mereka, dengan gaya khas yang bersahaja namun penuh karisma, memberikan warna baru pada penampilan tradisional. Setiap dialog yang terucap, setiap gerak tari yang dipertontonkan, semakin memperkaya narasi "Wisanggeni Rato" sehingga penonton terpikat dalam kisah yang penuh simbolisme dan harapan. Kolaborasi antara dalang, bintang tamu, dan seluruh pelaku seni menciptakan harmoni yang jarang terlihat, seakan mempertegas bahwa tradisi dapat berbicara dalam bahasa inovasi tanpa kehilangan esensinya.
Malam itu juga menyuguhkan momen tak terduga yang menggetarkan hati. Saat suasana dibuka oleh, Kepala Desa Cokro, Heru Budi Santosa, yang menyampaikan sambutan. Pidatonya tidak hanya menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang hadir, namun juga menekankan pentingnya sinergi antara masyarakat dan aparat pemerintahan dalam melestarikan budaya lokal. Kata-kata beliau yang menyentuh, seolah menyalakan lentera harapan bahwa tradisi merupakan fondasi kuat bagi identitas bangsa yang harus terus dijaga dan dikembangkan.
Menghampiri momen yang hampir seperti ritual tersebut, kehadiran tokoh penting dari ranah pemerintahan semakin memanaskan suasana. Di antara kerumunan, H. Didik Hariyadi, S.T., S.H., anggota DPR RI Komisi 11 dari Fraksi PDIP, dan Ginanjar Damar Pamenang, S.H., M.H. dari Kejaksaan Agung RI, turut menyemarakkan panggung budaya ini. Kedua figur tersebut, dengan sikap hangat dan keterlibatan langsungnya, menyuarakan dukungan mereka terhadap pelestarian seni tradisional. Kehadiran mereka bukan hanya simbol apresiasi, tetapi juga perwujudan bahwa lembaga pemerintahan pun memandang serius peranan budaya dalam pembentukan karakter dan pertumbuhan ekonomi lokal.
Dalam interaksi yang terjadi usai sambutan, H. Didik Hariyadi sempat menunjukkan apresiasi pribadinya dengan membeli sebuah figur wayang yang dijajakan oleh pedagang lokal. Tindakan sederhana ini menyiratkan makna yang jauh lebih dalam, bahwa dukungan terhadap pelaku usaha mikro dan produk kreatif merupakan bagian integral dari upaya pelestarian tradisi. Setiap figur wayang yang terjual menjadi simbol keberlanjutan cerita rakyat, menggambarkan bahwa warisan budaya tidak hanya hidup dalam cerita, melainkan juga tumbuh dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Pagelaran wayang "Wisanggeni Rato" di Desa Cokro menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara seni dan dukungan instansi pemerintahan menciptakan ruang bagi transformasi kultural di level akar rumput. Pertunjukan ini mengajak kita untuk melihat lebih jauh, bahwa di balik setiap bayang-bayang kulit yang menari terdapat sejarah panjang, perjuangan, dan nilai-nilai luhur yang harus dipertahankan. Di era globalisasi yang terus menggoyahkan identitas tradisional, semangat gotong royong yang terpancar dalam acara tersebut mengingatkan kita bahwa solidaritas dan kreativitas masyarakat merupakan kunci untuk menjaga harmoni budaya.
Lebih dari sekadar pertunjukan seni, acara ini telah menjadi momentum berharga untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat, mulai dari warga, budayawan, hingga pejabat tinggi. Perpaduan antusiasme budaya dengan dukungan kebijakan menciptakan sinergi yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memacu inovasi dalam pengemasan produk tradisional. Harapan bersama yang ditanamkan malam itu melampaui hiburan sesaat, ia adalah cermin dari visi untuk membangun masa depan yang lebih harmonis, di mana identitas budaya menjadi jangkar dan sumber kekuatan dalam menghadapi tantangan zaman.
Sesi Malam "Wisanggeni Rato" pun mendapatkan antusias dan tepuk tangan meriah dari para pengunjung, meninggalkan bekas yang mendalam di hati setiap penikmat budaya. Pesan moral yang tertuang dalam setiap lakon, nilai keberanian dan keadilan yang disematkan, serta dukungan nyata dari berbagai pihak membuktikan bahwa warisan budaya kita adalah harta yang tak ternilai. Semangat untuk terus melestarikan dan mengembangkan tradisi agar tidak punah, membuat setiap senyum dan langkah-langkah kecil menjadi sebuah tekad bersama dalam menatap esok yang lebih harmonis.
( Pitut Saputra )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI