Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rinus Urbasa, Pace Papua yang Mengubah Aliran Air Kelapa Menjadi Rupiah

6 Desember 2019   19:15 Diperbarui: 12 Desember 2019   01:57 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari mencapai titik nadirnya. Siang itu jarum jam menunjukkan pukul 13.00 waktu Papua. Hari itu Sabtu 30 November 2019, panas yang menyenggat membuat sejumlah pengunjung Festival Suling Tambur ke-3 tahun 2019 yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat di Kampung Pam, Distrik Waigeo Barat Kepulauan bergegas mencari tempat yang nyaman untuk berteduh.

Sebagian lain mencari penyejuk dahaga. Hampir semua air kemasan yang didinginkan dengan es batu habis terjual. Tiga bulan terakhir, langit Papua memang enggan menurunkan titik kesejukannya di bumi yang dikenal dengan sebutan "Bumi Cenderwasih" tersebut, termasuk Raja Ampat. Sebagai daerah kepulauan kondisi seperti ini pasti sangat  terasa di Raja Ampat.

Di tengah hinggar-binggar musik tambur, musik khas Papua atau musik suling tambur siang itu, nampak seorang lelaki yang menggenakan topi berwarna merah dengan kaos dan celana jeans biru sibuk mengupas kelapa muda dan melayani permintaan pengunjung festival Suling Tambur Raja Ampat tahun 2019 .

Lelaki yang ditemanin dua putra dan istri itu adalah Rinus Urbasa, kelahiran Kampung Pam, Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat Papua Barat.

Rinus Urbasa yang berusia 38 tahun tersebut tidak tergoda dengan gegap gempita dan kemeriahan suara tamur yang membahana di langit-langit Kampung Pam, Raja Ampat, Papua Barat siang itu.

Rinus lebih memilih  untuk menghasilkan uang dari momentum tersebut. Rinus tahu bagaimana memanfaatkan peluang. Rupanya jiwa pebisnis lelaki berkulit hitam tersebut tengah merasukinya.

Rinus tahu apa yang dibutuhkan pengunjung festival saat berada di bawah teriknya matahari akhir November 2019 siang itu. Yah lelaki dengan empat anak itu menyediakan air kelapa muda.

"Satu buah Rp 15.000, Pak," ujar Rinus Urbasa kepada penulis yang menanyakan harga kepala muda yang dijualnya.

Rinus sapaan Rinus Urbasa bukan baru kali itu menjajakan kelapa muda, tetapi sejak Pemda Raja Ampat dan panitia pelaksana tiba di Kampung Pam mempersiapkan pelaksanaan Festival Suling Tambur ke-3 di Raja Ampat.

Panitia pelaksana Festival Suling Tambur Raja Ampat mempersiapakan venue dan seluruh rangkaian acara sepekan sebelum pelaksanaan Festival Suling Tambur ke-3 Raja Ampat yang dilaksanakan tanggal 29-30 November 2019.

Bagi Pace Rinus Urbasa menjual kelapa muda saat ini adalah solusi terbaik untuk menghasil rupiah ditengah anjloknya harga kopra atau kepala kering yang dalam dua tahun terakhir ini di Raja Ampat, Papua Barat dan mungkin di Indonesia umumnya.

Anjloknya harga kopra di Papua dan Raja Ampat membuat sejumlah petani kelapa di Papua beralih profesi. Salah satunya adalah menjadi pedagang atau penjual kepala muda. Yang lain meninggalkan profesinya sebagai petani kelapa dan lebih memilih sebagai nelayan dan usaha pertanian lainnya.

 "Saya punya kebun kelapa sebesar 1.5 hektar pak, tapi saat ini harga kopra sangat murah sekitar Rp3.500 per kilogram makanya saya lebih memilih menjualnya dalam bentuk kepala muda," ujar Rinus Urbasa.

Jalan pikiran Rinus tentu beda dengan pikiran lekaki umumnya. Ditengah kegelimangan dana otonomi khusus bagi tanah Papua dan Alokasi Dana Desa yang cukup fantastis, Rinus lebih memiliki berpikir mandiri dalam menghangatkan dapur rumah tangganya.

Rinus mengabaikan gengsi. Gengsi tak membuat asap di dapur mengepul. Tak peduli apa kata orang. Sebagai kepala keluarga dirinya fokus bagaimana pendidikan anak-anak dan kebutuhan ekonomi keluarganya. Dan menghidupi keluarga dengan cara-cara yang halal.

"Hasil jual kelapa muda ini untuk kebutuhan sekolah anak-anak dan kebutuhan membeli makan sehari-hari," ujarnya siang itu.

Rinus Urbasa/dokpri
Rinus Urbasa/dokpri

Rinus Urbasa lebih memilih dalam bentuk kelapa muda jika dibadingkan dengan kopra atau kepala kering. Menurutnya, saat harga kopra yang sangat anjlok saat ini maka solusi terbaik adalah menjualnya dalam bentuk kepala muda.

"Coba bapak bayangkan. Satu kilogram kopra atau kepala kering itu butuh enam sampai delapan buah kepala, dan harganya cuman 3.500 rupiah, padahal kelapa muda harga satu  buah sebesar 15 ribu rupiah, coba bapak bayangkan itu? Mana yang lebih untung?," ujarnya dengan nada tanya.

Bagi Rinus menjual kelapa kering dengan harga yang sangat anjlok saat ini bukan merupakan pilihan dan keputusan yang bijak. Baginya menjual kepala muda jauh lebih beruntung daripada menjualnya dalam bentuk kopra.

"Harga satu buah kepala muda itu sama dengan  lima kilogram kepala kering atau kopra, padahal satu kilogram kopra itu butuh enam sampai delapan buah kepala, maka saya fokus untuk jual kelapa muda," ujarnya.

Pace Rinus rupanya sudah lama bergelut di bisnis kelapa muda. Bisnis kelapa muda ini dimulai sejak Obyek Kawasan Wisata Piaynemo terbuka untuk umum.Fokus pada  bisnis kelapa muda ini diperkuat dengan anjlok harga kelapa kering ditanah air dalam dua tahun terakhir.

"Sebenarnya saya bisnis kelapa muda ini bukan baru kali. Setiap hari saya juga jualan di obyek wisata Pianemo," ujar Pace Rinus Urbasa.

Kawasan wisata Piaynemo telah membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar, khususnya Masyarakat Kampung Paam, Kampung Saukabu dan Kampung Saupapir , Distrik Waigeo Barat Kepulauan.

Jika pernah ke kawasan tersebut maka pasti menemukan masyarakat dari tiga kampung tersebut yang menjajakan berbagai kebutuhan pengunjung hingga sueviner yang bisa dibawah pulang sebagai oleh-oleh.

"Setelah Festival Suling Tambur ini, saya akan kembali jualan di Kawasan Wisata Piaynemo," ujar Pace Rinus Urbasa.

Selama pelaksanaan festival, Pace Rinus berhasil menghabiskan kelapa muda antara 100-150 buah dengan harga Rp.150.000. Setidaknya selama pelaksanaan festival berhasil mengumpulkan jutaan rupiah.

"Yah kurang lebih 4-5 juta selama pelaksanaan festival ini," katanya dengan nada merendah.

Sementara itu dikisahkan selama menjalankan bisnis kelapa muda di Kawasan Wisata Piaynemo dirinya juga setiap pekan berhasil membawa pulang uang yang lumayan.

"Setiap kesana saya bawah kepala muda sekitar 100 buah, jika sudah laku maka saya datang ambil lagi," ujarnya.

Sebagai pelaku usaha di Kawasan Wisata Piaynemu, Rinus mengaku lakunya kelapa yang dibawah sangat tergantung kepada jumlah pengunjung dan tergantung musim.

"Umumnya kelapa itu cepat habis kalua musim panas, sedangkan pada musim angin atau musim hujan lakunya butuh waktu yang lama. Mungkin pengunjung dingin karena kena angin laut," tambahnya.

Rinus mengaku kawasan wisata Piaynemu telah membawa berkat dan manfaat bagi masyarakat Kampung Pam dan kampung-kampung sekitarnya. 

Rinus Urbasa merupakan salah satu dari sekian pelaku usaha yang memanfaatkan hadirnya obyek wisata Piaynemu, juga menjadi sosok mampu melihat peluang dan merubah tantangan sebagai berkat.

Ditengah anjloknya harga kopra di tanah air, Rinus Urbasa merubah aliran air kelapa menjadi  butiran rupiah yang mengasapi dapur rumah tangganya, juga memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

#Waisai, Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun