Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tidak Ada Tuhan dalam Misa Online

9 November 2021   22:16 Diperbarui: 9 November 2021   22:24 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percaya pada kehadiran Kristus dalam Ekaristi adalah salah satu ciri iman dan ibadat Katolik. Namun demikian, di tengah merebaknya Covid 19, ketika semua peribadatan dijalankan secara Online, terutama perayaan Ekaristi,  tantangan yang dihadapi Gereja bukan hanya menyangkut apakah Kristus sungguh hadir dalam Ekaristi, namun juga apakah simbol-simbol yang memediasi kehadiran Kristus pada saat yang sama mengungkapkan identitas umat Allah sebagai bagian dari Tubuh Kristus? Pertanyaan-pertanyaan yang demikian mengancam, mengingat fokus eksklusif yang terdapat dalam tulisan ilmiah maupun populer terhadap kehadiran Kristus dalam liturgi yang sangat ritualistik. Kita tentunya sepakat, ketika orang Kristen berkumpul merayakan ekaristi, mereka terlibat dalam perilaku ritual yang melibatkan interaksi dengan berbagai simbol dalam konteks budaya tertentu. Dengan kata lain, aktivitas simbolis merayakan Ekaristi sebetulnya membangun Gereja. Namun pertanyaan metodologisnya adalah bagaimana visi tersebut terjadi?

Dalam artikel ini saya mengusulkan dua pendekatan semiotika Michael Polanyi dan teologi simbol Louis-Marie Chauvet. Alasan utama penulis menggunakan penerapan semiotika untuk analisis liturgi karena liturgi terdiri dari rangkaian simbol-simbol yang kompleks, atau mengutip Gino Stefani, ansambel simbol. Perlu disadari, karena pendekatannya adalah refleksi semiologis, yang masuk ke dalam kajian ini adalah liturgi ekaristi sejauh merupakan komunikasi manusia. Hemat penulis, pendekatan semiotika sangat berguna dalam analisis tindakan liturgis karena ia memberikan perhatian yang sama besar pada bahasa yang nonverbal dan verbal.

Semiotika Michael Polanyi

Skema semiotika Michael Polanyi dapat membantu dalam memahami simbol sebagai partisipasi dalam realitas yang dilambangkan. Menurut Polanyi, ada perbedaan penting antara indikator (istilahnya untuk tanda) dan simbol. Indikator atau tanda menurutnya adalah sebuah tambahan informasi yang memiliki sedikit peminat. Polanyi menggunakan contoh nama gedung (S) dan gedung itu sendiri (F). Nama (S) berfungsi sebagai  penunjuk Gedung (F). Tetapi objek yang menarik atau menjadi pusat perhatian bukanlah nama, melainkan bangunannya (F). Polanyi menjelaskan bahwa integrasi yang dihasilkan dari gerakan dinamis ini berpusat pada diri sendiri, karena dibuat dari diri sebagai pusat menuju objek perhatian. Dengan kata lain, tanda atau indikator tidak berpartisipasi dalam realitas yang ditunjuk.   

Di sisi lain, Polanyi menyajikan simbol sebagai fenomena di mana petunjuk tambahan (S) menarik bagi pengamat karena mereka masuk ke dalam makna sedemikian rupa sehingga pengamat merasa diri mereka "dibawa" oleh makna-makna tersebut. Dalam kasus simbol, lokus kepentingan dibalik. Petunjuk tambahan lebih menarik bagi pengamat daripada titik fokus itu sendiri. Polanyi kemudian menggunakan contoh tentang bendera Amerika. Apa yang memberi makna pada bendera adalah bahwa kita menempatkan seluruh keberadaan kita sebagai warga negara Amerika Serikat. Tanpa penyerahan diri ke dalam sehelai kain tersebut, bendera hanya akan tinggal sehelai kain.

Maksud Polanyi tentu adalah bahwa presepsi kita tentang objek fokus dalam proses simbolisasi "membawa pengamat kembali ke pada kenangan hidup mereka yang tersebar". Simbol "membawa mereka pergi" karena dengan menyerahkan diri pengamat ditarik ke dalam makna simbol. Apa yang penting dari skema Polanyi adalah bahwa partisipasi subjek adalah kunci memahami simbol. Dengan menyerah pada simbol, pengamat mencapai integrasi diri yang tersebar yang terkait dengan simbol. Artinya, dengan menyerah pada simbol, pengamat terbawa olehnya.

Patut diketahui, pembedaan Polanyi antara tanda dan simbol menyoroti dua hal: (1) tanda berfungsi pada tingkat kognisi, memberi informasi; (2) simbol berfungsi pada tingkat pengenalan, bukan dengan informasi, tetapi dengan integrasi. Selanjutnya integrasi ini terjadi baik pada tataran personal maupun interpersonal, yaitu baik di dalam subjek maupun antar subjek. Skema ini lebih lanjut menyoroti bagaimana makna datang kepada subjek melalui pengalaman masa lalu dalam lingkungan budaya dan sosial tertentu yang melibatkan hubungan dengan subjek lain. Dengan demikian, analisis Polanyi tentang pemahaman makna dapat memberi kita alat interpretasi untuk menyelidiki bagaimana Ekaristi sebagai kegiatan ritual menggunakan simbol budaya tertentu yang memungkinkan jemaat yang berkumpul mengakui kehadiran Kristus di tengah mereka, atau untuk mengenali diri sebagai anggota tubuh Kristus.

Teologi Simbol Louis-Marie Chauvet

Semiotika Michael Polanyi sangat cocok dengan teologi simbol Louis-Marie Chauvet. Hal ini terjadi karena Chauvet menempatkan dorongan kritis teologinya ke arah subjek yang percaya dan menempatkan teologi simbolnya di jantung mediasi oleh bahasa (language), budaya (culture), dan hasrat (desire). Proyek Chauvet adalah untuk menggantikan gagasan tentang simbol sebagai instrumen dengan pengertian simbol sebagai mediasi. Dia menyatakan:

Realitas tidak pernah hadir kepada kita kecuali dengan cara yang dimediasi, yaitu, dibangun dari jaringan simbolik budaya yang membentuk kita. Tatanan simbolik ini menunjukkan sistem hubungan antara berbagai elemen dan tingkat budaya (ekonomi, sosial, politik, ideologis-etika, filsafat, agama, dsb), sebuah sistem yang membentuk keseluruhan yang koheren yang memungkinkan kelompok sosial dan individu untuk mengorientasikan diri mereka dalam ruang, menemukan tempat mereka dalam waktu, dan secara umum menempatkan diri mereka di dunia dengan cara yang signifikan---singkatnya, untuk menemukan identitas mereka di dunia yang "masuk akal" (sense), bahkan jika, selalu ada sisa penanda yang tak terhapuskan yang kita tidak pernah bisa memberikan makna yang memadai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun