Mohon tunggu...
Philosophy Talks
Philosophy Talks Mohon Tunggu... Freelancer - Let's Think Let's Talk This is Philosophy Talks

Ruang diskusi dan konten digital seputar ilmu filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hagia Sophia dan Romansa Peradaban Timur-Barat

13 Juli 2020   22:43 Diperbarui: 13 Juli 2020   22:52 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dikutip dari Wikipedia, Hagia Sophia berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kebijaksanaan Suci. Berdasarkan sejarahnya, Hagia Sophia merupakan sebuah bangunan tempat beribadah terbesar di dunia yang berdiri sejak tahun 537 M pada masa Byzantium Justinian. Berdirinya Hagia Sophia tidak dapat terlepas dari sejarah Byzantium yang Konstantinopel sebagai ibu kotanya.

Bentuk bangunan Hagia Sophia merupakan ide dari Anthemios dari Tralles dan Isidorus dari Miletus. Berkat tangan keduanya, bangunan Hagia Sophia muncul sebagai simbol puncak ketinggian arsitektur Byzantium. Jika dilihat dari konsep bangunannya, Hagia Sophia pada periode awal yang dijadikan sebagai gereja Kristen Ortodoks, memiliki bentuk kubah seperti halnya bangunan dalam arsitektur Islam, terutama dari kawasan Suriah dan Persia. 

Hal ini disebabkan bentuk kubah yang dikembangkan dalam arsitektur Islam ini, terbuat dari batu bata yang lebih ringan daripada langit-langit kubah orang-orang Nasrani di Roma, yang terbuat dari beton tebal dan berat, serta mahal biayanya.

Hagia Sophia bisa dikatakan sebagai pusat peradaban Turki, terlebih peradaban Timur dan Barat. Hal ini disebabkan pembangunan awal di masa Kerajaan Romawi (Eropa Timur) tepatnya di Konstantinopel mengundang banyak keuntungan dari sektor perdagangan dan kebudayaan. Di samping itu, penyebaran agama Kristen pun meningkat. 

Dengan demikian, pertemuan budaya anatara Islam dan Kristen juga tidak dapat terhindari. Selama periode kekuasaan Romawi Timur di Turki, terdapat dua dinasti; dinasti Seljuk dan Dinasti Turki Utsmani. 

Pada pertengan abad ke-13, Kerajaan Byzantium mulai melemah karena kehilangan daerah kekuasaan yang diambil alih oleh kabilah di bawah kekuasaan Osman I - kemudian mendirikan Kesultanan Utsmaniyah. Dari sinilah penyebab runtuhnya Byzantium, terutama ketika kota Konstantinopel berhasil direbut oleh Turki Ottoman, tepatnya 29 Mei 1453. Sultan Al Fatih atau Sultan Mehmed II dari bangsa Otsmani adalah orang yang berhasil menembus Konstantinopel dan kekaisaran Byzantium jatuh. Sultan Mehmed II kemudian memerintahkan mengubah gereja menjadi masjid. 

Sejak saat itu, perluasan wilayah kekuasaan pun dilakukan dengan mengembangkan sistem Millet (kelompok agama dan suku minoritas yang dapat mengurus masalah mereka sendiri tanpa intervensi dan kontrol dari pemerintah pusat) dan pengembangan sistem kelautan sebagai kekuatan dagang terkuat. Masa kejayaan 

Turki di bawah Kesultanan Utsmaniyah berakhir sepeninggalan Sultan Suleiman I pada tahun 1566. Terlepas dari dinamika perpolitikan kekuasaan antara Timur (Islam) dan Barat (Kristen) sepanjang sejarah Turki dan Hagia Sophia sebagai saksi Perang Salib, Turki mengalami masa transisi pemerintahan sejak dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk. Berdasarkan perkembangan kebudayaan di Turki, kondisi sosial masyarakat 

Turki banyak dipengaruhi oleh dua peradaban; Timur (Islam) di masa Kesultanan Utsmaniyah dan Barat (Kristen Ortodoks). Selama Pemerintahan Mustafa kemal Ataturk, Turki berusaha meneguhkan identitas kekuasaan dan kebudayaannya yang lebih cenderung ke arah modern yang berkiblat ke Barat. Sehingga, di masa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk yang identik dengan gaya pemerintahan yang bersifat sekuler-liberal pun Hagia Sophia berubah menjadi museum pada tahun 1934, serta ditetapkan pula sebagai Warisan Dunia UNESCO pada 1985 karena sejarah dan keunikannya.

Setelah terjadi pergantian kepemimpinan pasca Mustafa Kemal Ataturk, status Hagia Sophia dipermasalahkan ketika masyarakat muslim Turki memperingati peran penting Hagia Sophia dalam 567 penaklukan Ottoman. Di sisi lain, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partainya Erdogan, mengampanyekan usaha mereka untuk menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid awal Mei lalu. Kontroversi menghangat sewaktu pemerintah Turki mengizinkan Alquran dikumandangkan di dalam Hagia Sophia untuk memperingati pendudukan Konstantinopel oleh tentara Utsmaniyah, 567 tahun lalu.

Di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdoan, pembukaan Hagia Sophia sebagai tempat beribadah akan dilakukan sesuai dengan putusan pengadilan. Selain itu, beberapa media di Turki juga melaporkan, bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan ingin mempertahankan Hagia Sophia sebagai objek wisata seperti Masjid Biru di dekatnya, namun juga membukanya untuk tempat ibadah umat Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun