Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kutukan Bagi Oknum Pembuang Sampah Sembarangan

18 Desember 2016   18:39 Diperbarui: 20 Desember 2016   08:41 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh menggelitik hati saya pesan moral ini, tatkala reformasi birokrasi berekembang menjadi masa pancaroba, sosok manusia (warga) seputaran komplek perumahan kami malah memicu kegeraman, sehingga memunculkan ide super kreatif penuh amarah, kutukan atas perbuatan pembuang sampah sembarangan.

Dimana lisan sudah tidak begitu manjur alias mempan, maka kritik dari spanduk ini merupakan aktualisasi yang sangat relevan. Andai masih ada oknum acuh akan keberadaan pesan tersebut, sudah dipastikan oknum ini dipastikan buta aksara atau memang bebal otaknya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Pesan unik penuh kutukan tersebut begitu menggelitik hatiku, sehingga mengharuskan diri saya mendatangi dan melihat secara langsung tempat terpasangnya spanduk, tertulis menggunakan huruf kapital dengan warna merah membara simbolisasi kemarahan, berikut bunyinya (DILARANG KERAS BUANG SAMPAH DI SEPANJANG JALAN INI, MEMBUANG SAMPAH DISINI SEMOGA MENDAPAT “SIAL” 7 TURUNAN). AMIN...!!!

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Ngeri...!!!, membaca pesan diatas tersebut, lokasi tidak bertuan memungkinkan siapapun yang berlalu lalang dengan gampangnya “menyisakan” buntalan sampah, lorong tersebut juga dilalui kendaraan roda dua maupun empat berbagai merek dengan pengemudi yang acuh dengan urusan pribadinya, menjadi hal tersendiri bersihnya tempat tersebut dari sampah. Bukankah “kebersihan sebagian dari iman” apabila melihat pemandangan seperti ini, pada kemana perginya mas IMAN. Mirip serangan timnas Vietnam terhadap timnas Indonesia, selama 7 hari 7 malam memburu kemenangan tanpa henti.

Sakit hati merupakan ungkapan relevan bagi pembuat spanduk ini, akan tetapi tidak sesakit hati melihat kepatahan sayap Garuda dilibas 2-0 di kandang Gajah tanpa balas, kira-kira seperti sejarah sejak menggunakan sistem home and away tim yang meraih kemenangan di leg pertama akan keluar sebagai yang terbaik di Asia Tenggara, faktanya tidak untungkan Timnas Garuda. Sebut saja Indonesia sebagai JUARA TANPA MAHKOTA.

Walau begitu, sampai hari ini masih ada terlihat onggokan sampah yang dikemas dalam kresek dengan bau begitu menyengat hidung, tetapi karena bebal atau jaga wibawa, maka segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tanpa disadari, hampir kebanyakan kita adalah orang-orang bebal yang tidak taat pada sebuah slogan yang menghiasi keseharian rutinitas kita sebagai makhluk paling bijaksana.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kemunculan spanduk tersebut dilandasi atas kebebalan iman seseorang, terlalu banyak dramatisir kotor yang nyata-nyata didepan kita malah banyak saja pelakunya. Dipinggiran jalan dekat komplek perumahan yang ada tulisan “dilarang buang sampah di sini” justru disekitarnya banyak sekali sampah berserakan. Di negeri ini “melanggar aturan” memang membudaya, justru di tengah upaya keras Negara mengkampanyekan diri sebagai Negara hukum, berlaku namanya “hukum rimba”Nah, setelah menumpuk dan membusuk barulah kasak-kusuk tanpa diindahkan segelintir orang yang enggan menjaga kebersihan lingkungan sekitar kita.

Jika terus-terusan begini, tidak mengubah cara kita berfikir dan berbuat ala feodal. Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan indonesia ialah juga untuk membebaskan orang indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan warga sekitar lorong tak bertuan tersebut. Sampah memang meresahkan akan tetapi budaya buang sampah sembarangan akan selalu menimbulkan masalah baru, khususnya lingkugan sekitar tempat pembuangan sampah.  

Cukup diakui tidak semudah membalikkan telapak tangan, cara memilah sampah dan limbah rumah tangga, yang paling sederhana adalah dengan memberi contoh, tidak hanya koar-koar ala sendal jepit di muka seminar, tapi mereka membuang sampah sembarangan. Diperlukan relevansi kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan.

Sanksi tegas terhadap para pembuang sampah sembarangan merupakan contoh konkrit pemerintah. Tanpa melihat siapa dia, apa jabatannya! sebab hukum di indonesia ini selalu tajam ke bawah, tumpul ke atas memihak pemegang Kepentingan sedang rakyat jelata merupakan“tumbal” pemilik kepentingan. Parah !!!

Mengutip kalimat BUYA HAMKA“Kalau hidup sekedar hidup, Babi di hutan juga HIDUP. Kalau bekerja sekedar bekerja Kera juga BEKERJA.”

Makassar, 18 Desember 2016

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun