Optimis! Bahasa anak sekarang, yok bisa yok! Bisalah masak enggak. Gitu aja kan. Itu mah hal sepele. Aku sadar setiap peristiwa yang berlalu saat diingat kembali, terasa sangat mudah. Oh, cuma itu aja tantangannya. Segala rintangan ternyata berhasil aku lalui. Meski pada saat mengalami, terasa begitu berdarah-darah. Namun, selepas itu semua, aku merasa lega dan bangga terhadap apa yang telah aku lalui.
      Betapa pun itu, doaku agar selalu diberi kekuatan menghadapi segala masalah dan konsekuensi yang aku terima. Sebab segala keputusan pasti ada resikonya. Dan aku pun percaya, bersama kesulitan sudah beriringan kemudahan, tinggal bagaimana aku harus menemukan titik kemudahan itu.
      Aku tidak diajari untuk lari dari masalah, kabur dari kenyataan, tenggelam dalam kesulitan. Aku harus terus berenang mengarungi laut tantangan. Aku yakin dapat menahkodai segala urusan remeh temeh duniawi ini. Yang terpenting segala orientasiku adalah setidaknya apa saja yang hendak aku putuskan dan ku kerjakan, lantas tidak membuat Tuhanku marah.
      Sebaliknya, yang aku selalu upayakan adalah segala aktifitas yang sekiranya Tuhan itu malu dan iba kepadaku, meski pun sebagai hamba itu terdengar mustahil. Tapi setiap kita, tidak bisa menilai satu sama lain, sebab hubungan dengan Tuhan itu berada dalam ranah privat. Keintiman dan kemesraan dengan pencipta kita perlu terus menerus diupayakan.
      Sebab Ia telah berfirman pada kita bahwa Tuhan ada di mana-mana, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Ia pun berdasar sangka'an kita. Maka, berhusnu uzhon kepadaNya, adalah sesuatu yang produktif terhadap diri sendiri. Eksesnya akan tumbuh semangat sebagai ciptaan yang dianugerahi dan dititipkan perangkat yang meta dahsyat ini untuk kita dayagunakan demi hal-hal yang baik. Sebab manusia diciptakan sejatinya sudah dilengkapi dengan kecendrungan kepada kebaikan dan kebenaran.
      Dan tentu dalam menyampaikan kebenaran, kita mengerti adab dan etika, sebab itulah kita harus menyampaikannya dengan baik. Bagaimana itu dapat terealisasi. Hendaknya kita bungkus dengan sesuatu yang indah. Jadi, benar baik indah itu adalah gradasi yang saling berdialektika dan mengisi satu sama lain, tak dapat dipisahkan. Sebab Tuhan pun mencintai ketiganya. Apalagi kebenaran hanya ada pada Tuhan, kita hanya ditugasi untuk menyampaikan, selebihnya biar orang yang menjadi objek itu, memiliki keluasan dan kedaulatan dalam bertindak.
Sesama peserta jangan saling menilai, sesama murid jangan saling mengisi raport.