Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menuding

15 Juli 2014   19:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:16 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siang ini begitu terik. Aku melirik arlojiku, masih empat jam lagi waktu berbuka. Dari sela-sela terpal, aku melihat wajah-wajah penghuni ibu kota yang berjibaku menahan lapar dan haus. Mereka menempatkan ibadah setinggi-tingginya seperti payung yang meneduhkan matahari yang membakar ubun-ubun.

Kontras dengan wajah-wajah lain yang melewatkan pahala puasa ini begitu saja. Seperti ibu berkerudung panjang di depan toko kain itu, dia mencuri-curi kesempatan untuk ikut menghirup es jeruk bocah yang bergelayut di celananya. Tidak jauh dari situ ada warteg setengah permanen yang buka malu-malu. Tapi dari sini kelihatan pengunjungnya tetap ramai, seperti biasa. Tidak mungkin semua yang datang menghapus lapar di warteg itu beragama non-muslim. Beberapa kali pula aku melihat bapak dan pemuda yang melintas dengan asap rokok mengepul dari mulutnya.

Hari-hari pertama bulan Ramadhan, kota ini terasa begitu damai. Setiap orang seperti larut dalam ibadah. Sejauh mata memandang, yang nampak hanya manusia-manusia ramah dan sunggingan senyum. Aktivitas warung, restoran dan penjaja kue serta aneka minuman baru akan muncul sejam sebelum maghrib. Tidak ada ada kepulan asap rokok dimanapun. Tukang becak langgananku yang tidak pernah jauh-jauh dari rokok kretek itu pun dengan gigih mempertahankan puasanya.

Tapi begitu memasuki pertengahan bulan perjuangan melawan hawa nafsu ini, semua itu seakan buyar. Pemandangan orang-orang makan dan minum di siang hari menjadi pemandangan biasa. Mungkin yang membedakan adalah ada yang melakukannya sembunyi-sembunyi, ada pula yang terang-terangan. Sepertinya para ustadz dan pemuka agama yang sering muncul di layar kaca mesti bertausiah lebih keras lagi untuk mengetuk hati dan menyadarkan manusia-manusia yang melalaikan ibadah ini.

Bahwa ibadah puasa begitu esensial peranannya dalam kehidupan kita sebagai umat muslim. Bahwa ibadah puasa adalah sarana melatih raga dan jiwa dalam konteks melawan nafsu dan angkara murka. Bahwa ibadah puasa harus dilakukan siapapun yang mampu menjalankannya dan melalaikan ibadah tersebut berati kita menjauhkan diri dari pahala yang telah disiapkan Allah.

Sementara asyik bernalar, tiba-tiba melintas sebuah mobil pick up di depan mataku. Kebetulan kacanya terbuka, sehingga aku dapat melihat pak sopir dengan santainya menenggak air mineral botolan di belakang setirnya. Aku pun geleng-geleng kepala, lalu cepat-cepat menghabiskan setengah gelas kopi hitamku yang tersisa.

Ups!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun