Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ulama di Ranah Politik untuk Pilpres 2019

2 Agustus 2018   17:17 Diperbarui: 2 Agustus 2018   17:34 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perang" Komodifikasi Ulama

"Ketika agama dan politik berkendara di gerobak yang sama, angin puyuh akan menerpa." ~ Frank Herbert

Bagi Novelis Frank Herbert yang terkenal lewat karyanya, Dune, agama dan politik akan sulit bila harus berada dalam satu 'kereta'. Baginya, agama merupakan ajaran yang lebih mengutamakan pada etika sosial dan moralitas. Sementara politik, lebih banyak berada di sisi yang berseberangan dari dua unsur tersebut.

Pernyataan Herbert ini, tentu bertentangan dengan pernyataan Immanuel Kant yang mengatakan kalau agama merupakan pengantar bagi tugas suci yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Bagi Kant, agama harus terlibat dalam politik agar tercipta kepemimpinan yang bersih dan amanah.

Idealnya, keterlibatan agama dalam politik memang seharusnya seperti yang diinginkan oleh filsuf era pencerahan tersebut. Namun dalam kenyataannya, agama malah lebih sering sekedar dijadikan alat bagi para politikus untuk mendapatkan kekuasaan dengan mudah. Dalam hal ini, tentu tak lepas dari bantuan penggiringan opini dari para ulama.

Contoh dari kekuasaan informal luar biasa yang dimiliki para ulama, telah dibuktikan pada Pilkada DKI Jakarta lalu. Tak heran bila kekuatan itu pun langsung dipelihara dan dilembagakan melalui PA 212, agar kekuasaan yang lebih besar akan dapat dengan mudah diraih pula pada kontestasi kepresidenan tahun depan.

pinterpolitik.com
pinterpolitik.com

Demi menghadapi kekuatan besar itu pula, pada akhirnya Jokowi sebagai petahana harus memilih cawapres yang mampu menangkal serangan religius kelompok oposisi. Dengan mendekati para ulama dan memberikan porsi cawapres dari kalangan Muslim, Jokowi berharap mampu bertahan dari serangan oposisi yang menggunakan isu-isu agama.

Strategi Jokowi yang diperkirakan akan memberi porsi cawapres pada tokoh Muslim inilah, diperkirakan menjadi pendorong bagi GNPF Ulama dalam merekomendasikan cawapres versi mereka pada Prabowo. Apalagi, usai Pilkada DKI lalu, Prabowo memiliki perjanjian tak tertulis untuk mengakomodir keinginan pentolan PA 212 tersebut.

Terlepas dari siapa nantinya cawapres yang akan dipilih oleh Jokowi maupun Prabowo, namun menurut Greg Fealy, bentuk pertukaran pengaruh dan kepercayaan rakyat pada ulama dengan kursi cawapres ini, diistilahkan sebagai komodifikasi ulama. Dalam hal ini, keimanan dan simbol-simbol ulama ditransaksikan demi mendapatkan kekuasaan.

Menariknya, baik kubu Jokowi dan Prabowo mendapat dukungan dari kelompok ulama yang berbeda pula. Bila Jokowi mendapat dukungan dari para ulama tradisional dengan gerakan Islam damai, pihak Prabowo lebih banyak didukung oleh para ulama modern yang dikenal vokal dan cenderung ekstrim, bila tak bisa dibilang radikal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun