Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hikayat Seorang ASN dan Pasien Anak Tanpa Jaminan Kesehatan

19 Juli 2016   09:07 Diperbarui: 21 Juli 2016   14:52 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. SehatIndonesia.go.id

Ketika dunia medis disesatkan kehadiran Vaksin Palsu selama tiga belas tahun mengendap. Saat itu pula orang beramai-ramai menyesaki posko-posko pengaduan vaksin. Kok bisa ya tiga belas tahun mengendap sekarang baru ketahuan baunya, siapa dong yang pantas di persalahkan. Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan, selama ini kemana, pengawasan Obatnya lengah atau jengah.

Selagi hangat-hangatnya berita vaksin palsu, anak saya yang ke tiga baru saja mentas dari Rumah Sakit swasta milik TNI Angkatan Udara di Makassar pada (17/7). Musababnya beberapa hari terakhir selesai ramadhan dan iedul fitri anak saya ini kecaduan main game di Laptop serta IPAD tanpa mengenal lelah, namanya anak-anak kalau dilarang malah merengek minta main lagi, akhirnya saya biarkan sampai lupa makan serta minum, istirahat siang.

Puncaknya pada kamis siang, tiba-tiba anak saya terkulai tidur siang, penasaran ada apa ini? Laptop dibiarkan menyala, tapi anaknya tidur-tiduran, selidik-selidik punya selidik, pas di pegang tubuhnya awalnya hangat biasa, mungkin kecapekan, kata saya dan istri. Lama kelamaan panasnya kok kian meningkat, terus kalo dikasih makan selalu muntah hingga berwarna kuning. 

Besoknya, tepatnya jum’at malam sabtu kami menyerah, acapkali makan selalu muntah, panas tidak turun. Istri berinisiatif membawanya ke dokter dekat rumah itupun hanya mampu menghentikan muntahnya thok, sedangkan panasnya terus saja meningkat. Sebagai orang tua tentu panik melihat kondisi anak seperti ini, akhirnya kami berdua memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat dari rumah yaitu RS. dr. Dody Sarjoto milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Sultan Hasanuddin Makassar.

(dokpri/subhan)
(dokpri/subhan)
Selain relatif dekat pelayanan dan kondisi dalam rumah sakit sangat terjaga kebersihannya, perawat juga sangat cekatan menangani pasien baik itu ringan, sedang hingga pasien dengan keluhan penyakit kategori berat. Bahkan nyaris tidak ada perbedaan perlakuan pasien dengan BPJS maupun pasien umum, perbedaan hanya bagian obatnya saja, kalau pasien BPJS dikasihnya obat level generik sesuai iruran pasien, sedangkan umum dikasih dosis obat patent.

Kami mengambil umum sebab saya pribadi sebagai korps Aparatur Sipil Negara sudah menjadi kewajiban korps sebenarnya menangani urusan kesehatan pegawai dan anggota keluarganya, bukan urusan pribadi-pribadi, cilakanya pasien sekamar anak saya yang bapaknya kerja di swasta justru kantor yang uruskan secara kolektif, bukan pribadi-pribadi seperti tempat saya mengabdi. 

Menurut hemat saya pengurus BPJS secara pribadi lebih tepat bagi wiraswasta atau pengusaha, kalau pemerintah ada baiknya pemerintah dong turun tangan. Kerja bawahan dituntut maksimal, tapi ketika ada Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya terkena musibah/sakit para atasan tutup mata, inikah yang dinamakan Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI)?


Hingga anak saya masuk RS tidak mengurus BPJS, Maaf ya, saya boleh saja bilang alergi pada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, alasannya sudah punya kartu ASKES meskipun yang ditanggung istri plus hanya 2 orang anak, tapi tetap saja berlaku potongan iuran perbulan. 

BPJS memang menanggung anak ke-3 membuat orang berbondong-bondong antri di kantor pelayanan BPJS, andaipun diurus berati saya kudu iuran “lagi” perbulan, sudah dibebani iuran ASKES dilebur menjadi BPJS beban iuran kesehatan bertambah, tapi tidak dibaregi dengan kualitas layanan rumah sakit serta obat paten. Ini pertanyaan konyol “kenapa nggak cukup ASKES saja menambah tanggungan menjadi 3 orang, jadi tanpa harus ada potongan iuran kesehatan ganda?” 

Selain pengalaman pribadi yang berbelit-belit perlakuan terhadap pengguna jasa kesehatan, kurang bersahabat terhadap peserta asuransi kesehatan pernah terjadi pada diri saya, membuat otak saya mendidih dibiarkan nyaris sekarat, alhamdulillah belum sempat sekarat, saya kabur kalau hal ini saya turuti pasti akan diberi resep obat level rendah bukan obat paten. 

Lebih memilih Rumah Sakit Swasta seperti milik TNI AU RS. dr. Dody Sarjoto meski terbilang mahal namun kepuasan pelayanan kesehatan dan obat-obatan terjamin tanpa pingpong sana- pingpong sini. Prisip saya uang bisa dicari, keselamatan nyawa anak lebih utama diluar kehendak sang Pencipta, kalau perlu ginjal pun akan saya jaminkan.

(Dokpri/Subhan)
(Dokpri/Subhan)
Kronologi sebelum rawat inap ke Rumah Sakit. dr. Dody Sarjoto. Pada Jum’at menjelang maghrib, anak laki-laki yang masih berusia 9 tahun kena panas tinggi, atas diagnosa dokter RS. Dody Sarjoto terkena dehidrasi hingga infeksi lambung menyebabkan panas tinggi, apabila makan selalu muntah dan terpaksa harus di rawat di rumah sakit karena mengalami infeksi pada lambung. 

Terpaksa jarum infus menancap ditangannya yang mungil, denyut nadi pun nyaris melemah ketika akan diambil sampel darahnya. Sebelum rawat inap di rumah sakit tersebut, istri sempat memeriksakan anak ke dokter umum dekat rumah. 

Dari dokter diberi berbagai macam resep obat untuk diminum, anak saya satu ini memang kalau sakit terkenal parah hingga membuat orang tuanya ikut-ikutan sakit. Karena merasa kurang yakin dengan hasil pemeriksaan tersebut, saya dan istri memutuskan untuk mencari taksi untuk dibawa ke Rumah Sakit dr. Sarjoto milik TNI AU. 

Di sana anak saya mendapat perlakuan cukup baik dari para perawat ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) secara intensif dicek berkala semua termasuk darah sebelum masuk kamar untuk di rawat inap. 

RS. dr Dody. Sarjoto (dokpri/subhan)
RS. dr Dody. Sarjoto (dokpri/subhan)
Seluruh perawatan kami percayakan paramedis yang bekerja di rumah sakit swasta tersebut, kami memilih kepercayaan untuk perawatan terbaik bagi anak-anak, saya khawatir jika nanti di rawat di RS lain yang mendahulukan “administratif” anak saya malah jadi mayat hidup tidak nyaman dengan suasana di RS.

Setelah memastikan aman dan nyaman saya kembali pulang ke rumah bersama kakanya. Alhamdulillah kabar baik menghampiri kesenhatan anak saya tadinya demam tinggi, kini suhu badan kembali normal dan doyan makan, bukan bubur dari rumah sakit justru minta dibelikan nasi kuning. 

Akhirnya pada minggu pagi harinya selepas mendapat perawatan dari dokter spesialis anak, diperbolehkan pulang, tentu kami menyelesaikan pembayaran jalur umum untuk bisa kembali ke rumah dan menjalani aktifitas seperti biasanya. 

Terimakasih paramedis Rumah Sakit dr. Sarjoto TNI AU Makassar, profesional menangani bagi kesembuhan anak kami, semoga esok berjumpa pula pada anak saya yang lain. Tidak minta-minta siapa tau ada saudaranya yang sakit, pilihannya ya....kami percayakan pada Rumah Sakit dr. Sarjoto TNI AU Makassar, terlepas kuasa Alloh SWT. Amin....

Ada teman saya selalu menyarankan urus BPJS. Setiap kali itu pula saya bersikukuh “malas” dengan alasan telah dijelaskan di atas. Cukup diakui pembahasan kawan-kawan selalu berhubungan dengan kebaikan dan penghematan. 

Justru saya berani bilang kenapa bukan petugas BPJS berinisiatif jemput bola mencari client, karena adanya BPJS memang mencari nasabah, masak cerita pencari “kesehatan” dibebani pontang-panting sendiri, hingga akhirnya ketika jatuh sakit mendapat perlakuan administratif lebih dahulu ketimbang urusan kesehatan pasien, bisa-bisa mati duluan pasien tidak ada penanganan baiknya. 

Entah darimana urusan kesehatan dan kecerdasan anak bangsa terus begini. Faktanya Asuransi Kesehatan dan Jaminan kesehatan daerah yang diperuntukkan bagi rakyat kini menjadi lahan simulasi bagi para penguasa faktor-faktor produksi untuk memperbanyak modal mereka.

Itulah tadi sekelumit hikayat seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pasien anak yang belum memiliki kartu jaminan kesehatan dari pemerintahnya.

Makassar, 19 Juli 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun