Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tanpa Petugas Kesehatan di Asmat, Kematian Datang Lebih Cepat

21 Desember 2019   17:22 Diperbarui: 22 Desember 2019   00:02 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala kampung Bipim, Soleman Sahare berdiri di depan Pustu Bipim yang sudah rusak, 10/4/2019. Dokpri.

"Di kampung ini tidak ada petugas kesehatan. Alasannya, tidak ada rumah untuk petugas kesehatan. Gedung Pustu juga sudah rusak. Jadi, kalau kami sakit, kami harus ke Puskesmas Atsj atau ke RSUD Agats. Kami bisa ke sana kalau ada minyak untuk katinting atau long boat. Kalau tidak ada minyak, kami tunggu mati saja," tutur kepala kampung Bipim, Soleman Sahare pada Rabu, (10/4/2019).

Cuaca pagi di Kampung Bipim berkabut. Kami berdiri di tepi sungai As. Kepala Kampung Bipim, Soleman berkisah tentang perjalanan mereka ke Yogyakarta untuk studi banding. Ada kisah lucu yang diceritakannya dengan penuh semangat.

"Waktu kami ke Yogyakarta, ada teman yang takut naik pesawat. Dia punya badan gementar. Pada saat kami transit di Makassar, dia minta supaya tinggal di Makassar. Dia tidak mau lanjut ke Yogyakarta. Dia takut pesawat jatuh," tutur Soleman sambil tertawa lepas.

Keceriaan Sulaiman pada pagi berkabut di tepi sungai As itu hanyalah pelipur duka lara tatkala ia kembali pada kesehariannya. Ia menjadi kepala kampung yang harus lebih sering menguburkan warganya lantaran mati muda karena sakit penyakit.

Seyogianya, warga masyarakat kampung Bipim bisa bertahan hidup lebih lama, tetapi ketidakhadiran petugas kesehatan telah menyumbang kematian dini pada orang Bipim.

Di distrik (kecamatan) Atsj, kampung Bipim tidak sendirian dalam hal ketidakhadiran petugas kesehatan di kampung. Tetangganya, kampung Bine pun tidak ada petugas kesehatan.

Di Bine pernah ada petugas kesehatan, seorang suster. Tetapi, suster tersebut meninggalkan Bine karena dirinya diganggu oleh orang yang tidak dikenalnya.

"Waktu saya mandi, ada orang intip saya dari celah-celah kamar mandi. Saya takut sekali," tutur suster yang kini bertugas di Pustu Kampung Ambisu.

Sebagaimana di Bipim, rumah Pustu di Bine juga sudah rusak parah. Gedung tua itu diselimuti rumput semak belukar. "Tidak ada petugas kesehatan yang datang tinggal di sini sehingga gedung ini lapuk dan rusak," tutur kader Kampung Bine.

Apabila ada warga kampung sakit, mereka harus pergi berobat ke Puskesmas Atsj atau ke RSUD Agats, yang letaknya sangat jauh.

Kondisi serupa terjadi di kampung Amanamkai. Kampung yang letaknya di depan pusat Distrik Atsj ini pun tidak ada petugas kesehatan. Alasan klasik kembali terlontar yakni tidak ada rumah petugas kesehatan.

"Sebenarnya, di sini ada rumah untuk mantri, tapi kader kesehatan yang tinggal. Jadi, mantri tidak ada tempat tinggal. Tetapi, rumah itu juga sudah rusak dan tidak layak huni," tutur kepala kampung Amanamkai.

Selain Bipim, Bine, dan Amanamkai masih ada lagi satu kampung di Distrik Atsj yang tidak ada petugas kesehatan yaitu Kampung Cewew Yamew. Kampung ini terletak di tepi Sungai Ayip. Apabila ada warga yang sakit, mereka pergi berobat ke Kampung Ambisu yang ada petugas kesehatan atau langsung ke Puskesmas Atsj.

Kampung Bipim, Bine, Amanamkai, dan Cewew Yamew yang tidak memiliki petugas kesehatan menjadi gambaran buruknya pelayanan kesehatan di daerah pedalaman Papua. Seyogianya, setiap kampung memiliki petugas kesehatan, minimal ada mantri atau bidan di Pustu sehingga tatkala warga sakit mereka bisa berobat.

Selain memberikan pengobatan, kehadiran petugas kesehatan di kampung-kampung sekaligus untuk memberikan informasi dan mendorong masyarakat untuk mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kehadiran petugas kesehatan di kampung-kampung merupakan suatu kemendesakan.

Kader kampung Bine berdiri di depan Pustu kampung Bine yang sudah rusak, 10/04/2019. Dokpri.
Kader kampung Bine berdiri di depan Pustu kampung Bine yang sudah rusak, 10/04/2019. Dokpri.

Kondisi serupa terjadi di Distrik Akat. Di Kampung Yuni hanya ada satu tenaga sukarelawan kesehatan yang melayani masyarakat dari rumahnya. Dia mendapat surat izin melayani kesehatan masyarakat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat.

Sedangkan di Kampung Fakan ada gedung Pustu dan ada tiga orang petugas kesehatan. Mereka betah tinggal di Fakan, meskipun tidak ada rumah untuk petugas kesehatan. Ketiganya tinggal di rumah warga pencari gaharu.

Di Distrik Atsj ada Puskemas Atsj dan Distrik Akat ada Puskesmas Ayam. Kedua Puskesmas itu terletak di pusat distrik.

Mengingat tidak ada rumah untuk petugas kesehatan sehingga ada petugas kesehatan yang seharusnya bertugas di kampung-kampung tetap bertahan di Puskesmas Atsj dan Puskesmas Ayam. Mereka tidak bisa ke kampung-kampung untuk melayani masyarakat lantaran tidak ada rumah tempat tinggal.

Di Asmat, narasi ketidakhadiran petugas kesehatan di kampung sudah menjadi rahasia umum. Kampung-kampung tanpa petugas kesehatan. Masyarakat yang jatuh sakit menunggu ajal menjemput. Padahal, kalau ada petugas kesehatan mereka bisa hidup lebih lama.

Petugas kesehatan juga manusia. Mereka pergi ke kampung tetapi tinggal di mana? Rumah petugas kesehatan di kampung sudah rusak. Tidak tersedianya tempat tinggal, air bersih dan listrik menjadi alasan klasik yang dilontarkan tatkala menjawab desakan masyarakat yang meminta petugas kesehatan.

Kematian demi kematian di Asmat terjadi lantaran ketidakhadiran petugas kesehatan di kampung-kampung terpencil. Orang Asmat mati lebih cepat dari usia hidupnya. 

Di dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Mazmur tertulis dengan sangat jelas bahwa "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat delapan puluh tahun" (Mazmur 90:10). Tetapi, kematian di Asmat, karena ketidakhadiran petugas kesehatan, bukan karena kodrat atau kehendak Tuhan melainkan sejarah manusia saling mengabaikan.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Asmat seharusnya mengarahkan pandangan ke kampung-kampung terpencil yang tidak ada petugas kesehatan dan infrastruktur dasar pelayanan kesehatan.

Pemerintah harus memprioritaskan pembangunan rumah petugas kesehatan di kampung-kampung terpencil di Asmat, tanpa kecuali.

Bagaimana Anda memberikan Surat Keputusan (SK) kepada petugas kesehatan ke kampung-kampung tanpa menyiapkan tempat tinggal yang layak untuk mereka? Mereka akan pergi ke kampung dan tinggal di mana untuk melayani masyarakat?

Ke depan, demi menyelamatkan manusia Asmat, pemerintah daerah Kabupaten Asmat, harus sungguh-sungguh memperhatikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di kampung-kampung terpencil di Asmat. Di setiap kampung harus ada rumah petugas kesehatan dan ada petugas kesehatan (Mantri/Bidan) yang tinggal dan melayani masyarakat.

Tanpa ada komitmen dari pemerintah untuk memperhatikan kesehatan orang Asmat, maka mata rantai kematian orang Asmat akan berlanjut dan lambat laun orang Asmat bisa punah di atas tanah leluhur mereka. [Agats_04-12-2019]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun