Mohon tunggu...
BaBe
BaBe Mohon Tunggu... Supir - Saya masih belajar dengan cara membaca dan menulis.

Banyak hal menggelitik di dunia ini yang pantas dikupas!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Tanah Kereta Api di Jakarta Utara

30 Juli 2018   14:13 Diperbarui: 30 Juli 2018   18:45 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Bandan, kawasan ini bertahun-tahun tak ada aktivitas pembanguan oleh PT Duta Anggada (foto:MediaGroup)

Negeri ini kaya raya, karena dikaruniai alam yang didambakan oleh banyak negara. Tanah yang subur, dengan alam yang bersahabat dengan manusia. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, demikianlah yang sering kita dengar saat Joko Widodo menyampaikan sambutan di beberapa kali kesempatan.

Pemerintah saat ini cukup sigap dan tanggap menghadapi banyak persoalan yang terjadi, dan penyelesaian setiap persoalan sudah dilakukan dan terlihat grafik keberhasilannya. Salah satu hal yang di benahi secara serius adalah perihal pertanahan/agraria.

Hal ini dilakukan dengan pembagian jutaan sertifikat tanah gratis kepada masyarakat agar bisa hidup lebih tenang karena sudah bisa memanfaatkan lahannya tanpa rasa was-was.

Terlepas dari hal tersebut, dalam banyak kesempatan pemerintah juga harus hadir dalam menghadapi persoalan yang ada. Hadirnya pemerintah bukan dalam arti intervensi, tetapi dalam bentuk pemantauan / pengawasan untuk memastikan semua program yang dilakukan telah berjalan dengan benar sesuai aturan yang berlaku.

Sejak 2017 lalu, saya membaca salah satu berita, yang saya anggap adahal hal biasa, yaitu perihal sengketa pekerjaan, terhadap pemanfaatan obyek sebidang tanah di wilayah Kampung Bandan. 

Diawali dari proses sewa lahan, yang dilakukan oleh PT Duta Anggada Reality TBK (DART), terhadap tanah pemerintah yang menjadi lahan aset PT KAI seluas 64.277 m2. Perjanjian sewa menyewa ini terjadi pada 1997 dengan kurun waktu selama 20 tahun.

Persoalan timbul karena lahan yang dimaksud sama sekali tidak pernah dimanfaatkan / dilakukan pembangunan sesuai konsep awalnya.

Hal ini tentu merugikan kedua belah pihak, tetapi yang menjadi kunci adalah PT Duta Anggada Reality TBK, saya sebut menjadi kunci karena bila kita gunakan logika, pembangunan property diatas lahan tersebut bisa dilakukan sejak awal izin diberikan. Tanpa pembangunan diatasnya, sesuai kesepakatan, lahan produktif ini punya potensi kerugian cukup tinggi.

Kita tahu harga tanah di DKI cukup tinggi. Bila tidak ada kontrak dengan DART, sebenarnya PT KAI bisa memanfaatkan lahan untuk memperluas depo / stasiun / penggunaan untuk fasilitas lainnya. Inilah yang tidak terjadi, karena yang ada justru PT KAI dikunci oleh DART dengan sewa kontrak, tetapi tidak dilakukan pembangunan.

Bila akhirnya PT KAI melakukan gugatan kepada DART karena merasa dirugikan, hal ini cukup wajar! Apalagi lokasi yang sama adalah masuk dalam master plan pengembangan transportasi kereta api di wilayah Jabodetabek.

Proses gugat menggugat kedua belah pihak sudah terjadi. PT KAI sebagai pemilik lahan punya hak untuk menggunakan lahan asetnya untuk kepentingan masyarakat, sesuai yang diamanahkan undang-undang. Ini penting, karena salah satu bentuk kehadiran pemerintah di masyarakat adalah melalui BUMN, PT KAI salah satunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun