Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gereja Papua dan Implementasi Masa Adven yang Berpihak pada Orang Miskin dan Alam

27 November 2022   09:24 Diperbarui: 28 November 2022   14:31 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Minggu, 27 November 2022, Gereja memasuki masa Adven. Sebuah periode waktu selama empat minggu, yang dikhususkan oleh Gereja sebagai kesempatan berahmat untuk mempersiapkan diri menyambut perayaan Natal, kelahiran Tuhan Yesus Kristus. 

Dalam konteks Papua, masa Adven merupakan kesempatan bagi umat Allah, secara khusus jemaat orang asli Papua (OAP) untuk merefleksikan makna eksistensinya di hadapan sesama manusia, alam, leluhur dan Tuhan Allah. Jemaat diingatkan untuk memasuki rumah hidupnya dan melihat kembali relasi rangkap empat itu.

Pada masa Adven ini, kita perlu melihat bagaimana kondisi hidup Gembala dan kawanan domba di tanah Papua selama ini? Bagaimana perhatian para Gembala terhadap kawanan domba di kampung-kampung terpencil di tanah Papua? Bagaimana solidaritas warga Gereja terhadap orang miskin yang menderita dan alam di tanah Papua ini?

Gembala dan Domba yang Terpisah

Kita melihat bahwa rumah Gereja Papua tidak sedang baik-baik saja. Indikatornya sederhana. Gembala dan kawanan domba terpisah. Disparitas keduanya melahirkan ruang kosong bernama "ketidak percayaan!" Gembala dan kawanan domba saling tidak percaya.

Di mimbar-mimbar dan altar-altar para Gembala berbicara tentang Allah yang miskin dan melarat. Ia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala. "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." (Matius 8:20). 

Tetapi, para Gembala mempraktekkan hidup mewah. Lihatlah di kota-kota di tanah Papua. Gedung gereja megah dan mewah. Demikian halnya, rumah pastoran mewah dilengkapi fasilitas mobil. Sementara jemaat hidup melarat dan terkapar tak berdaya.

Pada masa Adven ini, Gereja merefleksikan kedatangan Putera Allah, yang mengosongkan diri. "Ia telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia," (Filipi 2:7). Yesus Putera Allah, mengambil rupa manusia. Bukan manusia kaya, tetapi miskin dan melarat.

Yesus lahir di kandang ternak di Betlehem (Lukas 2:1-20). Baru beberapa hari saja, Ia telah mengungsi ke Mesir, (2:13-15). Lalu, pada perjamuan bersama para murid-Nya, Ia mencuci kaki para murid (Yohanes 13:1-20). Puncaknya, Ia wafat di kayu salib (Matius 27:32-61). 

Meskipun Yesus mengambil rupa manusia miskin, tidak demikian dengan para Gembala-Nya saat ini. Para Gembala di tanah Papua mempratekkan hidup mewah di tengah hidup jemaat, secara khusus jemaat orang asli Papua (OAP) yang hidup miskin, melarat dan tertindas. 

Di gereja-gereja, kita mendengar pengumuman Gembala terkait pengumpulan dana untuk pembangunan gedung gereja, aula dan rumah pastoran. Umat OAP yang sudah hidup miskin dipaksa atas nama Tuhan Allah untuk mengumpulkan uang demi pembangunan gedung fisik.

Di sisi lain, jemaat OAP yang hidup miskin dan melarat, baik di kota-kota maupun di kampung pelosok tidak mendapatkan perhatian serius dari para gembala. Kita jarang mendengar pengumuman penggalangan dana solidaritas untuk kawanan domba di kampung terpencil. 

Orang-orang miskin tidak mendapatkan tempat di hati para Gembala di tanah Papua. Gembala dan kawanan domba sedang terpisah jauh. Keduanya, hanya sekedar berada di dalam gedung gereja pada perayaan hari Minggu, atau kebaktian lainnya. Selebihnya, masing-masing berjalan sendiri.

Masa Adven tahun 2022 ini, semestinya menggerakkan para Gembala untuk lebih peduli pada jemaat yang miskin dan menderita di kota-kota dan kampung-kampung terpencil. Karya sosial dan pelayanan kepada orang miskin harus mendapatkan tempat di hati para Gembala. Tanpa kehadiran dan karya nyata di tengah kehidupan orang miskin, maka Gereja Papua tidak akan berakar kuat dan berbuah sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus.

Mengarahkan Hati ke Kampung Pelosok di Tanah Papua

Kita menyaksikan dan mengalami bahwa saat ini OAP tidak mengalami perkembangan signifikan. Berapa penduduk OAP di tanah Papua, yang saat ini telah menjadi enam provinsi: Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat dan Papua Barat Daya? OAP tinggal di mana?

Kampung adalah tempat hidup dan berpijak jemaat OAP. Semestinya, ke sanalah para Gembala mengarahkan hatinya, tetapi kenyataan memperlihatkan pelayanan lebih fokus di kota-kota. Kita melihat para Gembala telah terkontaminasi dengan cara kerja dunia ini: fasilitas harus lengkap, ada mobil, motor, listrik, jaringan internet dan lain-lain. Kalau tidak ada fasilitas-fasilitas tersebut, para Gembala tidak betah tinggal di kampung-kampung untuk melayani jemaat.

Di kampung-kampung, ada pelayanan tetapi tidak maksimal. Pastor dan Pendeta hanya datang memimpin ibadah pada hari Minggu atau hari lain yang ditentukan dan pulang ke pastoran, yang biasa terletak di ibu kota kecamatan. Selebihnya jemaat di kampung-kampung mengurus hidupnya sendiri.

Di kampung-kampung, kita melihat sekolah-sekolah dasar tutup. Bahkan ada sekolah yang dikelola oleh Gereja, seperti Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), Yayasan Pendidikan dan Persekolah Katolik (YPPK), Yayasan Pendidikan Gereja-Gereja Injili (YPPGI) terbengkalai. Pada situasi seperti itu, kita juga melihat berapa Pastor dan Pendeta yang mau peduli? Malah ada Pastor dan Pendeta yang bilang, "sekolah tutup bukan urusan kami, karena kami jaga umat, bukan urus sekolah!"

Demikian halnya, pelayanan kesehatan di Puskesmas Pembantu (Pustu) di kampung tidak berjalan. Jemaat tidak bisa akses layanan kesehatan, tetapi berapa orang Pastor atau Pendeta yang mau peduli? Pastor dan Pendeta sibuk memimpin ibadah pada hari Minggu dengan khotbah yang bagus sekali tentang Tuhan Allah, tetapi jemaat menderita, tidak bisa sekolah dan tidak bisa berobat, tidak mendapatkan perhatian apa pun.

Saat ini, jemaat OAP tidak mendapatkan tempat terbaik di hati para Gembala di tanah Papua. Pastor dan Pendeta punya hati tidak terbuka dan peka pada penderitaan jemaat OAP di kampung terpencil. Situasi semacam ini membuat jemaat tidak merasakan dan mengalami belas kasih Allah. Pewartaan di mimbar itu tidak berdampak pada hidup OAP karena hanya sekedar kata di mulut, tak sampai menyentuh sukma dan tidak tidak menjadi nyata dalam tindakan.

Masa Adven tahun 2022 ini harus menjadi momentum pertobatan nyata dari para Gembala untuk lebih peduli dan memperhatikan jemaat OAP di kampung terpencil. Jangan biarkan kawanan domba terlantar, tidak bisa sekolah dan tidak bisa berobat. Jangan biarkan kawanan domba lapar dan mati karena gizi buruk!

Para Gembala harus ingat bahwa ketika membaptis jemaat, maka melekat pula tanggung jawab untuk memelihara dan memperhatikan tumbuh kembang mereka. Gembala tak sekedar membaptis dan membiarkan kawanan domba merana. Pastor dan Pendeta harus peduli dan memastikan OAP yang dibaptis bertumbuh, berakar di dalam Yesus dan berbuah di dalam hidup sehari-hari.

dokpri
dokpri

Solidaritas dengan Orang Miskin dan Alam

Gereja Papua harus ingat akan panggilan dan perutusannya yaitu berpihak pada orang miskin, sakit dan tertindas. Gereja Papua juga harus menyuarakan dan mempraktekkan perilaku hidup sederhana di tengah jemaat OAP yang sangat menderita ini. Demikian halnya,   para Gembala juga harus berdiri dan memimpin di jalan hidup ekologis, menghormati alam, bukan sebaliknya berkolaborasi dengan pengusaha perusak hutan alam Papua.

Dalam konteks Gereja Papua, kita melihat bahwa keteladanan para Gembala untuk hidup miskin di hadirat Allah dan berpihak pada jemaat OAP miskin dan tertindas sangat minim. Para Gembala mempraktekkan hidup mewah. Karena itu, kawanan domba tidak percaya pada apa yang dikatakan para Gembala.

Bagaimana Pastor dan Pendeta mengajak jemaat hidup sederhana, solider dengan sesama yang miskin dan melarat, sedangkan Gembala sendiri hidup di pastoran mewah, makan-minum enak dan serba lengkap! Jemaat melarat! Jemaat tidak memiliki tempat tinggal memadai, sedangkan Gembala hidup di pastoran mewah. Jemaat kurus, menderita gizi buruk, Pastor dan Pendeta gemuk dan kelebihan berat badan!

Masa Adven ini, para Gembala dan kawanan domba di tanah Papua harus bertobat dari cara hidup lama: tidak saling peduli; saling terpisah, saling memunggungi. Gembala dan kawanan domba harus kembali ke dalam rumah Gereja Papua. Keduanya harus tinggal bersama. Dengan tinggal bersama, maka keduanya saling mengenal, saling menyapa dan saling menguatkan untuk berjalan bersama ke mata air jernih dan padang rumput hijau.  

Tinggal bersama dan berjalan bersama antara Gembala dan jemaat OAP semestinya berdampak pada perbaikan kualitas hidup OAP. Secara khusus, kondisi hidup jemaat OAP saat ini, yang mengalami kekerasan, penindasan, dan kemiskinan sistemik ini mesti mendapatkan perhatian lebih serius dari para Gembala di tanah Papua. 

Suara kenabian perlu dikeraskan agar kawanan domba tidak lagi mengalami kekerasan dan penindasan. Demikian halnya, para Gembala perlu memberikan teladan hidup baik, yang mengarahkan jemaat kepada Tuhan Yesus, Juruselamat dunia, yang memilih mengosongkan diri dengan menjadi manusia miskin dan menderita.

Penderitaan jemaat OAP di dalam rumah Gereja Papua mesti dilihat sebagai undangan dari Tuhan Yesus kepada para Gembala dan segenap umat agar dapat melihat dan mengalami wajah Tuhan yang sesungguhnya, yang menderita sengsara. 

Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan yang menderita itu,  seharusnya menggerakkan hati setiap Gembala dan jemaat untuk bersolidaritas, bukan hanya di dalam doa dan kata-kata, tetapi melalui tindakan nyata mengulurkan tangan dan mengeraskan suara kenabian.  

Dalam konteks Papua, alam pun sedang menderita dan menjerita karena dikepung oleh perusahaan-perusahaan raksasa yang berkolaborasi dengan Negara. Kita melihat hutan hujan alam berganti dengan perumahan-perumahan dan pohon-pohon sawit serta tanaman industri. 

Padahal, jemaat OAP dengan hutan alam adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Kalau alam hancur, maka dengan sendirinya OAP pun akan lenyap. Karena itu, Gereja Papua, melalui para Gembala dan kawanan domba harus sama-sama menjaga alam dan memanfaatkannya secara bijaksana sesuai kehendak Tuhan, bukan keinginan manusia saja.

Sekali lagi, solidaritas dengan jemaat OAP yang sedang menderita dan alam Papua yang sedang rusak, perlu tindakan nyata melalui perilaku hidup sederhana, tidak mempraktekkan gaya hidup hedonis dan konsumeristis. Perilaku mencari kesenangan diri sendiri dengan mengorbankan orang miskin dan alam harus ditinggalkan demi cinta kepada Tuhan Yesus yang telah menjadi manusia miskin. 

Hari ini, kita memulai hari-hari perziarahan pada masa Adven yang suci ini. Kita tidak pertama-tama, pergi keluar, melainkan memasuki rumah kita bersama, rumah Gereja Papua. Di sana, kita tinggal bersama Tuhan Yesus. Kita mendengarkan pengajaran-Nya dan melihat keteladanan hidup melalui para Gembala-Nya. Dari dalam rumah Gereja Papua itu, kita keluar dan mewartakan kabar baik, kabar gembira dari Tuhan, yaitu pertobatan dan datangnya Kerajaan Allah di tanah Papua.

Kita berdoa dengan iman dan berharap dengan penuh kerinduan bahwa kasih Allah akan menggerakkan para Gembala dan kawanan domba di tanah Papua untuk selalu tinggal bersama di dalam rumah Gereja Papua, dan berjalan bersama-Nya hingga akhir. 

Rumah Gereja Papua, tempat Tuhan Allah menabur dan menumbuhkan benih kasih-Nya hendaklah berbuah melimpah. Jemaat OAP dan segenap kawanan-Nya di tanah Papua dapat bersatu hati, saling menyapa dan memeluk dengan erat satu sama lain, tanpa sekat pemisah. 

Ke depan, para Gembala dan kawanan domba harus tinggal bersama di dalam rumah Gereja Papua dan keluar bersama menuju mata air jernih dan padang rumput hijau. Dengan demikian, Gembala dan kawanan domba sama-sama sehat, gemuk, sehat dan selamat. Amin. (Abepura, 27 November 2022; 09.32 WIT).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun