Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketimpangan dari Perspektif Pasar Bebas

2 Februari 2018   12:55 Diperbarui: 2 Februari 2018   13:44 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks Indonesia, pendiri Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan Gojek adalah orang muda kaya yang 'menambah' ketimpangan ekonomi Indonesia.

Sukarela

Mereka memperoleh kekayaan dari keahlian, kerja keras, dan kesabaran. Bukan dari warisan. Tidak ada yang menilai mereka sebagai sumber masalah sosial berupa ketimpangan ekonomi. Bahkan masyarakat memuja mereka dan memotivasi anaknya agar mengikuti jejak mereka sebagai pengusaha sukses.

Selain faktor keahlian dan kerja keras, ada faktor keberuntungan. Misal, Jack Ma kurang berhasil dalam prestasi sekolah dan ditolak bekerja di KFC, ternyata menjadi pengusaha global di bidang e-commerce (alibaba.com).

Masyarakat yang menggunakan produk mereka juga memperoleh banyak manfaat. Niat awal pengusaha e-commerce (seperti alibaba.com, tokopedia.com, bukalapak.com, dan Gojek) adalah membantu usaha kecil untuk bisa menembus pasar yang lebih luas. Kerjasama sukarela tersebut meningkatkan produktivitas ekonomi seluruh mitranya, tanpa mempermasalahkan siapa yang memperoleh lebih banyak.

Jadi, tidak ada yang salah dengan ketimpangan ekonomi dari proses mekanisme pasar bebas bila kita memahami interaksi semua pihak terjadi secara sukarela dan tidak merampas hak orang lain.


Pemahaman politisi, birokrat, dan pengamat ekonomi yang melihat kondisi ketimpangan sebagai sebuah hasil statis zero sum game yang salah. Mereka tidak memahami proses ekonomi, sehingga mereka menilai ada yang tidak adil dengan ketimpangan ekonomi. Pandangan ini yang salah dan harus dirubah!

Dalam pasar bebas, tentu ada yang kurang beruntung dan jatuh miskin. Wajar pemerintah melakukan intervensi minimal untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Regulasi pemerintah ada agar setiap orang bebas berusaha dan bersaing untuk hidup yang lebih baik. Negara tidak boleh memaksa proses redistribusi aset dari si kaya ke si miskin dengan alasan "demi keadilan".

Ketimpangan atau Kemiskinan

Dalam dinamika ekonomi Indonesia sejak 1960-an, setiap era akselerasi pertumbuhan ekonomi akan ditandai oleh peningkatan ketimpangan ekonomi. Misalnya, dalam periode pemulihan ekonomi 1968-1978 rasio Gini naik dari 0,31 menjadi 0,38. Demikian juga di era booming 1990-1996 (naik dari 0,32 menjadi 0,37) dan 2003-2012 (naik dari 0,30 menjadi  0,41). Rasio Gini turun ke titik rendah paska ekonomi krisis, seperti di akhir 1960-an (0,31) dan tahun 2000 (0,30).

Meski angka ketimpangan naik-turun sejalan dengan siklus ekonomi, angka kemiskinan konsisten menurun: dari 70 Juta jiwa (60% populasi) di 1970, mencapai titik terendah 22,5 Juta jiwa (11,3% populasi) di tahun 1996. Krisis 1998-1999 menyebabkan penduduk miskin naik mencapai 49,5 Juta jiwa (24,2 % populasi) di tahun 1998. Sejalan pemulihan ekonomi, penduduk miskin kembali berkurang ke 27,7 Juta jiwa (11% populasi) di tahun 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun