Mohon tunggu...
Pitri Fatmawati
Pitri Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

05-05-2001

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Prinsip Kerja Sama dalam Novel

13 April 2023   15:05 Diperbarui: 17 April 2023   14:22 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama: pitri Fatmawati

Npm :2088201009

Mata kuliah: Pragmatik

Prodi: PBSI 

Prinsip percakapan  dalam ilmu Pragmatik 

Prinsip kerjasama merupakan salah satu prinsip percakapan dalam ilmu


pragmatik. Prinsip ini menekankan pada adanya upaya kerjasama yang terjalin antara

penutur dan mitra tutur dalam sebuah percakapan. Kerjasama yang dimaksud

berhubungan dengan tuturan yang diujarkan. Oleh karena itu, penutur selalu berusaha

agar tuturannya relevan dengan konteks, jelas dan mudah dipahami, padat dan ringkas,

dan selalu pada persoalan. Hal tersebut dirangkum dalam maksim-maksim yang

terdapat dalam prinsip kerjasama.

Aturan-aturan dalam sebuah percakapan dikenal dengan istilah maksim. Grice

dalam (Wijana, 1996: 46) mengatakan bahwa “di dalam rangka melaksanakan prinsip

kerjasama itu, setiap penutur harus mematuhi 4 maksim percakapan (conversational

maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of

quality), maksim relevansi (maksim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of

manner)”. Dalam setiap maksim percakapan tersebut, terdapat aturan yang

diharapkan untuk dipatuhi oleh setiap partisipan.

Kontribusi menjadi kunci utama dalam prinsip kerjasama ini. Maksim kuantitas

mengharapkan setiap partisipan memberikan kontribusi sebanyak yang dibutuhkan

oleh mitra tutur. Maksim kualitas mengharapkan setiap partisipan memberikan

kontribusi sesuai dengan fakta/ kenyataan dan tidak mengada-ada. Maksim relevansi

mengharapkan setiap partisipan memberikan kontribusi yang berhubungan dengan konteks pembicaraan. Maksim cara mengharapkan setiap partisipan memberikan

kontribusi secara langsung, jelas dan tidak ambigu.

Dalam sebuah percakapan, prinsip kerjasama ini diharapkan dapat dipatuhi oleh

setiap partisipan. Namun, ketidakpatuhan terhadap prinsip kerjasama ini juga dapat

terjadi. Salah satu bentuk ketidakpatuhan tersebut adalah pelanggaran terhadap

prinsip kerjasama. Pelanggaran ini terjadi karena adanya implikasi-implikasi tertentu

yang hendak dicapai oleh penuturnya. Implikasi yang dimaksud berhubungan dengan

implikasi makna tidak langsung/ makna tersirat, yang dalam ilmu pragmatik dikenal

dengan istilah implikatur konversasional.

Grice dalam (Wijana, 1996: 37) dalam artikelnya yang berjudul Logic and

Conversation mengatakan bahwa “sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi

yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan

itu disebut dengan implikatur”. Implikatur atau makna tersirat mengharapkan setiap

partisipan untuk saling memahami apa yang dituturkan oleh mitra tutur. Sehingga,

dibutuhkan kerjasama yang baik antar partisipan agar percakapan diantara keduanya

berjalan dengan lancar.

Bahasa sebagai alat komunikasi Mempunyai peranan penting dalam Kehidupan, ditambah lagi di zaman modern Sekarang ini. Bahasa adalah alat komunikasi Oleh setiap individu dalam kehidupan seharihari. Dengan bahasa itu manusia dapat saling Berinteraksi terhadap satu sama lainnya. Berbahasa juga disebut aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang Lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila Manusia terlibat di dalamnya. Tidak hanya dalam komunikasi dan Proses interaksi sosial, bahasa ternyata Memiliki peranan penting dalam komunikasi Sastra. Novel bukan hanya berkaitan dengan Sastra, namun novel juga berkaitan mengenai Bahasa. 

Coba kita perhatikan beberapa produk Sastra seperti puisi, cerpen, atau bahkan novel. Tentu kita semua setuju bahwa bahasa Mempengaruhi nilai dari karya sastra tersebut. Terutama pada novel, bisa kita lihat Penggunaan bahasanya pada dialog antar Tokoh. Novel merupakan salah satu karya fiksi Yang ditulis dalam bentuk cerita. 

Pada Hakikatnya novel mendayagunakan bahasa Untuk mengungkapkan tentang kehidupan Manusia. Kalimat yang dituturkan oleh tokoh tokoh dalam yang digambarkan pengarang.

Dalam sebuah novel diharapkan dapat Dipahami dengan baik oleh pembaca. Pragmatik diartikan sebagai syaratsyarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya Pemakaian bahasa dalam komunikasi. Pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah Tertentu yaitu deiksis, praangapan, tindak Tutur, implikatur dan prinsip kerja sama. Jika Dikaitkan pragmatik dengan karya sastra salah Satunya bisa ditinjau dari dialog antar tokoh Dengan menggunakan prinsip kerja sama.

Sementara ini, banyak pengarang Terkenal yang khususnya dari Bali dengan Karya-karya inspiratif. Masing-masing Pengarang mempunyai ciri khas masingmasing dalam menyajikan karangannya. Seperti Oka Rusmini dengan unsur feminisme Yang kental dan Putu Wijaya dengan unsur Sosial budaya yang kental. Salah satunya Dengan Wayan Jengki Sunarta. Namun, Jika Ditinjau dari segi aspek bahasa baru sedikit Peneliti yang meneliti hasil karya pengarang Bali dengan pendekatan pragmatik. Begitu Pula halnya dengan karya Sunarta, belum ada Penelitian dari segi aspek bahasa dengan Pendekatan pragmatik. Karena belum ada Yang mengkaji dari segi aspek bahasa, maka Penelitian ini dilakukan.

Pada karya sastra novel Magening karya Wayan Jengki Sunarta dapat dianalisis dari Segi pendekatan bahasa, khususnya tentang Prinsip kerja sama. Penulis mengambil novel Magening sebagai bahan penelitian karena Novel Magening karya Wayan Jengki Sunarta Ditulis menggunakan dialog yang sederhana. Jalan cerita yang menarik dan runtut, sehingga Antara tokoh yang satu dengan yang lainnya Dalam bertutur banyak ditemukan tuturan Yang mengandung prinsip kerja sama. Selain Itu, belum pernah ada penelitian yang mengkaji karangan Sunarta dari segi aspek bahasa dengan pendekatan pragmatik.

 Pematuhan Prinsip Kerja Sama Dalam Novel Magening

1.Maksim Pelaksanaan

Pengunaan maksim pelaksanaan harus Jelas, tidak samar, dan tidak berbelit Maksudnya dalam aktivitas bertutur jika Melanggar akan hal-hal tersebut maka dapat Dikatakan melanggar PKS Grice karena tidak Mematuhi maksim pelaksanaan. Adapun Beberapa kutipan dialog dalam Novel Magening Karya Jengki terdapat tuturan Maksim pelaksanaan baik yang tidak Melanggar PKS atau juga ada yang )Melanggar PKS. Seperti yang tergambar pada Kutipan 01 pada novel magening di bawah ini.

(01)"Saya rasa semuanya sudah jelas,

Pak. Apa bisa saya tanda tangani Sekarang?" Halaman 62

(02)"O, Iya silakan tanda tangani."

Halaman 62

Kutipan 01, dan kutipan 02 memiliki Kadar kejelasan yang tinggi. Tuturan si

Penutur yang yang berbunyi "Apa bisa saya Tanda tangani sekarang?". Memberikan Kejelasan tentang apa sebenarnya yang Diminta oleh penutur. Hal apa yang harus Dilakukan? Tentu dampak dari penutur bisa Menimbulkan kejelasan maksud penutur. Demikian pula tuturan yang di sampaikan "O, Iya silakan tanda tangani.". Kata-kata tersebut Mengandung kadar ketangkasan yang jelas.Komunikasi yang baik harus bisa Mengungkapkan pikiran secara jelas. Maksim Pelaksanaan mewajibkan peserta petuturan Bertutur secara langsung jelas dan tidak kabur. Seperti juga yang tergambar pada kutipan di Bawah ini.

(03) "Aku yakin kau akan mampu

bekerja dengan baik di Magening,

ujarnya dengan wajah

semringah."

(04) "Kalau sudah kaya, jangan lupa

aku ya, selorohnya. Aku

memeluknya. Dan itulah untuk

kali pertama aku memeluknya."

(Hal. 13)

Kutipan 03, dan kutipan 04 tidak

terdapat kekaburan makna karena penutur

menyampaikan secara jelas tentang

keyakinannya pada tokoh Mudra. Sekilas jika

ditelisik penutur seolah-olah memberikan

penguatan pada tokoh Mudra agar tegar dalam

menghadapi semua persoalan, bisa

beradaptasi dengan baik ditempat kerja. 

2. Maksim Kualitas

Dengan maksim kualitas, seorang

peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan

sesuatu yang nyata dan sesuai fakta yang

sebenarnya. Fakta kebahasaan yang demikian harus didukung dan didasarkan pada buktibukti yang jelas, nyata, dan terukur. Sebuah

tuturan dapat dikatakan memiliki maksim

kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai

dengan fakta, sesuai dengan keadaan yang

sesungguhnya, dan tidak mengada-ada.

Ketidaksesuaian yang demikian akan

menjadikan kualitas pertuturan semakin

rendah (Rahardi, 2009: 24). Seperti yang

terdapat pada Novel Magening Karya Wayan

Jengky Sunarta juga terdapat Maksim

Kualitas seperti yang terdapat pada kutipankutipan di bawah ini.

(07) "Kau terlalu sering memikirkan

perasaan orang lain, sehingga

dirimu sendiri tidak pernah kau

fikirkan, ujar Rihwa, suatu kali,

ketika aku mengeluh tentang

hubungan percintaanku yang selalu

kandas di tengah jalan." Halaman 4

(08)"Kau sebenarnya berada di

perbatasan Gemini dan cancer.

Setengah jiwaku gemini,

setengahnya lagi cancer. Mungkin

karena hal itu, kau sering bingung

dengan karaktermu sendiri." (Hal.

5)

Kutipan 07 dan 08 dituturkan oleh

Rihwa yang sedang menasihati sahabatnya

Mudra yang mengeluh tentang kisah

percintaannya selalu kandas di tengah jalan.

Rihwa berusaha meyakinkan Mudra alasan

mengapa cintanya kandas. Penutur

menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai

fakta yang sebenarnya karena pada dasarnya

Mudra cenderung memikirkan perasaan orang

lain sehingga perasaannya sendiri tidak

dipikirkannya. Kurang tegasnya dalam

menentukan sikap membuat kisah asmaranya

selalu terhenti.

(11) "Indah sekali ujarku"

(12) "Itulah yang membuat kami betah di

sini" (hal. 23)

Tuturan Mudra yang berbunyi "Indah

sekali" didasari pada konteks yakni suatu

siang Mudra jalan bersama Fauzi berjalan

berkeliling Magening. Ungkapan Mudra yang memuji keindahan Desa Magening membuat 

Fauzi merespon dan terjadilah pertuturan 

seperti dialog di atas.

Kalimat kedua "Itulah yang membuat kami 

betah di sini" masuk dalam kategori maksim 

relevansi karena kalimat yang diturkan Fauzi 

memberikan kontribusi relevan terhadap 

kalimat sebelumnya yang telah dituturkan 

Mudra. Hal lain yaitu keduanya sama-sama 

mengunakan tindak tutur langsung. Tuturan 

Mudra dan Fauzi juga jelas dan tidak 

menimbulkan makna ganda.         

  3. Maksim Relevansi 

 Rahardi (2009: 24) mengungkapkan 

bahwa agar terjalin kerja sama yang baik 

antara penutur dan mitra tutur dalam maksim 

relevansi, masing-masing hendaknya dapat 

memberikan kontribusi yang relevan atau 

sesuai tentang sesuatu yang sedang 

dipertuturkan. Bertutur dengan tidak 

memberikan kontribusi yang relevan dianggap 

tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja 

sama Grice. Setiap orang yang terlibat dalam 

praktik bertutur itu harus berkontribusi secara 

relevan terhadap setiap aktivitas pertuturan. 

Seperti dalam Novel Magening terdapat 

maksim Relevansi yang tergambar pada 

kutipan-kutipan di bawah ini. 

(13)"Kenalkan, saya Ni Kadek 

Suniarsih. Agar lebih akrab, 

panggil Suni saja. Saya salah satu 

staf di Yayasan Rare Bali, kata 

perempuan itu sembari 

menyalamiku." (Hal. 9) 

(14) "Saya Putu Mudra, balasku. Saya 

telah mewawancarai beberapa 

pelamar lainnya. Dan, kamu yang 

terakhir, kata suni. Mau minum, 

apa terima kasih, Bu. Tidak usah, 

jawabku canggung. Panggil Suni 

saja. Usia kita sama kok. Pilih 

saja di daftar menu apa yang 

kamu sukai ya, Suni 

menyodorkan daftar menu. 

Anggap ini bukan wawancara. 

Tapi ngobrol ngobrol santai saja, 

ujar Suni." (Hal. 10)

Cuplikan pertuturan pada 13 dan 14 di 

atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati 

maksim relevansi. Tuturan pertama ketika 

Suni memperkenalkan diri sebagai salah satu 

staf di Yayasan Rare Bali dan tokoh Mudra 

merespon perkenalan Suni dengan 

memperkenalkan dirinya dengan singkat. 

Apabila dicermati secara lebih mendalam, 

tuturan yang disampaikan tokoh Mudra 

"Tidak usah, jawabku canggung" merupakan 

tanggapan atas pertanyaan tokoh Suni Mau 

minum, apa? Dengan kata lain, tuturan itu 

mematuhi maksim relevansi dalam PKS 

Grice. Praktik bertutur sapa tokoh Mudra dan 

Suni nampak sedikit rileks Mudra juga 

mampu menjawab pertanyaannya secara 

relevan. 

(35) "Mudra dari mana?" 

(36) " Denpasar" 

(37) "Di sini kerja ya?" 

(38) "Iya." (Hal. 45) 

Percakapan tersebut antara Mudra 

dengan seorang pemuda bernama Made 

Parwata. Terlihat bahwa tuturan dimulai dari 

pertanyaan Made kepada Mudra yang 

menanyakan asal. Mudra dengan lugas 

menjawab "Denpasar". Pertuturan tersebut 

dapat dikatakan mematuhi maksim relevansi 

karena adanya kelugasan tanggapan dari 

tokoh Mudra.

4. Maksim Kuantitas

Rahardi (2005: 53) mengungkapkan

bahwa dalam maksim kuantitas, seorang

penutur diharapkan dapat memberikan

informasi yang cukup dan informatif.

Informasi demikian itu tidak boleh melebihi

informasi yang sebenarnya dibutuhkan mitra

tutur. Tuturan yang tidak mengandung

informasi yang sungguh-sungguh diperlukan

mitra tutur, dapat dikatakan melanggar

maksim kuantitas. Demikian sebaliknya,

apabila tuturan itu mengandung informasi

yang berlebihan akan dapat dikatakan

melanggar maksim kuantitas.

(65) "Mudra dari mana?"

(66) " Denpasar"

(67) "Di sini kerja ya?"

(68) "Iya." (Hal. 45)

Tuturan Mudra dengan Made tersebut

merupakan tuturan yang sudah jelas dan

informatif. Dikatakan demikian karena tanpa

harus ditambahkan dengan informasi lain dan

sudah dapat dipahami dengan baik oleh mitra

tutur.

(69) "Siapa namamu?

(70) "Wayan Linggih, Pak."

(71) "Kelas berapa?"

(72) "Kelas lima." (Hal. 135)

Tuturan itu terjadi antara Mudra kepada

seorang anak yang pandai dalam memahat

patung. Tuturan tersebut merupakan

pematuhan maksim kuantitas karena

mengandung informasi yang singkat dan tidak

melebihi dengan yang dibutuhkan oleh

penutur.

(73) "Kania tunggu dulu ya,"

(74) "Ya, Pak" (Hal. 61)

Tuturan tersebut terjadi antara Mudra

dengan Kania saat Kania melamar di yayasan.

Tuturan tersebut mematuhi maksim kuantitas

karena informasi yang diberikan tidak

melebihi dengan yang dibutuhkan oleh mitra

tutur.

b. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dalam Novel Magening. 

1. Maksim Pelaksanaan

(95) Kak, buatkan teh dong," pinta

Ginta kepada Fauzi

(96) Lho, sekarang kan giliran kamu

yang membuatkan aku kopi,"

(hal. 24)

Tuturan tersebut terjadi antara Ginta

dan Fauzi. Awal percakapan dimulai oleh

Ginta yang ingin dibuatkan teh oleh Fauzi.

Tetapi Fauzi tidak menyetujui keinginan

Ginta dan akhirnya Ginta yang mengalah

membuatkan Fauzi kopi. Penambahan

tanggapan pada tuturan (96) di atas

menandakan terjadinya pelanggaran maksim

pelaksanaan karena tanggapan Fauzi tidak

langsung mengiyakan pemintaan Ginta, tetapi

justru membalikkan pernyataan Ginta. 

2. Maksim Kualitas

(90) "Selamat pagi, Pak!"

(91) "Maaf, aku terlambat. Bangun

kesiangan," (hal. 73)

Tuturan tersebut disampaikan oleh Suni

kepada Mudra di kantor yayasan. Konteks

tuturan tersebut terjadi saat hari sudah

menjelang siang hari. Tuturan (80) "Selamat

pagi, Pak!" disampaikan oleh Suni kepada

Mudra. Salam tersebut tidak sesuai dengan

kebenaran, karena waktu sudah menunjukkan

siang hari. Terdapat kekaburan makna pada

tuturan Suni. Jika dianalisis tuturan Suni

berisi sindiran terhadap Mudra karena Mudra

terlambat dating. Hal tersebut dapat dikatakan

melanggar maksim kualitas PKS. 

3. Maksim Relevansi

(86) " Apakah Fauzi sudah mewarisi teknik

memasak yang enak kepadamu?

Gurauku.

(87) Ginta pasang tampang cemberut.

"Belum" Hal.85

Tuturan Ginta yang berbunyi belum?

didasari konteks yakni sebelumnya Fauzi

berusaha untuk mengoda Ginta yang tidak

jago dalam urusan memasak. Ginta biasanya

bisa memasak mie instan yang dicampur

bayam. Fauzi semakin mengoda Ginta.

Ditambah Mudra juga menyudutkan Ginta

dengan bertanya Oya apakah Fauzi sudah

mewariskan teknik memasak enak kepadamu?

Hal ini membuat Ginta semakin terpojok dan

sedikit kesal meski begitu Ginta tetap

menganggap semuanya hanya candaan

semata. Ia tidak menyimpan dendam karena

memang Ginta dan Fauzi bercanda selalu

begitu.

Implikatur konvensional merupakan

makna suatu ujaran secara konvensional atau

secara umum diterima oleh masyarakat.

Implikatur konvensional ini sering disebut

sebagai prinsip kerja sama. Prinsip ini

berpegang pada empat maksim, yaitu maksim

kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi,

dan maksim pelaksanaan. Implikatur

nonkonvensional adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan

yang sebenarnya.

Kalimat yang dituturkan Ginta pada

percakapan di atas merupakan pelanggaran

maksim relevansi. Alasan kalimat tersebut

dikatakan melanggar maksim relevansi karena

kalimat yang dituturkan tidak memberikan

kontribusi yang relevan dengan kalimat

sebelumnya. Dikatakan tidak relevan karena

Mudra menggunakan tindak tutur tidakl angsung dalam tuturannya.

4. Maksim Kuantitas

(29) "Kamu sudah banyak tahu tempattempat indah di Bali Timur, ya"

Tuturan di atas dianggap berlebihan

karena menambahkan hal-hal yang sudah jelas

dan tidak perlu diterangkan lagi seperti pada

kutipan "sudah banyak tahu" dianggap terlalu

panjang, oleh karena itu penghilangan kata

"Banyak" mengungkap konsep yang sama

cenderung lebih efisien digunakan.

(30) "Kalau begitu kita saling memakan

saja, aku ingin lahap kamu"

(31) "Daripada saling memakan, lebih

baik kita menyantap ikan bakar

saja" (hal. 56)

Tuturan kutipan pertama di atas

merupakan tuturan yang kabur maknanya

isinya juga kurang informatif atau bersifat

candaan dan gurauan semata. Mudra seolaholah sedang merayu Ginta. Kalau tidak

dijelaskan secara detail maka akan terjadi

kekaburan makna dan tidak bisa dicerna

dengan baik oleh mitra tutur. Logikanya dua

orang yang saling memakan tentu tidak masuk

logika titik pembicaraan mereka. Pada tuturan

kutipan kedua tuturannya sudah jelas dan

informati karena penutur berusaha mengubah

fokus pembicaraan pada hal yang lebih

dimengerti sehingga maksud pembicaraan

bisa dipahami dengan baik oleh mitra tutur.

Daftar rujukan 

Arta, I Made Rai. "Prinsip Kerja sama DanKesantunan Pada PembelajaranBahasa Indonesia Dengan PendekatanSaintifik" Palapa:Jurnal StudiKeislaman dan Ilmu Pendidikan.Volume 4 Nomor 2 (2016) November

Karmini, Ni Nyoman. 2011. Teori Pengkajian Prosa Fiksi Dan Drama. Denpasar: Pustaka Larasan.

Peni. 2017. "Analisis Deiksis Dalam Novel

Supernova "Intelegensi Embun Pagi" 

Karya Dee Lestari" Tesis (Tidak 

Diterbitkan) Program Studi Bahasa 

Indonesia. Program Pascasarjana. 

Universitas Pendidikan Ganesha


HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun