Jangan salah sangka pada diri sendiri, sebelum kenal lebih dalam siapa dirimu. Mudah bagi kita berkenalan dan berteman dengan orang lain di sekitar kita. Namun, satu hal yang sering diabaikan sebagaian dari kita adalah bergaul dengan diri sendiri.
Memang, menta'arufi diri sendiri tak begitu mudah. Sebab bagiku, terdapat beberapa layer komposisi diri. Layer terluar adalah sesuatu yang bisa kita lihat dan pegang, seperti berbagai macam panca indra.Â
Tubuh dan bagian terluar vital kita bisa diraba dan dirasakan. Layer berikutnya adalah bagian dalam, tentu bagiku juga vital, seperti jantung, usus, hati, dan organ terdalam lainnya.Â
Maka, tak jarang dokter menganjurkan selain menjaga rutinitas olah raga seperti pergi ke gymnasium untuk mengencangkan otot-otot badan, kita juga dianjurkan untuk mengatur pola makan, pola konsentrasi, dan pola perasaan.
Sebab, kesehatan jantung juga perlu diperhatikan, kesehatan otak juga harus dijaga, ketenangan hati juga diperhatikan. tapi aku juga meyakini adanya layer paling dalam dan halus.Â
Bahkan bermacam-macam bentuknya. Layer ini mempengaruhi dua layer lainnya secara gradual. Saking halusnya, aku menganggap ini adalah ruh.Â
Kadang beberapa orang memisahkan antara, jiwa dan ruh. Ada juga sekedar jasmani dan rohani sebagai penegasan gamblang antara jasadiah dan ruhaniah.
Sesuatu yang tak kasat mata ini selalu menggoda untuk secara kontinu kita kenali. Betapa pun berkenalan dengannya butuh kesungguhan dialektika akan menyadari sejatinya diri. Apabila ditinjau dari mekanisme spiritual, kita diberi manual bagaimana mengenali ruh terdalam itu. Dengan selalu tadabbur dan kontemplasi. Melalui ibadah, kita dilatih bagaimana menyadari sejatinya kita tiada dan palsu.
Sangat paradoksal bila aku terus terang membicarakan ini. Tetapi inilah yang aku rasakan. Pemerenungan perlu ditingkatkan. Mencari titik hening di sela-sela waktu yang terus mengguyur kita.Â
Mencari titik tenang di tengah kebisingan yang memporak-porandakan hidup. Mencari titik keseimbangan di antara tarik ulur kiri dan kanan yang tak sudah-sudah.
Aku berusaha memanipulasi diri sendiri agar tampak seperti orang lain demi meraup keuntungan. Aku dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa karir itu butuh dan sangat penting demi berlangsungnya hidup serta sebagai tanaman harapan masa depan. Maka, yang aku persiapkan adalah pendidikan yang sesuai minat industri yang terus berkembang.