Mohon tunggu...
Huzer Apriansyah
Huzer Apriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pada suatu hari yang tak biasa

Belajar Menulis Disini

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menikmati ‘Keliaran’ Srilanka di Udawalawe National Park

18 Oktober 2011   18:08 Diperbarui: 6 Agustus 2016   22:59 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membincang Srilanka ternyata tak melulu mengenai perang saudara, kemiskinan rakyat, tradisi memancing yang khas dan juga berbagai bangunan unik warisan kolonial. Di luar itu ternyata negeri yang telah bersahabat lama dengan Indonesia ini ternyata menyimpan kedahsyatan dalam hal keanekaragaman hayati. Di Srilanka tercatat paling tidak ada sepuluh wildlife national park.


[caption id="attachment_136518" align="aligncenter" width="590" caption="Gerbang utama Udawalawe, sederhana saja (dok.@huzera)"][/caption]

Bundala, Yala, Yala East, Mineriya, Gal Oya, Udawalawe adalah sebagian dari sepuluh taman nasional (TN) hidupan liar di Srilanka. Penghujung 2009 lalu saya berkesempatan melihat dari dekat Udawalawe Wildlife National Park. Sungguh kesempatan yang mungkin tak datang dua kali bagi saya, dari pengalaman tersebut saya mencoba membaginya pada kompasianer melalui tulisan sederhana ini.

***

TN Udawalawe berjarak lebih dari 200 kilometer arah Tenggara Kolombo, ibukota negara Srilanka. Kawasan taman nasional ini menurut data dari www.udawalawenationalpark..com ditetapkan sebagai taman nasional berdasar surat keputusan pemerintah pada tahun 1972 dengan luasan sekitar 3500 hektar.


Jelang pukul dua siang kami memasuki kawasan Udawalawe, sebenarnya ini tergolong terlambat. Waktu terbaik ke taman nasional adalah sebelum tengah hari sehingga perjalanan bisa lebih santai dan tidak terburu-buru. Namun apa boleh buat padatnya aktivitas ditambah dengan perjalanan yang terbilang lamban membuat kami baru bisa tiba pukuldua siang.


Suasana taman nasional telah terasa beberapa kilometer dari pintu gerbang, gajah-gajah liar hanya berbatas kawat tebal dengan kami di jalanan kecil menuju gerbang taman nasional. Seorang teman asal Amerika Serikat saking girangnya melihat gajah sedekat itu dan bukan di kebun binatang, tiba-tiba saja melemparkan makanan yang ada di dalam mobil ke arah seekor gajah. Tak lama kemudian seorang anak yang saya kira tak lebih dari umur delapan tahun melambai-lambaikan tangan menghadang mobil kami. Kami pikir ini semacam sambutan dari warga lokal setempat. Sahabat dari Srilankapun turun dari mobil dan berbicara dengan anak kecil itu.

Paket Umroh 2016 Kursus Menulis


Saya mencoba mencari tahu apa perbincangan mereka melalui teman asal Srilanka tadi, ternyata anak kecil itu mengingatkan kami supaya tak melemparkan makanan ke arah gajah-gajah itu, menurut si anak kalau dibiasakan diberi makan gajah-gajah itu akan jadi malas. Oh terkejut saya mendengarnya..Sekecil itu ia sadar bahwa hewan liar akan kehilangan insting berburu makanannya jika dibiasakan diberi makanan. Sesuatu yang kita sering lupa, memberi ke hewan liar baik itu pariwisata tapi tidak terlalu baik untuk konservasi. Hal ini tentu berbeda dengan hewan di kebun binatang, mereka memang tidka hidup di habitat aslinya. Di Udawalawe merek ahidup di habitat aslinya.



[caption id="attachment_136519" align="alignleft" width="300" caption="Jeep yang kami gunakann untuk memasuki kawasan taman nasional (dok.@huzera)"][/caption]

Tak lama dari kejadian itu kamipun tiba di pintu gerbang Udwalawe National Park. Hanya gerbang sederhanadari kayu-kayu dan terdapat kantor sederhana pengelola. Di gerbang hanya tertulis pengenal kawasan dalam tiga bahasa; Inggris, Sinhala dan Tamil. Di titik ini kami mengganti kendaraan. Menuju bagian dalam taman nasional kami diperiksa dulu oleh petugas keamanan dan meninggalkan barnag bawaan selanjutnya pindah ke mobil jeep 4WD yang luar biasa tangguh dan garang tampangnya. Kendaraan khas penjelajah. Jeep bak terbuka itu membawa kami memasuki kawasan, dalam perjalanan saya berbincang dengan pemandu kami.


Perbincangan singkat itumemberikan informasi bahwa perburuan liar terutama terhadap gajah, buaya dan beberapa jenis burung terjadi dengan luar biasa di Srilanka, menurutnya ini disebabkan desakan kebutuhan ekonomi penduduk seitar taman nasional dan juga provokasi dari para penadah. Hal itu menjadi tantangan terberat bagi banyak taman nasional di Srilanka. Dismaping kecilnya anggaran dari negara untuk mereka. Bahkan ia menyebut bantuan lembaga internasionallah yang banyak membantu keberlangsungan taman-taman nasional di Srilanka.


Gajah itu Bisa Duduk lho...


Teringat penuturan pemandu itu sayapun teringat nasib hidupan liar di negeri kita, salah satu negeri dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia dan keanekaragam hayati yang mungkin hanya bisa dikalahkan oleh negara-negara di sekitar amazon. Apakah negara telah dengan sungguh memproteksinya ? atau justru eksploitasi besar-besaran atas kekayaan yang dititipkan Tuhan. Ah, banyak pekerjaan rumah memang...


Kurang dari tigapuluh menit perjalanan kami sudah dapat melihat sekelompk gajah di sebuah padang rumput

[caption id="attachment_136520" align="alignright" width="300" caption="...dan gajah itupun duduk..ngasoo dulu aah capeek (dok.@huzera)"][/caption]

kering. Langsung kami beraksi dengan kamera masing-masing. Wooow, luar biasa gajah-gajah yang berjalan gontai itu bergerak pelan menuju ke arah kami. Semakin nikmatlah proses jepret-jepretnya. Mataku tertuju ke seekor gajah yang sedang “duduk”, baru sekali ini rasanya melihat gajah duduk, ternyata gajah itu bisa duduk juga ya...eehmm seruuu.


Sembari bergerak semakin ke dalam semakin banyak gajah yang kami saksikan. Taman nasional Udawalawe memanng dikenal dengan gajah-gajah liarnya. Menurut catatan pengelolah kawasan paling tidak terdapat 400 hingga 500 ekor gajah (Elephas maximus). Kejahatan atas gajah terutama gajah jantan untuk diambil gadingnya memang terjadi begitu hebat terutama selama perang saudara di Srilanka. Oh ya, gajah di dunia itu ada dua jenis, gajah Asia dan Gajah Afrika, untuk gajah asia yangbergading hanya yang jantan. Hal ini tentu saja mendorng merosotnya populasi gajah di Srilanka.


Indonesia termasuk negara yang memiliki populasi gajah, tak banyak negara di dunia yang beruntung memiliki mamalia yang terkenal tak bisa melompat ini, tapi meski berbadan besar larinya kencang. Populasi gajah di Indonesia terutama tersebar di Pulau Sumatera, mulai dari Aceh hingga Lampung. Namun sayang, dari human-wildlife conflict, perdagangan ilegal organ gajah dan pertumbuhan perkebunan terutama sawit telah mengancam keberadaan gajah Sumatera. Semoga generasi berikut tetap bisa menyaksikan gajah Sumatera secara langsung bukan hanya dari gambar atau foto kenangan.


[caption id="attachment_136521" align="aligncenter" width="300" caption="Departmen PUnya hutan sedang jalan-jalan sore (Dok @huzera)"][/caption]

Gajah dikenal sebagai kementrian pekerjaan umum (PU)nya hutan. Gajahlah yang biasanya merintis jalur perjalanan satwa di sebuah kawasan hutan. Peran gajah sangat vital dalam memastikan keberlangsungan keanekaragaman hayati. Namun sayang ukuran tubuh yang besan itu membuat cakupan lahan yang mereka butuhkan untuk mencari makan dan untuk berkembang biak juga cukup luas. Seiring dengan kedigdayaan manusia ditopang dengan keserakahan mulailah manusia denagn perkebunan dan eksplorasi tambang menyentuh lahan yang dibutuhkan gajah untuk berkembangbiak dan mencari makan. Konflik satwa terutama gajah dengan perkebunan biasanya dapat dengan mudah kita temui di Riau, Aceh, Jambi, Sumatera Selata, Sumatera Utara hingga Lampung. Inilah ironi pembangunan ekonomi yang kerap menafikkan keberadaan makhluk Tuhan lainnya.


***

Pemandu bersorak pada kami, “We go now, if we are lucky we will see crocodiles then”. Kamipun bergerak menjauh dari kawanan gajah yang lagi jalan-jalan sore, kami memasuki daerah yang agak rawa. Lahan yang tidak terlalu luas dengan lumpur di tengah-tengah menaymbut kami, di seputar saya melihat tanah-tanah retak. Serangga-serangga tanahpun bermain kejar-kejaran. Tapi bukan itu yang membuatku bersemangat mengarahkan kamera, sebuah buaya sedang bersantai di bawah mentari petang. Tentu saja ini bukan “buaya darat”, ini buaya sungguhan, saya tak bisa memastikan berap ukuran buaya ini kaena jarak kami sekitar 50 meter. Namun prediksi saya tak akan kurang dari 1,5 meter panjangnya.

[caption id="attachment_136522" align="aligncenter" width="300" caption="Buaya cool...santai sore dulu dengan segelas lumpur (dok.@huzera)"][/caption]

Tanpa menyiakan waktu kulempar jempretan ke arah buaya itu. Mungkin andai ia bisa berteriak buaya itu akan berkata “Woiiii...buaya kok moto buaya..”..ah buaya itu terlalu berprasangka... :)


Mentaripun kian merapat ke horizon barat, pertanda petang mendekat. Banyak yang masih ingin kami lihat tapi apadaya khawatir disergap gelap. Sebelum kembali kami memaksakan diri mencoba mengintai burung-burung di taman nasional ini. Elang biasanya menjadi favorit pengunjung disini.

Pemandupun bergerak mengarahkan kami ke tempat elang biasa mangkal..hehe. Mangkal emang ojek... Di perjalanan pulang saya masih mendapati sekawanan gajah yang berjalan gontai tak lebih 10 meter dari kendaraan kami. Dalam hati saya bergumam, kalau kita menggangu mereka, sejatinya mereka tak akan mengganggu manusia. Ah, andai kita bijak mengelolah alam kita tak akan banyak korban konflik satwa terutama di Sumatera dan Kalimantan. Tapi begitulah, keserkahan hadir dalam tiap rentetan sejarah negeri kita.


***


Kelebat elang bergerak cepat di langit yang mulai redup, kujangkau kamera dan berusaha membidik..aaah lewat, setelah 7-8 kali bidikan baru satu jepretan bisa menangkap elang yang sedang akrobatik itu. Tapi keberuntungan menghampiri, elang bermata tajam itu iba-tiba ‘nongkrong’ di atas dahan kering tka jauh dari kami. Well, ternyata ia sedang melumat santap sorenya tak bisa kupastikan santap sore si elang itu ikan atau reptil atau apa, yang jelas sebuah mangsa tergenggam kuar di cakarnya. Sayng kamera sederhanaku tak bisa menangkap dengan jelas, tapi lumayanlah.(menghibur diri..menyalahkan kamera padahal masalah ada pada kemampuan...hehe)


[caption id="attachment_136523" align="aligncenter" width="622" caption="Aksi akrobatik si elang (dok @huzera)"][/caption]

Melihat elang di Udawalawe ini mengingatkan saya pada Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang termasuk spesies langka dan dilindungi, populasinya kian menurun seiring perburuan dan terdesaknya ekosistem mereka. Bukan tak mungkin Elang Jawa menyusul nasib harimau Jawa yang telah dikategorikan sebagai spesies yang musnah dari muka bumi. Kekuatan negara dan civil society dalam melindungi spesies-spesies dalam kategori terancam punah menjadi mutlak dan tidak bisa dilakukan setengah hati. Kalau tidak akan semakin banayk spesies yang tinggal legenda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun