Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apakah Koperasi Akan Berjodoh dengan OJK?

5 Desember 2022   20:08 Diperbarui: 27 Desember 2022   00:08 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koperasi Indonesia. Ilustrasi: Kompas/Supriyanto

Kementerian Koperasi dan dinas-dinas terkait di daerah baik tingkat I maupun II sebenarnya sudah memiliki bidang pengawasan dan sejumlah instrumen untuk memastikan pengawasan koperasi berjalan dengan baik. Selama ini pengurus-pengurus koperasi didorong untuk rutin membuat penilaian kesehatan koperasi baik secara mandiri atau dengan pendampingan dari bidang pengawasan tersebut.

Yang bisa dilakukan adalah menjadikan penilaian kesehatan ini sebagai dasar untuk memantau kinerja koperasi-koperasi secara berkala. Dinas koperasi pun bisa segera memberikan pendampingan bagi koperasi yang terdeteksi bermasalah. Penerbitan atau perpanjangan NIK (Nomor Induk Koperasi) juga bisa diintegrasikan dengan penilaian kesehatan ini.

Kemudian otoritas dari pengawasan koperasi oleh kementerian perlu ditingkatkan dengan dukungan instrumen undang-undang perkoperasian yang ada. Jadi undang-undang perkoperasian saat ini (UU No. 25 Tahun 1992) yang harus ditinjau dan direvisi, alih-alih membuat RUU yang baru. 

Misalnya, dalam menjalankan tugasnya, bidang pengawasan bisa melibatkan auditor untuk mengecek dan memvalidasi rasio-rasio keuangan koperasi yang terindikasi bermasalah. Bidang pengawasan juga dilindungi dengan payung hukum yang relevan untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap koperasi yang ternyata tidak menjalankan usaha dan tata kelola koperasi sebagaimana mestinya.

Dengan kiat-kiat ini, potensi penyalahgunaan nama koperasi yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat dapat dideteksi dan dicegah sejak awal.

Pengawasan dari OJK dengan Penyesuaian 

Sebelum muncul usulan pengawasan koperasi oleh OJK, ruang lingkup pengawasan OJK sendiri sebenarnya sudah sangat luas: perbankan, asuransi, pasar modal, dan pembiayaan. Belum lagi industri keuangan berbasis teknologi seperti fintech, penyedia jasa pinjaman daring dan lain-lain.

Tidak heran OJK juga kadang masih kecolongan. Mungkin kita masih ingat kasus gagal bayar yang terjadi pada sejumlah asuransi, termasuk asuransi BUMN beberapa waktu lalu. Jadi kita juga tidak bisa memastikan 100% bahwa jika koperasi berada di bawah pengawasan OJK, maka tidak akan pernah ada lagi koperasi bermasalah di negeri kita.

Kalaupun nanti OJK akan benar-benar melakukan fungsi pengawasan ke usaha koperasi, maka jalan tengahnya bisa dibuat penyesuaian. Konsep yang ditawarkan oleh kementerian koperasi pada saat rapat panja dengan Komisi XI DPR RI bisa jadi contoh jalan tengah tersebut. Jalannya rapat bisa dilihat pada video yang dirilis 4 hari lalu melalui kanal resmi Youtube Komisi XI.

Kementerian Koperasi menawarkan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) atau USP (Unit Simpan Pinjam) yang hanya melayani anggota (closed loop) ini tetap diawasi oleh kementerian. Sedangkan KSP atau USP yang juga melayani non-anggota (opened loop), ini yang diawasi oleh OJK. Jadi perlu dibuat inventarisasi koperasi berdasarkan jangkauan layanan dan usahanya terlebih dahulu. 

KSP yang bersifat opened loop ini lebih dekat karakteristiknya dengan lembaga jasa keuangan, sehingga lebih cocok dengan pengawasan OJK dalam koordinasi dengan kementerian koperasi. Lalu seperti usulan Menteri Teten beberapa waktu lalu, dalam OJK harus dibuat kompartemen tersendiri yang bertugas mengawasi koperasi agar pengawasannya lebih khas.

Bisa juga kita mengacu ke beberapa negara seperti Jepang, Vietnam dan Korea yang koperasinya langsung diawasi oleh bank sentral, tapi undang-undang pengawasan koperasinya sesuai dengan semangat cooperative dalam gerakan koperasi. Jadi standar regulasinya tidak menyamaratakan koperasi dengan lembaga keuangan komersial lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun