Mohon tunggu...
Richard Sianturi
Richard Sianturi Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Lulusan FH Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pikiran Anda! (Catatan Kedua untuk Pandji Pragiwaksono)

12 April 2017   13:38 Diperbarui: 12 April 2017   13:46 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pandji bilang, “Hal yang paling kita hindari, adalah, mendorong orang menjauh dan membangun tembok pemisah. Terutama dalam situasi politik yang panas ini”.Saya setuju betul. Tapi tidak ada relevansinya kalau itu dikaitkan dengan video, seakan-akan video mengatakan sebaliknya, seakan-akan video itu mendorong orang menjauh dan membangun tembok pemisah. Kalau kita lihat, tentu itu sebenarnya tidak ada, at all.

Tidak ada dalam video itu sebuah garis batas yang jelas tentang “ini kita, ini mereka” dalam konteks sama-sama warga Jakarta, sama-sama bangsa Indonesia. Yang ada adalah garis batas yang jelas tentang “ini pentingnya keberagaman, ini tidak pentingnya keberagaman”. Kalau “ini pentingnya keberagaman” menang, maka “ini tidak perlunya keberagaman” tidak akan bisa menang.

Bukan sebagai orangnya, tetapi soal adanya penyakit akut intoleransi dan anti keberagaman yang sangat mengganggu. Dan kalau-kalau Pandji tidak setuju dengan ini, kita tahu siapa yang sakit (otaknya).

Tidak ada juga kesan (kalau saya sebagai penonton) bahwa saudara-saudara umat Muslim menjadi “mereka” dalam bahasa Pandji. Ini pikiran negatif saja, sebab yang disasar dalam video ini adalah semua, tanpa terkecuali. Semua perlu sama-sama sepakat pilih keberagaman untuk persatuan. Kok suka sekali berpikiran negatif?

“Jakarta tidak butuh konflik”, kata Pandji. “Makanya jangan menyulut potensi-potensi konflik, apalagi cuma karena pilkada”, kata saya.

Jakarta tidak butuh cara pandang “Kita vs Mereka”, kata Pandji. “Tapi kita perlu jujur bahwa memang jelas ada cara pandang “ini pentingnya keberagaman, ini tidak pentingnya keberagaman”. Ini perlu diakui dengan jujur, supaya kita bisa mencari sama-sama solusinya. Jangan suka sembunyi-sembunyi.


Pandji lagi-lagi tanya, “Kalau ini gaya kampanyenya, ketika mereka(Basuki-Djarot)menang, bisakah dibayangkan apa yang tersisa darinya?” Bukannya mudah saja jawabnya? Yang jelas keberagaman akan dijaga, keberagaman akan diperjuangkan supaya tidak saling senggol, dan sejalan dengan itu persatuan bisa kita nikmati.

Cara pandang “Apakah anda memilih berpihak pada penyeragaman, radikal serta intoleran, atau memilih berpihak kepada keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika” adalah tekad yang tegas untuk memperjuangkan persatuan, sebab kita diajak bersama-sama untuk melawan segala bentuk pola pikir yang menolak fakta kebergamaan. Yang diwaktu yang sama, menolak persatuan.  

Saya tahu mereka bicara kepada anda dan ingin mengajak anda masuk dalam barisan yang mereka sebut “Keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika”, tapi itu berarti mereka meninggalkan bahkan mendorong jauh orang orang yang tidak memilih mereka dengan melabeli orang tersebut sebagai “Penyeragaman, radikal dan intoleran”.Soal kalimat ini adalah tafsiran Pandji sendiri, yang menurut saya prematur, negatif dan cenderung provokatif. Kita bisa menyikapinya masing-masing.

Pandji tidak perlu bingung juga harus menyatakan kekecewaannya atas video itu ke siapa. Lebih baik Pandji duduk tenang, tonton video itu baik-baik, coba hilangkan subyetifitas sejenak sebelum menonton, refleksikan apa benar anda harus kecewa karena isi video itu? Apa kecewa karena itu video dari calon lain yang tidak Anda dukung? Tapi memang susah dengar hati nurani, kalau pikiran sudah mengambil posisi tidak suka duluan.

Pandji, kita ini mau memilih Pemimpin lho! Commander In Chief. The Leader. The guy with the vision.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun