Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayam-Ayam Aduan

18 Februari 2024   20:07 Diperbarui: 18 Februari 2024   20:12 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar oleh u_pr59ioa6fr dari pixabay.com

Sekarang pukul 5 sore. Walaupun di hamparan langit mendung sudah berganti cerah, sisa-sisa gerimis masih menggantung di udara.

Deden memanfaatkan cuaca yang cukup kondusif itu untuk menengok kebun kacang panjangnya. Petani muda ini memang sudah dikenal oleh orang-orang sedesa sebagai petani yang rajin. Pantang leyeh-leyeh jika ada kesempatan untuk produktif.

Luas lahan yang dimilikinya untuk rumah dan pertanian kurang lebih sama dengan warga desa lain. Tapi dia selalu lebih punya banyak jenis hasil bumi dibanding rata-rata warga lainnya. Seperti contoh, saat ini dia seperti kebanyakan warga desa lain sedang berada pada masa tanam padi. Tapi selain itu dia punya sepetak kebun kacang panjang di dekat rumah, sepetak kebun yang saat ini ditanami terong, satu unit intalasi hidroponik yang saat ini sedang diisi sawi, tanaman tomat dan lombok dalam polybag yang ditata di samping teras, kemudian di belakang rumah ada kandang ayam petelur berukuran kecil dan kolam lele. Pokoknya paket komplit.   

Saat sedang menyiangi satu dua rumput usil yang tumbuh di sela-sela tanaman kacang panjang, Deden mendengar suara mesin sepeda motor berhenti dari arah depan rumah. Tidak lama kemudian, Marni istrinya memanggil dari pintu dapur.

"... ada Sule sama Parjo!" suara sopran istrinya merambat melalui tonggak-tonggak kayu yang dipenuhi sulur tanaman kacang panjang.

Deden berseru mengiyakan, lalu bergegas kembali ke rumah.

Setelah bersih-bersih sebentar dan mengganti bajunya, dia menghampiri tamunya di teras rumah. Di situ sudah ada Sule dan Parjo sesama petani muda lainnya yang sedang duduk dengan santai di sisi meja bundar dari plastik. Di atas meja sudah menanti tiga gelas kopi hitam yang masih mengepul dan dua piring penuh pisang goreng. Penampakannya begitu menggoda mata dan lidah.

"Wah, ada rezeki anak soleh nih," Deden menunjuk pisang goreng di atas meja. Dia tahu, Parjo baru-baru panen pisang besar-besaran. Parjo dan beberapa warga pemilik lahan pisang lainnya sudah punya pembeli tetap yang pada waktu tertentu datang bolak-balik dengan mobil pick-up nya untuk memborong hasil panen mereka.

Parjo tersenyum. "Kita kan sudah lama tidak nongkrong lagi, Bro, jadi tadi mumpung istri lagi rajin buat pisang goreng, saya minta dia buat agak banyak buat dibawa ke sini juga," sahutnya.

"Alasan tuh, Bang," potong Sule. "Dia mau curhat sebenarnya. Saya saja tadi lagi asyik memancing ditarik paksa, mesti ngikut."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun