Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelukis Langit: Gadis Berambut Merah

29 Maret 2017   15:38 Diperbarui: 31 Maret 2017   06:00 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: kabarmakkah.com

Sayangnya, seorang gadis manis dengan rambut semerah langit senja dan senyum setulus dewi cinta berhasil mencuri perhatianku. Bukan, bukan keindahannya. Tapi tarian tangannya di atas kanvas itu. Dia juga seorang pelukis, tapi sebagai manusia dia hanya mampu melukis menggunakan kuas, cat dan kanvas.

Dia tinggal di rumah kayu yang asri di tepi sebuah danau. Di sekitar rumahnya hijau rerumputan menghampar, diselingi dengan rumpun bunga Krisan dan Anyelir. Dengan suasana sedamai itu, tidak heran dia bisa mendapatkan inspirasi yang tiada habis-habisnya. Seperti seorang pengelana padang gurun yang didera dahaga dan bertemu oasis yang besar.

Setiap pagi merekah, atau sebelum senja menutup hari, dia selalu terlihat menyapukan cat hijau, putih biru, merah, kelabu ke kanvas di atas balkon kamarnya. Dia membiarkan angin lembah menerbangkan rambut merahnya kesana kemari. Dia tidak peduli pada apapun saat sedang melukiskan keindahan, seperti menyerahkan seluruh jiwanya pada kanvas di hadapannya. Selama ini aku memandangnya diam-diam dari atas Ephamus. Semua pelukis langit memiliki penglihatan yang bahkan mampu menembus kedalaman lautan.

Sampai pada suatu malam purnama yang indah aku meninggalkan istana diam-diam, menunggang Dophan, merpati raksasa yang bisa mengubah warna bulu-bulunya jadi sebiru langit, atau sekelam langit malam.

**

Kakiku menginjak lantai kayu dengan hati-hati agar tak menimbulkan derak yang bisa membangunkan gadis itu. Ada dua lukisan yang dibiarkan tergeletak di tepi balkon, keduanya ditutupi kain hitam lebar. Sekali menyibak kain penutup, nampaklah wajah asli kedua lukisan. Keduanya adalah lukisan tentang langit. Yang satu langit malam dengan purnama berwarna perak, yang satu lagi langit fajar saat matahari baru menyapa sebagian padang rumput. Ah, aku langsung terhipnotis oleh lukisan-lukisan itu. Tapi aku penasaran untuk melangkah lebih jauh.

Satu-satunya penerangan di tempat itu berasal dari lampu pelita di dalam kamar yang mengintip dari sela-sela jendela. Pintu yang menghubungkan balkon dengan kamar gadis itu  rupanya tidak terkunci jadi aku bisa menyelinap masuk dengan mudah… dan terperangah

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun