Mohon tunggu...
Perwita Suci
Perwita Suci Mohon Tunggu... Freelancer - Student

Happiness Girl

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tuhan, Bagaimana Engkau Saja Aku Ikut

30 Januari 2022   23:26 Diperbarui: 30 Januari 2022   23:36 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Trust me, setiap anak perempuan pasti mengidolakan sosok ayahnya, begitupula denganku. Bagaimana tidak, dia agalah laki-laki pertama yang mencurahkan seluruh rasa kasih sayangnya kepada si anak perempuan. Hero, singkatnya begitu biasanya orang-orang mengungkapkan. 

Dulu, aku memilki keluarga yang sangat sempurna, entah apakah sempurna ini hanya sebuah fatamorgana dalam pandanganku selama 14 tahun menjadi anak perempuan, atau memang kesempurnaan itu hanya drama yang dibuat oleh kedua orang tuaku agar aku tak perlu merasakan sakit yang lebih sering. Ah entahlah, pokoknya menurutku sempurna.

Dan dalam sekejap kesempurnaan itu, berubah menjadi luka. Semuanya bermula saat hari itu, ketika aku (yang masih menjadi) seorang anak perempuan yang sangat merindukan sosok ayahku. Hari itu bukan tanpa alasan aku merindunya. Aku merasa sedang dihantam oleh bola yang amat berat. Fikiranku tak keruan, bingung, frustasi, sampai rasanya tak mampu bekata-kata lagi. Aku hanya bisa menangis di penghujung petang, mengunci diri, dan tak ingin makan barang sesuap. 

Dan aku kembali sadar, lantas, Ya, aku merindunya. 

Ku lepaskan pandanganku dari semua tab design yang terbuka di layar pc. Dengan cekatan,otak memberikan instruksi untuk menekan beberapa tombol sampai tertera tulisan ayah di telpon selulerku. 

Aku putuskan untuk menyapanya terlebih dahulu melalui chat wa, yang kira" begini isi pesannya. 

Assalamu'alaikum, ayah sehat?? Tanyaku

Tak lama, ayah membalas. "Allhamdulillah ayah sehat :)" jawabnya sembari mengirim sebuah gambar. 

Biasanya di jam sebelum makan siang begini, ayah mengirimkan gambar dirinya tengah duduk di masjid sembari menunggu adzan dzuhur. Tapi ternyata bukan. 

Pada hari itu, ayah sedang libur kerja, dia mengirim fotonya bersama seorang gadis kecil (anaknya, tapi bukan adikku).

Yap saat itu, aku yang tengah dirundung kesedihan harus kembali menghadapi kenyataan. Rasanya dunia tidak mengizinkan aku bersedih barang sebentar. Aku harus sadar bahwa laki-laki yang (aku fikir) paling menyayangiku kini bukan lagi milikku. Tidak, lebih tepatnya aku harus berbagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun