Oleh: Pipit Indah Oktavia
Bagi sebagian orang, Kawah Ijen adalah destinasi wisata yang memukau karena keindahan alam dan fenomena blue fire-nya yang langka. Namun bagiku, perjalanan ke Ijen bukan sekadar soal panorama, melainkan petualangan tak terlupakan yang sarat dengan spontanitas, keberanian, dan kekuatan persahabatan.
Semua bermula pada 17 Mei 2023, di hari biasa yang berubah menjadi luar biasa. Seusai praktik sidang peradilan semu di kampus, aku dan sahabatku-sama-sama perempuan-tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke Kawah Ijen mengendarai sepeda motor dari Sumbersari, Jember. Tanpa banyak persiapan, kami berangkat sekitar pukul tiga sore dengan hanya jaket seadanya dan semangat yang meledak-ledak.
Rute yang kami pilih cukup panjang: melewati Bondowoso karena relatif lebih aman dibanding jalur Banyuwangi yang lebih curam. Kami tiba di pusat kota Bondowoso menjelang magrib dan menyempatkan makan malam sederhana. Dari sana, petualangan sesungguhnya dimulai.
Begitu masuk kawasan menuju Paltuding (basecamp Kawah Ijen), lampu jalan menghilang sepenuhnya. Kami hanya ditemani suara mesin motor, cahaya lampu depan, dan suasana hening yang memunculkan bayangan-bayangan menegangkan. Jalanan terus menanjak, membuat motor kami sempat tak kuat naik. Kami berhenti beberapa kali, mengatur napas dan keberanian. Perjalanan malam hari di jalur pegunungan yang sepi benar-benar serem-serem seru.
Kami tiba di Paltuding sekitar jam 12 malam. Tak ada tenda, tak ada penginapan. Kami hanya duduk menggigil di sebuah warung kecil, makan lagi untuk menghangatkan badan dan tidur sebentar di bangku kayu. Dengan jaket seadanya, udara dingin terasa seperti menggigit tulang. Suhu saat itu diperkirakan antara 8--10C, khas dataran tinggi Ijen.
Pengalaman ini membuktikan satu hal: petualangan sejati seringkali terjadi di luar rencana dan di luar kenyamanan.
Sekitar jam 4 pagi, kami mulai mendaki. Tiket masuk saat itu hanya Rp7.500 per orang, harga yang sangat murah untuk pengalaman alam seindah ini. Meski tak bisa melihat blue fire karena aturan baru membuka pendakian saat pagi, kami tetap antusias.
Perjalanan menuju puncak memakan waktu sekitar 3-4 jam, termasuk berhenti untuk istirahat dan mengambil foto. Jalur pendakian cukup terjal tapi bisa dilalui, dengan medan berbatu dan banyak tanjakan. Namun semua terbayar saat kami sampai di atas: Kawah Ijen membentang dengan warna hijau kebiruan, menyatu dengan langit cerah dan udara segar pegunungan.Â