Meski demikian, langkah tersebut bukannya tanpa risiko. Jokowi boleh jadi akan membungkam suara sumbang promotor isu identitas dan mengamankan suara pemilih dari demografi pemilih Islam. Akan tetapi, ia bisa kehilangan suara kelompok pluralis yang selama ini berada di belakangnya. Secara spesifik, Jokowi bisa kehilangan suara dari pendukung Ahok.
Ancaman ini bisa saja jadi kenyataan. Sejumlah pendukung Ahok diwartakan tidak bisa menahan rasa kecewa dengan pilihan Jokowi menggandeng Ma'ruf. Memang, ada yang mengaku tak akan berpaling dari Jokowi. Akan tetapi, ancaman suara pendukung Ahok yang berpindah pilihan tetap ada.
Beberapa pendukung Ahok diyakini tengah mempertimbangkan opsi untuk abstain atau golput pada gelaran Pilpres 2019. Tidak hanya itu, dikabarkan pula ada beberapa relawan Ahok yang memikirkan untuk justru mendukung kompetitor Jokowi, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Jika merujuk kepada survei, persentase pemilih Ahok yang juga pemilih Jokowi tergolong cukup besar. Berdasarkan survei Lembaga Survei dan Politik Indonesia, 53,4 persen pendukung Ahok-Djarot di Pilgub DKI Jakarta adalah pemilih Jokowi di Pilpres 2014. Angka itu baru menggambarkan Jakarta saja dan tergolong menyeramkan jika seluruhnya golput atau lari ke Prabowo-Sandiaga.
Memegang Ahok Sebagai Kunci
Belakangan, beredar surat yang menyatakan kesetiaan Ahok untuk Jokowi agar bisa menjalankan periode keduanya sebagai presiden. Secara spesifik, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan bahwa Ahok tidak marah terhadap pilihan Jokowi dan bahkan siap ikut kampanye saat ia menghirup udara bebas nanti.
Hingga saat ini, keluarga Ahok belum membenarkan atau juga membantah dukungan Ahok kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf tersebut. Pihak keluarga menyebut gelaran pilpres masih cukup lama sehingga belum banyak komentar bisa terlontar.
Mengamankan suara pendukung Ahok boleh jadi dapat menjadisalah satu kunci pembeda agar peluang Jokowi kembali ke RI-1 tetap terjaga. Oleh karena itu, mengamankan Ahok untuk tetap berada di kubu Jokowi adalah hal yang krusial. Sejauh ini, jika klaim Luhut benar, Jokowi tampak sudah bisa memegang dukungan dari mantan koleganya tersebut.
Menjaga endorsement atau dukungan dari tokoh opinion leader adalah hal yang penting . Hal ini diungkapkan misalnya oleh Natalie T. Wood dan Kenneth C. Herbst. Menurut mereka, opinion leadermemiliki potensi untuk membentuk opini. Hal ini karena ada beberapa orang yang mengambil saran anjuran dari orang tertentu untuk memilih alih-alih mencari informasi sendiri.
Ahok, dalam konteks ini adalah seorang opinion leader. Secara spesifik, ia adalah seorang pemimpin kharismatik sebagaimana diungkapkan oleh Hatherell dan Welsh di atas, sehingga memiliki banyak pengikut. Oleh karena itu, mendapatkan dukungan dari Ahok adalah hal yang berharga bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf.