Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Bermain dengan Anak Perempuan Nanti Hamil, Ketika Pendidikan Seksual Masih Tabu

18 Desember 2021   13:55 Diperbarui: 21 Desember 2021   20:00 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendidikan Seksual. Foto Freepik

"Kata guruku jangan bermain sama perempuan nanti hamil," Apa yang akan Anda lakukan ketika anak-anak mengucapkan pernyataan tersebut. Sejujurnya saya terpengarah mendengar kalimat tersebut. Ternyata cara yang diajarkan sejak kita kecil dulu masih sama bertahan sampai sekarang, yaitu dengan cara menakut-nakuti.

Selidik punya selidik, perkataann tersebut terucap dari anak-anak karena guru takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan dari siswa mereka. Ketika anak-anak mulai memiliki hasrat seksual, maka mereka dilarang bermain bersama-sama. Padahal ada dampak lain yang tak diantisipasi dari larangan tersebut, yaitu anak-anak menjadi tidak mau berteman dengan anak perempuan. Tidak mengenal dunia anak yang berbeda jenis kelamin di sekolah. Bukan hanya itu, anak-anak menjadi takut berdekatan dengan kakak kandung dan sepupu perempuannya. Bayangkan saja karena main bareng, bikin anak perempuan bisa hamil.

Begitulah kondisinya, pendidikan seksual belum ramah dan terkesan tabu untuk dibicarakan. Orang tua mendadak risih ketika anak-anak bertanya soal seks dan malah mengalihkan pembicaraan. Bukannya menjelaskan apa yang ditanyakan anak-anak dan mengatakan belum cukup umur atau nanti juga sudah dewasa bakal berlajar sendiri. Padahal tidak begitu loh. Justru anak-anak harus mendapat pendidikan seksual sejak dini.

Kak Seto Bilang Pendidikan Seksual Sejak Dini itu Penting

Mengutip dari kompas.com, Menurut kak Seto memberi pemahaman tentang kesehatan seksual dan reproduksi itu penting diajarkan sejak dini kepada anak-anak-anak. Bahkan dimulai dimulai dari anak-anak berusia 2,5-3 tahun. Dimulai dengan mengajarkan identitas seksual, mengajari nama alat kelamin penis dan vagina, seiring pertambahan usia diedukasi bagaimana menjaga organ tubuh seperti bibir, dada, dan pantat. Kemudian ditegaskan pula tidak ada yang boleh memegang organ intim tersebut, mau itu dari orang terdekat maupun orang yang baru dikenal.

Bagi Kak Seto, anak-anak sangat penting diajarkan tentang organ tubuh yang berhubungan dengan seks secara jelas dan dan benar, karena mereka yang akan menjadi pelindung diri sendiri. Selain itu, tentu saja anak-anak diajarkan untuk berteriak dan melapor kalau ada orang yang berani memegang organ intim mereka. Tak kalah pentingnya juga mengedukasi tentang kesehatan dan kebersihan area pribadi mereka.

Pasalnya kak Seto bukanlah guru-guru dan para orang tua. Perasaan tabu dan risih kerap menjadi dinding penghalang bagi para orang tua dan pengajar di sekolah untuk mengedukasi anak-anak tentang pendidikan seksual.

Lalu kenapa pendidikan seksual itu penting? Jawabannya agar anak-anak memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang perkembangan tubuh di masa peralihan, seperti tumbuhnya jakun dan perubahan suara pada laki-laki. Berbeda dengan perempuan yang terjadi perubahan payudara semakin besar atau menstruasi pada perempuan.

Pendidikan seksual dapat membuat anak-anak mengetahui risiko menikah di luar nikah dan memahami tentang fungsi alat reproduksi mereka. Selain itu, bisa mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual. Anak-anak berani menolak ketika orang lain menyentuh tubuhnya. Karena mereka mengerti ada orang yang mencoba melakukan kejahatan terhadap diri mereka. Jadi, apakah masih risih dan tabu mengajarkan pendidikan seksual kepada anak-anak kita?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun