Mohon tunggu...
Piere Barutu
Piere Barutu Mohon Tunggu... Citizen Journalism

Email : pierebarutu@gmail.com .

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ini Rasanya Bulan Madu di Danau Toba

14 Juli 2013   20:19 Diperbarui: 4 Juli 2019   11:57 3589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Turis di Tomok Samosir, Photo oleh Piere Barutu"]

Sepertinya bukan di sengaja ketika saya harus meninjau satu persatu penginapan / hotel di Tuktuk, Pulau Samosir, banyak pasangan bule muda dari manca negara menjadikan Danau Toba ( Lake Toba ) sebagai pilihan menyatukan cinta mereka di tepian air yang membuat setiap hati yang memandangnya akan luluh dan damai seolah dunia di sekitar mereka saat itu adalah sarang cinta.  Menjelang malam hari seusai menghadiri resepsi adat adik perempuanku di kota Medan, saya meminta di antarkan orang tua ke kota Parapat, padahal tujuan mereka akan ke Pekan baru, Riau, karena saya beserta isteri dan anak tidak paham transportasi umum yang menuju ke arah Danau Toba, mereka di supiri sepupu saya akhirnya bersedia mengantar. 

Berbekal panduan dari postingan backpackers yang saya lacak via google, kami menuju kota Pematang Siantar, kebetulan juga bus Sejahtera yang selalu direkomendasikan para beckpackers mendahului kami, jadilah bus tersebut diikuti namun karena sibuk mencari penumpang, kami memilih meneruskan perjalanan tanpa panduan Bus tersebut. Sekitar 2 jam perjalanan non stop, kami telah memasuki Pematang Siantar yang sangat terkenal di Jakarta berkat kuliner Bakmi Siantar-nya. Sebetulnya dalam catatan perjalanan yang kami buat sebelumnya ada keinginan mengunjungi Patung Dewi Kwan Im yang ddirekomendasikan juga oleh para pelancong / wisatawan yang pernah berkunjung, tetapi situasi malam yang pekat, terapaksa membuat destinasi tersebut kami coret dan digantikan makan malam nasi / mie goreng Siantar yang di jual oleh Bapak Siahaan, lokasinya persis di jalan raya menuju kota Parapat.   Seperti biasa habis makan rasa kantuk mendatangi, beberapa dari kami melepaskan lelah di rumah makan yang cukup besar dan menurut pak Siahaan sering menjadi tempat singgah wisatawan manca negara yang diantarkan guide / mobil travel.

Saya memilih berbincang dengan bapak dan pegawainya yang berasal dari Karawang, Jawa Barat, ada sedikit kisah yang mereka bagikan, daerah mereka ini sebenarnya adalah tanah ulayat suku Batak Simalungun, namun seiring perkembangan suku Batak Simalungun akhirnya, satu persatu harus tersisih oleh perantau yang datang. Sekitar jam 02.00 am, mata saya mulai terpejam perlahan, seiring tamu – tamu di warung makan ini semakin banyak berdatangan, keluargaku yang beristirahat memilih melanjutkan perjalanan, Pak Siahaan memberikan bonus (salam kenal) semua minuman teh manis dan kopi di gratiskannya.  Satu jam setengah lebih ( pukul 03.30 ) kami memasuki Kota Parapat yang berhawa sejuk, karena belum ada kapal Ferri yang berangkat dari pelabuhan Ajibata, kami menuju satu rumah makan yang sudah tutup bernama Rindu Alam milik Sinaga, lokasinya di pinggir tebing curam Danau Toba, kembali keluarga melanjutkan beristirahat di dalm mobil, sedangkan saya dan sepupu namanya P Manulang, memilih keluar dan memandangi kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, Danau Toba yang membentang luas. 

Tiba – tiba di balik tikar yang tersusun disamping kami ada suara manusia menggunakan bahasa batak mengajak kami berbicara, ya ampun kami kaget, ada orang rupanya. 



"Satwa turun dari hutan Parapat, Photo oleh Piere Barutu"]

1373805949918064619
1373805949918064619

Pagi mulai menjelang satu mobil travel berhenti ditempat kami beristirahat dan warung makan itu mulai beroperasional, banyaknya orang yang datang mengundang puluhan monyet dari lebatnya hutan menyerbu masuk ke tempat itu, semua panik namun orang yang tidur di balik tikar menenangkan suasana, monyet – monyet itu hanya meminta sedikit makanan anda, jika tidak mengganggu mereka sangat bersahabat jelasnya.  

Pelabuhan Ajibata adalah pelabuhan yang memiliki kapal ferri yang dapat membawa penumpang, mobil, motor, bus besar, truck, namun pengelola pelabuhan hanya mengijinkan sekitar 30 kendaraan besar untuk menyebrang / tripnya, untuk tarif menyebrang ke pelabuhan Tomok di pulau Samosir, untuk mobil keluarga berikut penumpang dikenakan harga Rp 95.000 termasuk asuransi. Jika ingin berwisata budaya maka arahan langkah menuju Tomok, kalau ingin berbulan madu di Tuktuk sangat banyak penginapan, mulai dari harga Rp 70.000 (standar) sampai mendekati Rp 1.000.000. rata – rata penginapannya berada di pinggir pantai danau Toba dan memiliki dermaga kecil yang akan selalu disinggahi kapal wisata dari pelabuhan Tigaraja menuju Tuktuk, dengan ongkos Rp 10.000/ orang. 



"Turis Lokal di Kios Cinderamata Tomok, Photo oleh Piere Barutu"]

13738063991323759385
13738063991323759385




"Berlayar di danau Toba, Photo oleh Piere Barutu"]

1373807212708006229
1373807212708006229
"Petugas Kapal sedang menarik ongkos penyebrangan    Photo oleh Piere Barutu"]
13738078251915016178
13738078251915016178

Dalam pemantauan saya, hampir semua penginapan berisi turis manca negara dan rata – rata pasangan muda usia, yang berbulan madu, untuk mendapatkan seperti penginapan / hotel  ada yang sudah pesan jauh hari ke penyedia jasa  lewat internet. Beberapa pertanyaan saya ajukan mengapa menjadikan Lake Toba sebagai pilihan ‘malam pertama’ , jawaban mereka Lake Toba menyajikan keindahan alam yang masih original, asli juga harga – harga akomodasi, makanan serta pelayanan membuat kesan yang sulit dilupakan dari sharing relasi mereka yang sebelumnya pernah ke situ, sayang promosinya sangat kurang ucap mereka dibandingkan Bali yang tersohor, padahal sebenarnya andai mereka tahu ada sesuatu yang sangat menarik di Pulau Samosir dan menantang untuk di selami di air yang biru bening di kedalaman danau Toba. Saat memandang ke airnya Ikan – ikan seolah sedang bercerita dalamnya rumah mereka 525 Meter, daratan Pulau Samosir 640 Km. di sekitar mereka pernah lahir Raja – raja Batak yang mengayomi dan sebagai penjaga adat, di situ juga Raja Sisingamangaraja XII tumbuh besar dan akhirnya menjadi Pahlawan Nasional dan mampu menyatukan marga – marga dari selatan dan utara memberikan bela rasa untuk tanah air mereka. 


"Sunrise diphoto dari Tuktuk oleh Piere Barutu"]

13738074321293435190
13738074321293435190



"Penginapan di Tuktuk Samosir, Photo oleh Piere Barutu"]

1373807607592222672
1373807607592222672

Seekor ikan mas tiba – tiba muncul saat aku dan isteri tersayang sambil bergandeng tangan duduk di pinggir tepiannya, hah aku terkenang legenda asal muasal adanya danau Toba, suatu cerita rakyat setempat yang turun temurun di ceritakan, tentang cinta dan janji yang harus di tepati dan tidak boleh di langgar, apapun alasannya, dan bisa berakibat petaka. Maka jika setiap insan yang saling mencinta menginjakkan kaki ke danau Toba dan melihat alam karunia Ilahi yang luar biasa di sekitarnya, itulah nilai dari keagungan cinta, antara Pencipta dengan manusia, manusia dengan sesamanya.  (Juli 2013) 

Horas, Njuahnjuah, Mejuahjuah

 

 

 

 

 

 

  

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun