Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tanpa Internet, Kehidupan Duniawi Belum Tamat

8 Agustus 2019   19:12 Diperbarui: 8 Agustus 2019   19:38 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Accespoint Internet (dokpri)

Kata siapa lampu padam, tanpa internet kehidupan dunia tamat, buktinya belum toh....

Meski lampu padam dan tanpa internet dunia belum tamat. Rasanya kata-kata ini pas dipadu padankan dengan kondisi sekarang ini, pasalnya baik di rumah, sekolah, maupun instansi pemerintah butuh listrik dan internet.

Ketika kedua asupan ini padam orang-orang suka marah-marah ketimbang kelaparan lantaran tidak makan nasi, toh demikian internet tanpa aliran PLN tak ada apa-apanya. Dulu mungkin tidak berpengaruh kantor tanpa internet. Semua serba konvensional. Justru orang-orang dulu hidup lebih lama ketimbang manusia jaman Milenial.

Nah, Zaman sekarang semakin canggih, tiada hari tanpa internet, dari internet kita bisa memperoleh segala macam informasi yang dibutuhkan, berkomunikasi gratis lewat chatting-an Media Sosial, juga kirim surel (E-Mail). Hanya dalam hitungan detik, segala yang kita mau, bisa teraksana. Serasa Dunia dalam genggaman kita, Kecil rasanya dunia ini dalam Internet. Sama halnya dunia tanpa listrik gelap gulita kelabakan tak tahu mau berbuat apa. Seperti itulah bayangan dunia tanpa internet.

Salah satu jendela dunia adalah internet selain buku, dengan adanya internet tanpa harus kemana-mana bisa kemana-mana, cukup searching mbah GOOGLE semua beres. 

Jaman sekarang keberadaan internet merupakan kebutuhan Primer, mengalahkan kebutuhannya sendiri.

Kemacetan koneksi internet yang terjadi, mengingatkan kita untuk lebih introspeksi diri, bahwa mesin juga perlu istirahat, manusia bukan robot.

Mari bersama-sama manfaatkan Barang Milik Negara (BMN) secara bijak, jangan merasa memiliki. Tidak usah PROTES, semua ada costnya. Tergantung berapa anggaran dari pusat dan berapa besaran berlangganan internet. Toh, semuanya atas biaya negara, kecuali di rumahnya berlangganan internet, sepenuhnya milik pribadi.

Padahal ASN itu sudah menggunakan fasilitas negara, masih kurang bersyukur apa lagi?.

Apa jadinya bila kita tak bisa mengakses internet. Ibarat hidup di hutan rimba yang jauh dari peradaban, meski kita berada di tengah-tengah "peradaban" ibukota.

Mayoritas instansi pemerintah menggunakan internet, semua kegiatan kantor menggunakan internet. Tanpa internet ibarat ayam kehilangan induk, sementara padamnya lampu sama artinya hidup dijaman jahiliyah.

Mungkin kita semua akan lebih bahagia jika ada internet, tidak ada urusan sama putus pacaran. Faktanya bahwa kita tidak dapat lepas dari internet, dunia virtual yang telah membantu kita terhubung, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan keluarga, teman, relasi kerja, bahkan dengan orang-orang yang belum kita kenal dan belum pernah kita temui sekalipun.

Lampu padam dan kebutuhan internet merupakan peristiwa mengerikan. Tetapi masalahnya, disni  pengelola/personal acapkali menjadi "kambing hitam," bukan atasan/manager/pimpinan sebuah perusahaan/kantor yang mempunyai power untuk mencarikan win-win solution.

Penyakit lainnya, bawahan bukan penentu kebijakan, ketika koneksi lalot pengelola seperti dicerca berbagai pertanyaan, selalu saja dilihat berkinerjanya buruk, walau sebatas sindiran.

Padahal banyak faktor koneksi internet terganggu, selain dari anggaran, perangkat internal juga harus diperhatikan, saling berdebat membanding-bandingkan vendor bukanlah cara cerdas, yang terutama adalah kualitas perangkat pendukung internal jaringan internet itu sendiri.

Mengutip pernyataan Presiden Jokowi saat memulai rapat dengan Direksi PLN, "Dan dalam sebuah manajemen besar seperti PLN, mestinya, menurut saya, ada tata kelola risiko yang dihadapi dengan manajemen besar tentu saja ada contigency plan, ada back up plan."

"semuanya kan orang pintar-pintar apalagi urusan listrik dan sudah bertahun tahun. Apakah tidak dihitung? Apalah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian? Sehingga kita tahu sebelumnya? Kok tahu-tahu drop? Artinya pekerjaan yang ada tidak dihitung tidak dikalkulasi. Dan itu betul-betul merugikan kita semuanya." Pungkas Jokowi.

Pernyataan Presiden Jokowi ini terkesan halus, akan tetapi pada dasarnya sindirannya menampar reputasi PLN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun