2
"Bi, mama sama papa belum pulang, ya?" tanya Tasya begitu asisten rumah tangga mereka membuka pintu rumah.
"Belum, Nak. Tadi memang mereka bilang pulangnya agak malam."
Hari kedua Lebaran hampir berakhir. Tasya menghempaskan tubuh tambunnya ke atas sofa sepenuh hati. Di atas meja ruang tamu masih ada bertoples-toples kue Nastar, Kuping Gajah dan Kaestengel. Tapi tidak seperti biasanya, dia enggan menyicip satu dua potong kenikmatan itu. Sepanjang hari ini dia sudah berkunjung ke rumah tujuh teman kantornya jadi perutnya telah benar-benar penuh. Aroma opor ayam yang disiapkan bibi dari ruang makan juga tidak mampu lagi menggugah seleranya.
Sambil melakoni posisi wuenak itu, dia melihat-lihat kembali foto-foto yang mengisi galeri handphone hari ini. Sesekali dia merapikan poni yang sedikit mengganggu keasyikannya menatap frame demi frame lalu sesekali menyunggingkan senyum di antara dua pipi tembemnya.
Panggilan dari nomor yang belum dikenali masuk ke handphone-nya. Tasya mengernyitkan kening, tapi tetap menjawab telepon itu dengan salam. Balasan suara berat seorang cowok terdengar, lalu percakapan awal terjadi.
"Iya, lagi di rumah nih. Tapi maaf, dari mana ya?"
Terdengar tawa renyah dari seberang sana.
"Maaf, Sya. Aku kangen banget sampai lupa menyebutkan nama. Ini Ridho. Masih ingat kan?"
"Ridho?" Tasya mencoba mengingat-ingat. Dia punya beberapa teman bernama Ridho.