Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Advokat, Penulis, Lelaki, Suami, Ayah, Pemerhati hukum, sosial, sastra sejarah, budaya dan politik

pemahaman yang keliru atas makna hak adalah akar dari semua kejahatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memurnikan Peradaban Advokat

21 Februari 2025   21:00 Diperbarui: 22 Februari 2025   18:36 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pribadi

Rapat Dengar Pendapat Rancangan Undang-Undang Advokat terutama tanggal 6 Februari 2002, 17 Juni 2002, 30 Januari 2003 pendapat Natabaya, bang Buyung, Agun dan Sahetapy yang menjadi original intent, pada intinya menyebut , sejarah multibar, menginginkan adanya satu badan nanti merupakan badan federasi, konfederasi atau unitair, tetapi dengan satu kode etik, satu dewan kehormatan. Tidak etis menetapkan bentuk dan strukturnya saat itu sebab bertolak belakang dengan prinsip kebebasan dan kemandirian.

Identik, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 683/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 12 September 2018, Majelis Hakim menilai pengadilan tidak berwenang memutus sengketa keabsahan kepengurusan organisasi advokat yang seharusnya diputuskan oleh Mahkamah Advokat, menjiwai resultan dalam pembahasan RUU Advokat tahun 2002-2003.

Kemudian, Administrasi Hukum Umum sedapat mungkin tidak menyimpangi RDP di DPR-RI Komisi III sepanjang 2002-2003, dinyatakan tanggal 16 Juni 2002 dan 30 Januari 2003, intinya jangan menambah panjang birokrasi yang menimbulkan persoalan baru, dan tidak boleh diawasi oleh pemerintah yang saat RDP mengakui salah kaprah.

Kita tidak boleh terjebak dalam hal yang termasuk dalam kategori executive acts, dan itu diluar konteks Advokat dan Organisasi Advokat sebagai quasi otonom, entitas tersendiri/khusus dengan Fungsi Kekuasaan Kehakiman.

Akta Pendirian Organisasi Advokat adalah bagian dari protokol Notaris yang menurut UU 2/2014 Tentang Perubahan Atas UU 30/2004, pasal 1 angka 13 mendefinisikan Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara, sehingga tidak boleh ada yang mereduksi Akta Notariil sebagai arsip negara kemudian (salinannya) diperlakukan hanya sebagai dokumen pendukung administrasi kepemerintahan.

Perang urat syaraf di tingkat elite kembali terjadi di dunia Hukum, kekacauan legal standing, merangkul atau menempatkan diri sebagai pejabat negara yang notabenenya adalah supra struktur politik, sementara Advokat adalah infra struktur dimana peran strategis infrastruktur politik dalam situasi semacam ini melemah dihadapan supra struktur politik.

Bukan sinergitas mutualis tapi simbiosa parasitis, sebab berada didalam lingkaran, melumpuhkan kemandirian Advokat sebagai quasi otonom dalam tata negara. Masyarakat Advokat tidak akan bisa berbuat lain kecuali euforia dengan menikmati kekuatan dan kekuasaan semu yang seringkali memicu perseteruan lokal sebab debat kusir dengan pemahaman seadanya sehingga politik sulit tunduk pada hukum.

Ide Dewan Advokat Nasional dikonstruksikan sebagai benteng pertahanan Advokat dari Politically Empowered Profession yang tentunya mempunyai kekuatan tertentu yang potensial opresif/menekan, disini, DAN dapat mereview aturan-kebijakan yang berpotensi merugikan profesi dan memicu stigma negatif sebab intrusi dan instrumentasi politik penguasa, dan di ranah Yudikatif menjadi embrio Organ Parket.

Makna implisit dari berkumpulnya lembaga trias politika dalam aktivitas sebuah Organisasi Advokat, terhadap para pihak yang sebenarnya mendukung teori single bar, acontrary, kehadiran pada momen itu membiarkan dan mengakui alur multibar, apapun alasannya dalam hukum dikenali sebagai kesengajaan apa boleh buat atau in kauf nehmen theorie atau op de koop toenemen theorie, sebab ini juga menyangkut politik secara kontekstual yang dalam keseharian disebut dilema.

Padahal, masih ada beban tugas dari DPR-RI untuk mempertimbangkan urgensi revisi UU Advokat, penguatan Advokat dalam KUHAP dan etika Advokat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun