Pemerintah Indonesia menganggap Papua sudah final di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 1 Mei 1963 dan diperkuat melalui Pepera 1969. Sedangkan orang Papua menganggap Papua sudah Merdeka, lengkap dengan atribut kebangsaan bendera Bintang Kejora, lagu Hai Tanahku Papua dan Burung Mambruk sebagai simbol Negara yang diproklamirkan pada 1 Desember 1961. Saling klaim semacam ini telah melahirkan frasa, "NKRI Harga Mati" bagi Indonesia dan "Papua Merdeka Harga Mati" bagi orang Papua. Dampaknya, darah dan air mata mengalir setiap hari memenuhi tanah Papua. Tubuh terkapar diterjang timah panas tanpa henti.
Selalu menarik untuk merujuk pada hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam buku Papua Road Map, 2009 bahwa ada empat permasalahan pokok Papua yaitu masalah sejarah integrasi Papua, masalah pelanggaran HAM, masalah pembangunan dan masalah marginalisasi terhadap orang Papua. Tetapi, mengapa sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak pernah menanggapi, apa lagi menggunakan hasil penelitan LIPI ini dalam menyelesaikan permasalahan Papua?
Apa pun argumentasinya, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi melakukan dua pendekatan berikut ini kepada orang Papua. Pertama, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi memaksakan kehendaknya atas Papua melalui pendekatan keamanan dengan mendatangkan pasukan militer ke Papua. Kedua, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menerapkan pendekatan pembangunan kepada orang Papua, termasuk pemekaran provinsi, kabupaten/kota di Papua.
Kedua, pendekatan tersebut telah gagal meyakinkan orang Papua bahwa mereka bagian dari Indonesia. Pemerintah Indonesia tidak berhasil meraih hati orang Papua melalui kedua pendekatan ini. Buktinya, gelombang penolakan Otsus Papua bergelora dan tututan refrendum Papua menghantam Indonesia bagaikan petir di siang bolong.
Apa yang mesti dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan Papua? Saat ini hanya ada satu alternatif yaitu pemerintah Indonesia membuka diri untuk melakukan dialog/perundingan dengan orang Papua. Aksi penolakan Otsus dan tuntutan referendum yang disuarakan oleh orang Papua saat ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk membuktikan kebenaran rasa memiliki Papua. Kalau pemerintah Indonesia sungguh-sungguh mencintai orang Papua, bukalah ruang dialog/perundingan itu. Mari bersama-sama duduk di meja dialog/perundingan sebagai Saudara di dalam satu rumah, bukan sebagai musuh.
Pada era digital ini, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menutupi permasalahan Papua yang sedang kronis ini. Sebab, setiap hari kita mendengar dan membaca berita tentang penembakan terhadap orang Papua. Kita menyaksikan aksi demonstrasi menuntut keadilan bagi Papua. Kita melihat buruknya pelayanan kesehatan, pendidikan, kerusakkan lingkungan alam, marginalisasi orang Papua dan lain sebagainya.
Kini, setiap hari penderitaan orang Papua terpampang di halaman media massa cetak dan on line serta berita televisi. Permasalahan Papua telah meluas sampai ke dunia internasional. Karena itu, pemerintah Indonesia perlu lebih bijaksana menyikapi permasalahan Papua dengan membuka ruang dialog/perundingan antara pemerintah Indonesia dan orang Papua. [12 September 2020; 10.30 WIT].