Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buka Ruang Dialog bagi Papua

12 September 2020   12:10 Diperbarui: 12 September 2020   12:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Nduga melakukan demonstrasi menuntut pengusutan terhadap pembunuhan warga sipil di Kabupaten Nduga, 27 Juli 2020. Dok.Istimewa.

Saat ini diskusi publik dan demonstrasi penolakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua jilid II semakin bergelora. Mahasiswa, aktivis kemanusiaan, organisasi pergerakkan pembebasan Papua dan pimpinan Gereja di tanah Papua menyerukan penolakan Otsus jilid II. Bahkan para imam Katolik pribumi Papua, yang dikoordinir oleh Pastor Alberto John Bunay, Pr pada Selasa, 21/07/2020), di Abepura menyerukan  penolakan Otsus jilid II serta meminta pemerintah Indonesia memberikan kesempatan refrendum bagi orang Papua.

Penolakan Otsus Papua merupakan bentuk protes keras terhadap sikap pemerintah Indonesia kepada orang Papua. Selama pelaksanaan Otsus 2001-2020, kualitas hidup orang Papua tidak menjadi lebih baik. Hak asasi manusia orang Papua terabaikan. Pendidikan, kesehatan dan ekonomi orang Papua tidak mengalami peningkatan apa pun.

Berapa orang Papua meraih gelar doktor pada bidang ilmu terapan seperti peternakan, pertanian, perikanan, kehutanan? Berapa orang Papua menjadi dokter, dokter spesialis dan dokter gigi? Berapa orang Papua memiliki kios, toko dan usaha lainnya?

Kita menyaksikan kota-kota di Papua dikuasai oleh orang pendatang. Pembangunan terpusat di kota-kota. Padahal orang Papua tinggal di kampung-kampung. Semestinya, pembangunan pendidikan, kesehatan dan ekonomi berkiblat ke kampung. Sebab, di sanalah orang Papua tinggal. Pembangunan di kota-kota di Papua untuk siapa?

Lebih ironis, pada era Otsus pemerintah Indonesia memberlakukan operasi militer sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Nduga sejak Desember 2018 silam. Di daerah-daerah, kita mendapatkan informasi aparat keamanan melakukan penembakan terhadap orang Papua sebagaimana yang terjadi di Paniai, 8 Desember 2014, di Fayit, Asmat, 27 Mei 2019 dan berbagai wilayah lainnya di Papua.

Realitas Papua semacam ini telah melahirkan kesadaran kolektif orang Papua untuk bangkit melawan penindasan yang berlangsung sistematis ini. Orang Papua mau selamat di atas tanah leluhurnya. Orang Papua tidak mau punah. Itulah alasan di balik gencarnya aksi penolakan Otsus Papua yang saat ini sulit dibendung oleh pemerintah Indonesia.

Di tengah gelombang penolakan Otsus dan tuntutan refrendum itu, pemerintah pusat melalui Menteri Agama, H. Fachrul Razi meluncurkan program, "Kita Cinta Papua" dengan memberikan dana beasiswa, bantuan untuk pendidikan agama dan pendidikan keagamaan serta lembaga keagamaan di Papua dan Papua Barat yang nilainya mencapai 65 miliar.

Menyikapi hal itu, para imam Katolik pribumi Papua dalam pernyataannya menulis, "berdasarkan surat edaran Menteri Agama RI, 'Kita Cinta Papua,' kata-kata itu sangat baik dan benar, supaya orang Papua dapat percaya, maka kami minta pemerintah Indonesia mengizinkan wartawan asing masuk ke papua untuk melihat dan meliput hasil pembangunan di tanah Papua selama otonomi khusus 2001-2020."

Itulah reaksi sesaat pemerintah Indonesia dalam menyikapi aksi penolakan Otsus Papua. Program "Kita Cinta Papua" tidak akan berdampak apa pun pada situasi Papua. Sebab, tidak menyentuh hakikat permasalahan Papua. Orang Papua tolak Otsus dan minta refrendum dijawab dengan program "Kita Cinta Papua" yang semu. Bagaimana mencintai Papua sekaligus menganggapnya separatis sehingga kapan saja bisa ditembak mati?

Kita patut merefleksikan dua hal. Pertama, mengapa pemerintah Indonesia tidak mau membuka ruang dialog atau perundingan dengan orang Papua dalam memetakan permasalahan Papua serta mencari alternatif penyelesaiannya? Pastor Neles Tebay, Pr sejak tahun 2009 memperjuangkan Dialog Jakarta-Papua, melalui Jaringan Damai Papua (JDP), tetapi pemerintah Indonesia tidak menanggapinya secara serius sampai beliau wafat pada tahun 2019 silam.

Kedua, siapa orang Papua di hadapan pemerintah Indonesia? Cara pandang pemerintah Indonesia terhadap orang Papua sangat menentukan pilihan sikap, tindakan dan kebijakan bagi masa depan Papua. Selama ini tampak bahwa pemerintah Indonesia melihat orang Papua sebagai musuh negara dan separatis. Hal itu terlihat dari pengiriman pasukan militer secara berlebihan ke tanah Papua. 

Pemerintah Indonesia menganggap Papua sudah final di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 1 Mei 1963 dan diperkuat melalui Pepera 1969. Sedangkan orang Papua menganggap Papua sudah Merdeka, lengkap dengan atribut kebangsaan bendera Bintang Kejora, lagu Hai Tanahku Papua dan Burung Mambruk sebagai simbol Negara yang diproklamirkan pada 1 Desember 1961. Saling klaim semacam ini telah melahirkan frasa, "NKRI Harga Mati" bagi Indonesia dan "Papua Merdeka Harga Mati" bagi orang Papua. Dampaknya, darah dan air mata mengalir setiap hari memenuhi tanah Papua. Tubuh terkapar diterjang timah panas tanpa henti.

Selalu menarik untuk merujuk pada hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam buku Papua Road Map, 2009 bahwa ada empat permasalahan pokok Papua yaitu masalah sejarah integrasi Papua, masalah pelanggaran HAM, masalah pembangunan dan masalah marginalisasi terhadap orang Papua. Tetapi, mengapa sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak pernah menanggapi, apa lagi menggunakan hasil penelitan LIPI ini dalam menyelesaikan permasalahan Papua?

Apa pun argumentasinya, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi melakukan dua pendekatan berikut ini kepada orang Papua. Pertama, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi memaksakan kehendaknya atas Papua melalui pendekatan keamanan dengan mendatangkan pasukan militer ke Papua. Kedua, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menerapkan pendekatan pembangunan kepada orang Papua, termasuk pemekaran provinsi, kabupaten/kota di Papua.

Kedua, pendekatan tersebut telah gagal meyakinkan orang Papua bahwa mereka bagian dari Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak berhasil meraih hati orang Papua melalui kedua pendekatan ini. Buktinya, gelombang penolakan Otsus Papua bergelora dan tututan refrendum Papua menghantam Indonesia bagaikan petir di siang bolong.

Apa yang mesti dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan Papua? Saat ini hanya ada satu alternatif yaitu pemerintah Indonesia membuka diri untuk melakukan dialog/perundingan dengan orang Papua. Aksi penolakan Otsus dan tuntutan referendum yang disuarakan oleh orang Papua saat ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk membuktikan kebenaran rasa memiliki Papua. Kalau pemerintah Indonesia sungguh-sungguh mencintai orang Papua, bukalah ruang dialog/perundingan itu. Mari bersama-sama duduk di meja dialog/perundingan sebagai Saudara di dalam satu rumah, bukan sebagai musuh.

Pada era digital ini, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menutupi permasalahan Papua yang sedang kronis ini. Sebab, setiap hari kita mendengar dan membaca berita tentang penembakan terhadap orang Papua. Kita menyaksikan aksi demonstrasi menuntut keadilan bagi Papua. Kita melihat buruknya pelayanan kesehatan, pendidikan, kerusakkan lingkungan alam, marginalisasi orang Papua dan lain sebagainya.

Kini, setiap hari penderitaan orang Papua terpampang di halaman media massa cetak dan on line serta berita televisi. Permasalahan Papua telah meluas sampai ke dunia internasional. Karena itu, pemerintah Indonesia perlu lebih bijaksana menyikapi permasalahan Papua dengan membuka ruang dialog/perundingan antara pemerintah Indonesia dan orang Papua. [12 September 2020; 10.30 WIT].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun