[caption id="attachment_395161" align="aligncenter" width="465" caption="Toge Aprilianto. Gambar dari: nasional.republika.co.id"][/caption]
Buku berjudul “Saatnya Aku Belajar Pacaran” yang ditulis oleh Psikolog Toge Aprilianto hari-hari belakangan ini ramai diperbincangkan. Pasalnya ada bagian dalam buku berisi “wejangan” yang kurang layak disantap oleh anak yang (katanya) baru belajar pacaran. Buku ini dirilis tahun 2010 tapi baru meledak belakangan ini. Bukan meledak karena penjualannya yang bombastis, tapi meledak karena menuai kontroversi dan amarah dari banyak pihak.
Toge Aprilianto sebagai author sudah meminta maaf kepada publik, menghentikan peredaran bukunya dan bersedia melakukan ganti rugi terhadap pembeli yang keberatan. Sebuah langkah penyelesaian yang cukup bijaksana mengingat masalah ini cukup kompleks paparannya. Walau sebenarnya permintaan maaf dan ganti rugi ini tidak serta merta membuat permasalahan selesai.
Penasaran dengan sosok nyentrik ini, saya sencoba mencari-cari referensi Toge Aprilianto dengan bertanya pada om google. Hasilnya…… nama Toge Aprilianto sepertinya cukup familiar dengan mesin pencari ini. Saya menemukan beberapa hasil pencarian yang menarik. Antara lain sebuah blog pribadi bertema parenting berisi kumpulan tulisan dari Toge Aprilianto mengenai psikologi anak. Saya menyempatkan diri membaca beberapa artikel pada blog tersebut. Saya merasa tulisan-tulisan Toge mengenai psikolog anak disitu sangat bermanfaat. Orang tua yang sedang mengalami masalah menangani perkembangan anak-anaknya bisa mencari pencerahan dengan berselancar pada blog parenting tersebut. Linknya saya letakkan di bagian akhir tulisan ini.
[caption id="attachment_395160" align="aligncenter" width="481" caption="capture blog togepsikologi.wordpress.com. Gambar: dokpri"]

Kemudian pencarian saya sampai pada blog milik Mona Ratuliu, seleb yang menaruh perhatian khusus pada hal-hal berbau parenting. Rupanya Mona Ratuliu pun sering menjadikan tulisan Toge sebagai referensi mengenai kiat-kiat mengasuh anak. Menarik membaca pengalaman Mona menangani kedua anaknya Raka dan Davina. Raka memiliki energi benefit dan Davina memiliki energi resiko, keduanya berhasil ditaklukkan menggunakan “teknik dagang” yang diperkenalkan Toge Aprilianto.
Toge rupanya juga aktif memfasilitasi seminar-seminar mengenai parenting. Pada homepage theurbanmama.com ada berita mengenai seminar yang dibawakan oleh Toge Aprilianto mengenai peran orang tua menghadapi bully yang terjadi di lingkungan anak . Seminar itu diadakan pada bulan Maret 2013, tiga tahun setelah buku “Saatnya Aku Belajar Pacaran” dirilis.
Masih ada sejumlah hasil pencarian lain lagi mengenai sosok Toge. Tapi selain hasil pencarian mengenai buku kontroversial tersebut, tidak ada berita-berita negatif yang menunjukkan Toge hanya ingin mencari sensasi saja.
Jika melihat berita demi berita tersebut, rasanya memang aneh jika Toge melakukan blunder fatal tersebut secara sengaja. Walaupun de facto, hari-hari terakhir ini reputasi Toge yang sudah sekian lama dibangun jadi berantakan akibat buku penggalan buku kontroversial tersebut diekspos ke tengah masyarakat.
Saya pun mencoba menyimpulkan, Toge Aprilianto sebenarnya seorang psikolog yang mencoba berkontribusi bagi negeri ini hanya saja pemikirannya rada-rada liberal. Setelah membaca tulisan pada blog psikologi toge dan membaca review beberapa buku psikologi anak yang ditulisnya, konsep dan tutorial yang dihasilkan Toge Aprilianto sebenarnya cukup membantu orang tua dan siapapun yang awam mengenai psikologi anak. Menariknya, Toge memberi penjelasan dengan mengambil sudut pandang “anak” untuk memudahkan orang tua memahami konsep-konsep psikologi yang dijelaskan. Ini pendekatan yang sangat bermanfaat. Pendekatan dan gaya bahasa yang sama nampak di buku “Saatnya Aku Belajar Pacaran” itu.
Sayang seribu sayang, Toge sepertinya tidak sempat berpikir panjang mengenai konsekuensi tulisan yang dibuatnya dalam buku tersebut. Gaya bahasa liberal yang digunakannya memang tidak cocok untuk digunakan di tengah-tengah masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma-norma ketimuran. Blunder berikutnya, melihat judul, buku itu dibuat untuk menyasar “anak baru gede”, tapi kontennya sepertinya lebih tepat ditujukan untuk orang dewasa muda yang sudah punya emosi dan pemikiran yang lebih stabil. Mereka diharapkan sudah dapat mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan yang mereka pilih secara sadar.
Mudah-mudahan kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi para pakar, aktivis atau siapa saja yang mencoba berkontribusi pada masyarakat lewat buku dan tulisan. Hal-hal bermanfaat yang dikemas secara salah pun pada akhirnya hanya akan membawa kontroversi dan polemik belaka. (PG)
[caption id="attachment_395162" align="aligncenter" width="465" caption="capture blog mona ratuliu. Gambar: dokpri"]

[caption id="attachment_395163" align="alignnone" width="595" caption="capture homepage goodreads.com tempat pembaca mereview buku-buku Toge. Gambar: dokpri"]

Referensi:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI