Sosok yang Sering Kita Abaikan
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, kita sering menaruh perhatian lebih kepada mereka yang bersuara, yang menampakkan kasih sayangnya dengan peluk dan kata-kata manis. Namun, ada satu sosok yang cintanya diam-diam, pengorbanannya tersembunyi, dan langkahnya sering luput dari sorotan: Papa.
Papa bukan hanya kepala rumah tangga. Ia adalah tiang yang menyangga rumah, yang kadang terlihat keras di luar tapi hancur perlahan di dalam. Ia tidak selalu tahu cara berkata "Aku sayang kamu," tapi ia tahu cara menunjukkan cinta lewat tindakan. Dalam tulisan ini, aku ingin mengajak kamu mengenal lebih dalam siapa papa sebenarnya  lewat cerita yang mungkin juga pernah kamu alami.
Papa dan Semua yang Tidak Pernah Ia Katakan
Papa saya seorang pekerja petani. Ia tidak pernah memakai jas, tidak membawa laptop ke kantor, dan tidak tahu apa itu Zoom atau email. Tapi setiap pagi, ketika kami masih terlelap, ia sudah berangkat. Dengan sarapan seadanya, kadang hanya kopi dan roti, ia pergi membawa harapan untuk keluarganya.
Saya masih ingat, waktu saya menangis karena sepatuku rusak dan teman-teman mengejek, malam itu tanpa banyak bicara papa meminjam uang ke tetangga hanya untuk membelikan saya sepatu baru. Ia tidak mengeluh. Ia hanya berkata, "Jangan sedih, Nak. Jalanmu masih panjang. Sepatu baru biar langkahmu lebih ringan."
Dan saya menangis... karena saat itu saya belum tahu bahwa sepatu itu ia beli dengan mengorbankan uang makan siangnya.
Lalu saya terdiam.
Dari papa, saya belajar tentang cinta yang tidak perlu banyak kata. Cinta yang ditunjukkan dengan kerja keras, dengan diam-diam berdoa di balik pintu, dengan memijat kakinya sendiri agar besok bisa tetap berdiri mencari nafkah.
Papa tidak pernah mengeluh. Saat kami susah, ia menjadi paling tenang. Saat kami bingung, ia justru memberi arah. Bahkan saat saya gagal masuk perguruan tinggi negeri, ia peluk saya sebentar dan berkata, "Mungkin memang bukan jalanmu, tapi kamu tetap harus jalan. Papa tetap bangga."
Kata-kata itu menyelamatkan saya dari rasa putus asa.
Kini saya sudah dewasa, dan melihat ke belakang, saya menyadari bahwa papa bukan hanya pemberi nafkah tapi guru kehidupan yang tidak pernah meminta balasan.
Pelajaran Hidup dari Seorang Papa